Menuruti perintah, anak buah Nox segera mengeluarkan senjata tajam dan pertikaian itu pun berlanjut. Beberapa kali terdengar suara bentakan dan benturan keras. Dalbert balas menyerang dengan tendangan kakinya mengenai seorang lawan yang lantas jatuh terkapar.Ketika Dalbert melihat sebuah benda tajam mengayun pada salah seorang anak buahnya, ia lantas menangkap, memelintir tangan lawan dan merebut senjata tajam itu, lalu menusuk tepat di jantung.Di sisi lain, anak buah Nox lainnya berhasil menebas leher anak buah Dalbert hingga darah menyembur keluar bersamaan dengan suara letusan pistol dari anak buah Dalbert yang lolos dari serangan. Suara teriakan dan jeritan terdengar memenuhi ruang gudang, membuat suasana terasa menegangkan.Dalbert yang menyadari kekuatan mereka tidak seimbang dengan lawan, terpaksa memutar otaknya mencari cara agar dapat keluar dari gudang sebelum ia kehilangan anak buahnya lebih banyak. Kedua netranya mengedar ke seluruh ruangan.Melihat beberapa lampu yang m
Leonel bersama anak buah lainnya, melangkah keluar dari tempat persembunyian ketika melihat kepulan asap hitam membumbung ke langit.“Shit!” Leonel mengumpat, kemudian berlari secepat mungkin menghampiri asap itu berasal dari api yang sedang berkobar di satu-satunya gudang yang ada di lokasi itu.Dalbert memang meminta Leonel agar menunggu mereka di gubuk kecil yang letaknya tidak jauh dari gudang tersebut. Hanya untuk berjaga-jaga saja apabila mereka membutuhkan bantuan darurat, setidaknya mereka semua tidak dihadapkan dalam situasi berbahaya secara bersamaan.“Dalbert! Apa kau masih berada di dalam?” Leonel berteriak seraya menarik rantai gembok.Terdengar suara gedoran pintu dari dalam. Menandakan bahwa di dalam masih ada orang.“Cepat patahkan rantai ini!” titah Leonel yang langsung dituruti oleh anak buahnya.Leonel mengambil ponsel dengan terburu-buru lantas menghubungi kaki tangan kepercayaannya itu.[Maafkan … kami, tuan …. kami … gagal ….]Suara Dalbert terdengar berat seirin
“Baiklah, terima kasih. Cukup sampai di sini,” ucap Valo sembari meletakkan tablet berlogo apel tergigit yang digunakannya dalam rapat di atas meja, kemudian meng-klik opsi keluar dari meet room pada layar laptopnya.Riccardo dengan sigap membantu menyingkirkan perangkat laptop Bosnya yang baru saja selesai melakukan meeting melalui rapat virtual.Valo melepaskan jas dan melonggarkan ikatan dasi di lehernya, melepaskan tiga kancing di bagian atas kemeja putihnya sehingga memperlihatkan otot dadanya yang kekar.“Sebenarnya, Anda tidak perlu bersusah payah seperti ini, Sir.” Riccardo menyuarakan komentarnya.Valo menggulung lengan kemejanya hingga sampai ke siku. “Kau tahu alasanku melakukannya. Selagi Elian pergi ke luar kota, aku harus menggunakan kesempatan ini untuk menarik perhatian wanita itu.” Mengambil gelas dari tangan Riccardo yang berisikan vodka, lalu menandaskan separuh isinya sekali teguk.“Naikkan suhu penghangat ruangan ini, Ric!” perintah Valo yang dituruti Riccardo ber
Suara panggilan intercom masuk pada saluran telepon di meja berbunyi ketika Maylin tengah sibuk melakukan pekerjaannya.“Anda memerlukan bantuan?” tanyanya tanpa berbasa-basi terlebih dahulu.[Siapkan menu makan siang. Aku makan siang di sini.]“Anda ingin menu apa?”[Bagaimana kalau kau yang menjadi menu makan siangku?]“Boleh saja. Saya sudah menargetkan salah satu bagian inti tubuh anda. Barangkali gigitan saya waktu itu tidak cukup membuat anda puas merintih kesakitan.” Ancaman bercampur cemoohan dari mulut Maylin, membuat Valo tertawa terbahak-bahak.Maylin memutar bola mata malas. Sepertinya Iblis mesum satu ini masih belum jera juga. “Anda bisa memerintah asisten anda, membelikan makan siang untuk anda, sir.”[Dia sibuk membantuku periksa dokumen, sedangkan posisimu pasti lebih banyak menganggur.]Mendengar alasan Valo itu lantas Maylin menggeram kesal.Apa katanya tadi? Menganggur? Jika menyimpan arsip penting dan melakukan korespondensi bukan pekerjaan sekretaris, lantas peke
