Hendro mengulurkan tangan dan meraih bahu Wenny. "Aku tahu, Wenny ....""Kamu sama sekali nggak tahu, Hendro. Aku merasa kamu nggak benar-benar tulus mau membantuku!"Hendro mengerutkan kening. "Wenny, kenapa kamu meragukanku seperti itu? Apa karena Ariana bukan anakku? Kalau begitu, kamu terlalu meremehkanku. Aku nggak akan membiarkan Ariana terlibat dalam bahaya begitu saja cuma karena dia bukan anakku. Aku juga sangat menyayangi Ariana."Wenny merasa dirinya terlalu terbawa perasaan. Ariana diculik. Sebagai ibu, dia sangat cemas.Mana boleh Wenny meragukan Hendro? Bagaimanapun, Bu Renata juga diculik.Sekarang, yang bisa mereka lakukan hanyalah menunggu, meskipun setiap detik yang berlalu terasa begitu menyiksa."Pak Hendro, maafkan aku. Aku terlalu panik."Hendro membalas, "Nggak apa-apa."Saat itu, Hendro mendongak dan melihat sosok yang familier. Itu adalah Eddy.Eddy datang.Hendro segera berujar, "Wenny, ini adalah ibu kota. Cuma aku yang bisa membantumu. Aku pasti akan menyela
Hendro melihat layar ponselnya. Itu dari nomor yang tidak dikenal.Sutinah bertanya, "Pak Hendro, sebelumnya belum pernah ada telepon dari nomor ini. Siapa yang meneleponmu?"Hendro mengerutkan kening. Dia juga tidak tahu. Dia mengambil ponselnya dan menekan tombol untuk menjawab.Segera, terdengar suara yang familier, lembut, dan jelas dari ujung telepon. "Halo, Pak Hendro. Ini aku, Wenny."Wenny?Hendro terkejut sejenak. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Wenny akan meneleponnya.Selama tiga tahun terakhir, Wenny sudah mengganti nomor telepon.Hendro pikir Wenny sudah pergi dengan pesawat, tetapi sekarang dia malah menerima telepon darinya. Pria itu sangat terkejut dan senang.Dia menggenggam ponselnya dengan penuh semangat sambil bertanya, "Wenny, kamu sudah pergi?""Pak Hendro, aku sebenarnya berencana untuk pergi, tapi ada masalah. Ariana dan Nyonya Renata telah diculik!"Ariana dan ibunya diculik?Hendro langsung berdiri. Dia membalas dengan suara tegas, "Apa? Siapa yang mencu
Ariana diseret pergi. Dua pria berbaju hitam segera menggendongnya pergi.Ariana lalu berteriak keras, "Nenek, tolong selamatkan aku!"Bu Renata menopang kursi rodanya dengan kedua tangannya. "Lepaskan Ariana!"Bu Renata tiba-tiba berdiri dari kursi rodanya dan berlari menuju kedua pria berbaju hitam tersebut. Dia berusaha merebut Ariana.Ariana menatap dengan mata terbelalak. Dia terkejut melihat Bu Renata. "Nenek, kamu bisa berdiri. Nenek, kamu bisa berjalan!"Bu Renata terkejut. Dia baru sadar bahwa dalam keadaan panik, dia bisa berdiri dan berjalan. Kakinya sudah sembuh. Dia kini sudah normal kembali.Dua pria berbaju hitam itu menggeram, "Ibu Tua, karena kamu cari mati, kami akan penuhi apa yang kamu inginkan. Bawa dia pergi juga!"Mereka menangkap Bu Renata dan memasukkan keduanya, baik Bu Renata maupun Ariana, ke dalam mobil van hitam. Kemudian, mobil itu segera melaju dengan cepat.Saat itu, Wenny berlari keluar dari aula bandara. "Ariana? Ariana, di mana kamu?"Wenny segera me
Ariana duduk dengan patuh di kursi untuk menunggu Wenny. Dia memegang sebuah lolipop kecil di tangannya.Tiba-tiba, dua pria berbaju hitam mendekat dan langsung menutup mulut Ariana, lalu membawanya pergi.Ariana menatap dengan mata terbelalak. Dia ingin berteriak minta tolong dan memanggil Wenny, tetapi mulutnya yang tertutup tidak bisa mengeluarkan suara sedikit pun.Plak.Lolipop yang ada di tangan Ariana jatuh ke lantai.Dua pria berbaju hitam itu terus membawa Ariana pergi.Wenny masih sedang menelepon. "Kak Eddy, ada apa?""Wenny, tadi di jalan menuju bandara, aku ditabrak dari belakang. Pokoknya terjadi sedikit kecelakaan. Mungkin aku akan terlambat," jelas Eddy.Wenny yang sebelumnya cemas langsung merasa lega. Ternyata hanya kecelakaan ringan. Dia kira Eddy mengalami sesuatu yang lebih serius."Kak Eddy, yang penting kamu baik-baik saja. Aku akan minta pesawat ditunda. Setelah urusanmu selesai, kamu bisa menyusul.""Oke, Wenny."Keduanya menutup telepon. Saat Wenny berbalik, d
"Nyonya Renata, tenang saja. Luka di dahi Pak Hendro sudah ditangani.""Baguslah kalau begitu."Setelah menutup telepon, Bu Renata beristirahat. Keesokan harinya, pembantu itu membuka botol kecil dan memberikan pil tersebut kepada Bu Renata.Bu Renata menelannya.Pembantu itu bertanya, "Nyonya Renata, gimana rasanya hari ini?"Bu Renata merasakan sepasang kakinya makin panas dan sensasinya makin jelas. Dia mencoba untuk bergerak sedikit.Kakinya benar-benar bisa bergerak.Pelayan bertanya dengan terkejut, "Nyonya Renata, kakimu bisa bergerak?"Bu Renata merasa sangat terkejut dan bahagia. Sebab, dia merasa bisa mengendalikan kakinya lagi. Dia pun mencoba sekali lagi. Kedua kakinya langsung menyentuh lantai."Astaga, Nyonya Renata. Kamu benar-benar bisa bergerak. Nyonya Renata, mari biar kubantu kamu berdiri!"Pembantu itu cepat-cepat membantu Bu Renata untuk berdiri.Bu Renata perlahan-lahan berdiri dari kursi roda. Dia berkata kepada pembantunya, "Coba kamu lepaskan tanganmu sekarang.
Wenny menatap ke arah Bu Renata, "Nyonya Renata, ini adalah obat yang kubuatkan untukmu. Satu butir setiap hari, maka kakimu akan perlahan pulih. Nantinya, kamu akan bisa berdiri lagi."Bu Renata sangat terkejut. "Apa katamu?"Bu Renata benar-benar tidak menyangka bahwa Wenny akan membuatkan obat untuknya. Dia bahkan tidak pernah membayangkan kakinya bisa berdiri lagi.Di belakang, pembantunya juga terkejut. "Nona Wenny, apa kamu serius? Apa Nyonya Renata benar-benar bisa berdiri lagi? Dia sudah mengunjungi banyak dokter terkenal dan duduk di kursi roda selama lebih dari 20 tahun. Semua orang bilang, nggak ada harapan lagi. Kata mereka, Nyonya Renata akan duduk di kursi roda seumur hidup."Wenny tersenyum tipis. "Nyonya Renata, duduk di kursi roda seumur hidup itu adalah kemungkinan terburuk. Memangnya masih ada yang lebih buruk dari ini? Kamu bisa minum obat ini dengan tenang. Tentu saja kalau kamu merasa ragu, bisa memeriksanya dengan dokter untuk memastikan bahwa nggak ada orang yan