Share

6. Kau pilih mana? Merepotkanku atau kau berjalan sendiri?

“Sudah ku katakan padamu, taksi itu tidak akan datang!” seru Elvan tiba-tiba yang rupanya cukup mengagetkan bagi Kana.

Sejak tadi ia sudah menunggu taksi yang di pesannya datang, tapi sudah hampir 1 setengah jam berlalu taksi tersebut tetap saja tidak muncul.

Kana merasa malu pada Elvan yang sudah memberitahunya tapi ia tidak percaya.

“Maafkan aku…” sesal Kana. Wajahnya tampak muram, tapi bukan hanya itu. Ia juga merasa jika tubuhnya tidak enak. Ia sedikit lemas dan mulai terasa pusing.

Elvan tampak memperhatikan Kana, terlihat wajah wanita itu tampak pucat. Dengan cepat ia melirik jam di tangannya. Rupanya waktu makan siang sudah lewat beberapa jam.

“Kau terlihat tidak sehat?” tanya Elvan kemudian. Kana hanya mendongak sedikit kemudian menggeleng.

“Aku baik-baik saja,” jawabnya pelan.

Kana bergerak menjauh ketika Elvan duduk, seolah kedekatan atau keberadaannya membuat wanita itu takut.

Hingga sebuah pikiran terbersit di kepalanya, ‘Apa mungkin seseorang sudah menyakiti dan melukainya, maksudku sebelum kejadian tadi?’ gumamnya dalam hati.

‘Wanita ini tampak kehilangan rasa kepercayaan dirinya, dia lebih banyak diam dan menundukkan wajahnya,’ lanjutnya lagi. Tapi, Elvan merasa wanita itu kini sedikit terbuka, tanpa mengatakan ‘saya’ lagi dan digantikan dengan kata ‘aku’.

Tapi Elvan hanya diam, berdasarkan pengalamannya selama bekerja dan memimpin perusahaan. Lebih bijaksana jika tidak menyelidiki jiwa orang lain ataupun penasaran dengan apa yang sudah menimpa seseorang. Lagi pula, wanita ini hanya orang asing yang singgah sebentar ke tempatnya dan sebentar lagi akan pergi. Kecuali, ia memiliki alasan dan kepentingan khusus untuk mengetahuinya lebih dalam.

“Jadi, bagaimana aku bisa keluar dari sini?” tanyanya, Elvan hanya mengangkat sebelah alis matanya seakan ia tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh wanita itu, di mana tadi ia sudah menawarkan diri untuk mengantarnya, tapi di tolaknya. Dan lebih memilih menghubungi perusahaan taksi yang tak kunjung datang.

“Hmm, maksudku aku tidak mau merepotkanmu setelah semalam kau sudah mengijinkan ku tinggal di sini, dan membantuku tadi,” lanjut Kana. “Jadi aku memutuskan untuk pergi dari sini sendiri.”

“Sekarang sudah pukul 3 sore, dan apa kau tahu? Sebentar lagi di sini sudah sangat sepi,” ujar Elvan.

“A-aku tidak tahu itu,” jawab Kana seraya menurunkan pandangannya. Terlihat ia sedikit cemas.

“Dan aku tidak yakin, kau akan menemukan penginapan yang kosong di sekitar sini. Ini week end, pasti semua sudah penuh. Jika kau ingin mendapatkan penginapan mungkin kau harus benar-benar ke kota,” jelas Elvan.

Mata Kana membulat, ia benar-benar lupa dengan hal ini. Ia lupa jika tempatnya kini berada banyak tempat wisata di mana orang-orang berdatangan untuk berekreasi, terutama berendam di kolam air panas yang sumber airnya berasal dari mata air alami.

Saat memutuskan kabur, hanya inilah tempat satu-satunya yang pernah terpikirkan olehnya. Kana pernah datang ke sini bersama orang tuanya dulu. Dan itu sudah lama sekali, hingga saat sampai di sini ia sedikit terkejut karena sudah banyak perubahan yang cukup signifikan. Kini ia sadar, mungkin itu alasan ia bisa tersesat sejauh ini.

Kana ingin menginap di penginapan yang pernah ia datangi dulu, hanya saja ia lupa dengan namanya dan berada di sebelah mana tempat itu berada.

“Kira-kira berapa lama aku bisa sampai ke kota?” tanya Kana.

“Dengan mobil, dalam keadaan week end seperti ini bisa sampai 3 jam,” jawab Elvan.

Ada raut kekecewaan yang tampak di wajah Kana.