Tampak Maylin tengah menopang kepalanya yang menyamping dengan satu tangan di atas meja. Kerutan di keningnya makin dalam, larut dalam pemikirannya mencari cara agar bisa lolos dari pengawal Elian.“Ini pesanan Anda, Miss,” tiba-tiba muncul seorang pria berbadan besar, memberikan paper bag berisi makanan dan minuman kepada Maylin.“Gosh! Kau mengagetkanku!” maki Maylin.“Maaf telah mengejutkan, Miss.”“Terima kasih. Kau boleh istirahat. Aku tak akan ke mana-mana. Atasan bosmu memintaku makan siang bersamanya.” Maylin menerima paper bag dari Glax dan dibalas pria itu mengangguk.*****Mata besar Valo melirik angka di sudut kanan layar komputernya. Kurang dari lima menit lagi, jam makan siang akan tiba. Merasa tidak ingin membuang waktunya, ia hendak menghubungi sekretaris Elian melalui intercom. Namun, tangannya berhenti di udara tatkala ada ketukan dari pintu.“Makan siang sudah disiapkan, Sir. Anda ingin makan sekarang ata—”“Sekarang saja! Perutku sudah lapar,” Valo menyela dengan c
Jantungnya berpacu cepat dan bibirnya bergetar. Bayangan dirinya akan kehilangan wanita itu, membuat rasa cemasnya berlipat-lipat. Ia berdiri di dekat sofa, menatap nanar wanita itu sedang diperiksa oleh Dokter pribadinya.“Bagaimana?” tanyanya begitu melihat Dokter Derloy melepaskan stetoskop yang menggantung di leher. Suaranya terdengar khawatir saat berucap.“Wanita ini mengalami post-traumatic stress disorder.”“Gangguan stress pascatrauma?” Valo tersentak kaget mendengar jawaban Dokter Derloy.“Gangguan kecemasan yang membuat penderitanya teringat pada kejadian traumatis seperti perang, kecelakaan, bencana alam dan pelecehan seksual. Usahakan hindari pasien teringat pada salah satu peristiwa yang membuatnya trauma.” Dokter Derloy menulis sesuatu pada secarik kertas.Trauma? Dari hal apa? Terakhir dalam perbincangan kami mengenai kekasihnya yang meninggal karena kecelakaan. Apakah hal itu yang memicu penyakitnya kambuh? Pertanyaan berputar dalam benak Valo.“Ini resep obat antidep
“Sel darah putihnya menurun. Dengan terpaksa jadwal kemoterapi yang seharusnya lusa, tidak dapat dilakukan. Kita tunggu dalam seminggu dan saya sarankan selama itu nyonya Banara dirawat di rumah sakit untuk diberikan perawatan intensif.”“Baiklah, lakukan yang terbaik untuk adik saya, Dokter. Dia muntah-muntah terus dan nafsu makannya pun menurun drastis.” Tangis yang ia tahan sedari tadi, kini mengalir jatuh membasahi pipinya.“Mual dan muntah memang efek samping yang paling umum terjadi. Selain ini, apa masih ada keluhan lain?”“Rambut mulai rontok, sering mengeluh pusing … umm, lalu ….” Fifi mencoba mengingat-ingat apa saja keluhan yang pernah diucapkan keluar oleh adiknya itu. “Oh ya, adik saya beberapa belakangan ini meringis sakit tulang, Dok,”“Nyeri pada tulang?”“Iya, Dokter. Apakah keluhan itu tidak wajar?” Fifi berbalik tanya saat mendapati ekspresi terkejut di wajah Dokter Reese.“Keluhan itu lebih mirip seperti gejala pada kanker tulang, tetapi mungkin saja itu karena sal
“Suara tidak dapat mengukur umur seseorang, Dalbert,” sahut Leonel seraya menggelengkan kepalanya.“Kau melupakan kejadian saat kita sedang menjalankan misi dari klien di salah satu negara Asia Tenggara? Hampir saja aku diperkosa oleh makhluk wanita jadi-jadian itu.” Leonel tertawa terbahak-bahak ketika ingatan itu kembali terbayang.Dalbert memelankan tawanya ketika luka di perutnya terasa perih dikarenakan otot perut ikut bergetar tatkala dirinya kelepasan tertawa keras-keras. “Itu salah Tuan sendiri. Tuan tidak bisa menahan gairah bila sudah bertemu dengan wanita cantik,” ucapnya.“Aku pria normal, Dalbert. Salahkan mereka yang hanya melakukan operasi pembuatan dada, tetapi tidak pada alat kelaminnya.” Leonel menggeleng, masih tergelak tawa. “Siapa yang menyangka di balik wajah cantiknya, tubuh semampainya dan seksi serta suaranya yang halus, ternyata seorang waria.”“Tetapi kejadian itu tidak membuat Tuan jera bermain-main dengan wanita.”“Kau akan tahu sendiri nanti bagaimana ras