“Aku bisa mengantarmu untuk mencari penginapan di sekitar sini, jika kau mau?” tawar Elvan.

Senyum kembali muncul di wajah wanita itu, meski bibirnya masih terlihat pucat. Dan Elvan kagum dengan perubahan yang diakibatkan oleh senyum tersebut, terhadap tubuh Kana yang kurus. Sejenak wanita itu terlihat benar-benar cantik, tapi kemudian senyum itu kembali menghilang.

“Tapi aku tidak mau merepotkanmu,” ucapnya.

“Kau pilih mana? Merepotkanku atau kau berjalan sendiri di kebun yang sepi dan kembali di hadang oleh orang yang berniat jahat padamu lagi?”

***

Sudah 4 penginapan yang mereka datangi, tapi benar apa kata Elvan. Semua kamar sudah penuh oleh wisatawan yang datang.

Dan kini hanya tinggal tersisa 1 penginapan yang berada di dekat mereka yang belum di datangi.

Kana duduk di samping Elvan tidak bergerak sedikitpun, seperti sebuah patung atau boneka. Hanya sesekali saja ia menatap keluar jendela. Jalanan cukup padat. Dan Kana berharap jika penginapan terakhir itu masih memiliki kamar yang kosong.

Tapi sayangnya, tidak tersisa satu kamarpun yang bisa ia tempati saat bertanya pada resepsionisnya. Kana keluar dengan perasaan kecewa.

“Bagaimana?” tanya Elvan yang menunggunya di luar.

Kana menggeleng lemah, “Penuh…”

***

Sambil duduk di kursi kerjanya Elvan tampak bingung sesaat. Ia mencoba mengingat alasan dirinya tadi sampai menawarkan wanita asing itu untuk kembali menginap malam ini di tempatnya.

“Apa yang gue pikirin tadi, kenapa bego banget sih!” gerutunya pelan.

Tapi kemudian ia kembali berpikir, jika terjadi apa-apa dengan wanita itu. Maka dirinya lah orang terakhir yang terlihat bersamanya, hal itu karena ia mengantar wanita itu mencari penginapan. Besar kemungkinan akan ada seseorang yang masih mengingatnya.

“Tadi pagi aja dia sudah hampir di rampok, apa lagi di luar dalam keadaan gelap seperti sekarang.”

“Besok langsung gue anter ke penginapan atau terminal biar dia cepat pergi ke kota!”

Elvan kemudian memutuskan untuk kembali ke kamarnya, membersihkan dirinya dan segera beristirahat.

***

Saat ini Kana sudah berada di kamar yang tadi malam di tempatinya. Sebenarnya dia tidak mau menerima tawaran ini, tapi sampai penginapan terakhir yang mereka datangi, tidak ada satu pun kamar yang tersisa untuknya.

Dari pada ia bernasib seperti semalam, jadi dengan terpaksa ia menerima tawaran pria bernama Elvan itu.

“Meski bersikap dingin tapi dia baik,” gumam Kana yang kini duduk di sisi tempat tidurnya.

Kana masih merasa tidak enak untuk menerima tawaran ini, rasanya sangat canggung. Apa lagi mereka hanya tinggal berdua meski vila ini cukup besar, dirinya di lantai bawah, sedangkan pria itu di lantai atas.

“Aku tidak mengenalnya, tapi bukan berarti dia bersikap baik padaku, aku bisa begitu saja mempercayainya,” gumamnya sangat pelan seraya menolehkan wajahnya pada arah pintu. Dengan cepat Kana bangkit dari duduknya dan segera mengunci pintu tersebut, karena seingatnya tadi dia belum menguncinya.

“Tapi dia pemilik tempat ini, sudah pasti dia memiliki kunci cadangan. Aku harus menghalangi pintunya juga,” bisiknya sangat pelan. Kemudian Kana menatap kursi yang cukup besar yang terdapat di sudut ruangan. Dengan cepat ia menghampiri kursi tersebut dan segera mendorongnya untuk menahan pintu, agar pintu terhalang dan tak bisa di buka jika ada seseorang yang mencoba masuk ke dalam saat dirinya tidur.

Kana harus benar-benar waspada, ia tidak boleh percaya begitu saja pada orang asing.

Kana tersenyum getir, “Bahkan aku sudah di sakiti oleh orang yang sangat ku percaya…” bisiknya pelan, dengan tangan yang mengucap lembut perutnya. Di mana di sana terdapat luka memar yang cukup besar, dan masih terasa ngilu dan sakit.

-To Be Continue-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status