Victor sengaja memanggilnya dengan sebutan "sayang".Suara pria itu memang sejak awal rendah dan penuh daya tarik. Kini, ketika dia membisikkan panggilan itu dengan nada lembut tetapi nakal di telinganya, Yuvi langsung merasa lututnya lemas. Dia benar-benar tidak bisa menahan diri.Pemilik apotek jarang melihat pasangan secantik Victor dan Yuvi. Dia berucap sambil tersenyum, "Kalian benar-benar mesra."Victor merangkul bahu Yuvi sambil menaikkan alis. "Tentu saja, aku sangat mencintai istriku."Sambil berkata begitu, Victor menunduk untuk menatap Yuvi. "Sayang, apa kamu mencintaiku?"Di matanya, Yuvi jelas melihat ada ejekan. Dia memang sengaja mempermainkannya.Tangan Victor yang melingkar di bahunya makin menguat. "Sayang, kamu mencintaiku atau nggak?"Pemilik apotek menatap Yuvi penuh rasa ingin tahu. Yuvi tidak punya pilihan selain memaksa tersenyum sopan walau terlihat agak kaku. "Cinta dong."Victor melanjutkan, "Kamu mencintai siapa? Sayang, seharusnya kamu memanggilku apa?"Vic
Pil kontrasepsi?Mata Yuvi membelalak. "Ka ... kamu mau apa?"Victor menatapnya tenang. "Nona Yuvi, aku mau membelikanmu pil kontrasepsi untuk kamu minum."Yuvi kehabisan kata-kata.Saat ini, dia sedang hamil sehingga tentu saja tidak boleh minum pil semacam itu.Yuvi menggeleng kuat-kuat. "Aku nggak mau minum!"Victor menatap ke arahnya, lalu tersenyum samar, "Nona Yuvi, apa maksudmu? Tadi malam, aku nggak pakai pengaman. Tubuhku ini sehat dan kesuburanku normal. Kalau kamu nggak minum obat, gimana kalau benar-benar hamil?"Yuvi membalas, "Aku ...."Victor langsung menyela, "Jangan-jangan, Nona Yuvi memang sengaja mau mengandung anakku?"Yuvi terdiam dan tak bisa berkata apa-apa. Sekarang, dia benar-benar berada di posisi sulit. Pil kontrasepsi tidak boleh diminum. Itu bisa membahayakan bayi dalam kandungannya. Namun kalau dia menolak, Victor pasti akan mengira dia sengaja ingin hamil.Yuvi berujar, "Aku ....""Di depan ada apotek. Kita berhenti sebentar dan beli sekarang."Mobil pun
Molita mengangguk. "Oke. Kak, nanti kamu antar Kak Yuvi pulang."Yuvi buru-buru berkata, "Nggak perlu!"Victor justru menimpali, "Oke!"Dua suara itu terdengar bersamaan.Yuvi menoleh sekilas ke arah Victor di seberang dan terdiam.....Suasana sarapan pagi itu terasa sangat canggung. Setelah selesai makan, Yuvi bersiap-siap untuk pulang.Saat itu, beberapa teman perempuan Molita masuk. Mereka semua sangat menyukai Yuvi, kali ini khusus datang untuk mengantar kepergiannya."Kak Yuvi, lain kali seringlah datang main."Yuvi membalas sambil tersenyum lembut, "Oke."Pada saat ini, Yuvi tidak melihat Nissa sehingga bertanya dengan heran, "Eh, Nissa ke mana? Kenapa dia nggak ikut datang?"Molita juga bingung. "Ya, Nissa ke mana?""Molita, Kak Yuvi, hari ini Nissa sudah mengurus surat keluar. Dia pindah ke kampung halamannya. Mulai sekarang, kita nggak akan bisa bertemu dengannya lagi."Nissa pindah?Kenapa begitu mendadak?Di saat itu, Victor berjalan mendekat. "Waktunya berangkat."Yuvi men
Yuvi yang tadinya sudah kaku ketika disebut "kucing liar", kini langsung menghirup napas dalam-dalam setelah mendengar istilah itu berubah jadi "kucing nakal". Dia menatap Victor dengan tatapan tak percaya.Apa dia sendiri sadar dengan omongannya barusan?Yuvi sama sekali bukan kucing nakal!Sungguh bukan!Molita buru-buru berkata, "Kak, cepatlah bikin sarapan. Aku dan Kak Yuvi sudah lapar."Victor meletakkan gelasnya. "Oke, aku masak sekarang."Victor berjalan masuk ke dapur.Dengan ekspresi masih penuh rasa canggung, Yuvi buru-buru berkata pada Molita, "Molita, aku ke kamar sebentar."Molita mengangguk. "Oke."Yuvi kembali ke kamar dan langsung menuju kamar mandi. Dia menyalakan shower dan mulai mandi.Yuvi membiarkan air hangat mengguyur dari atas kepala. Itu sedikit meredakan rasa pegal dan lelah di tubuhnya. Hanya saja, di kulit putihnya masih terlihat jelas banyak cupang. Semua itu adalah jejak yang Victor tinggalkan semalam.Semalam, Victor seolah-olah memang sengaja. Pria itu s
Victor memperhatikan dengan saksama ekspresi wajah Yuvi. "Ada apa?"Di seberang, Jessica terdengar cemas. "Victor, sadarlah. Nona Yuvi itu cuma seorang wanita penggoda. Dia berniat merayumu!"Yuvi kehabisan kata-kata. Mengatakan hal itu tepat di hadapannya, apa pantas?Selain itu, Yuvi sama sekali tidak menggoda Victor. Justru pria itulah yang memaksa dirinya.Yuvi mendongak, lalu menatap Victor dengan tatapan yang penuh amarah.Victor melihatnya. Yuvi baru saja bangun tidur. Rambut hitam panjangnya terurai berantakan. Wajahnya terlihat murni dan cantik. Di tubuhnya, hanya ada tank top tipis sehingga sebagian besar kulit putih mulusnya terpampang. Dia mendongak dengan wajah mungil. Mata beningnya penuh protes dan rasa malu, seolah-olah ingin marah tetapi juga menahan diri.Tubuh Victor kembali panas. Tanpa menahan diri, dia menunduk dan mencium Yuvi.Yuvi kaget sampai bersuara. Dia benar-benar terkejut sekaligus ketakutan. Dia tidak menyangka Victor akan begitu berani. Bahkan saat masi
Victor menatapnya. "Kamu sentuh aku?"Kapan pria itu bangun?Bulu mata panjang Yuvi bergetar. Wajah mungilnya langsung merona karena pertanyaannya. Dia buru-buru menarik kembali pergelangan tangannya. "Nggak kok."Victor malah menggenggam tangannya erat, lalu menatapnya dengan tatapan penuh minat. "Nggak menyentuhku? Jadi, barusan kamu mau apa? Nona Yuvi, coba jelaskan dengan baik.""A ... aku ...." Yuvi benar-benar tidak tahu harus menjelaskan apa.Victor justru melengkungkan bibir tipisnya dengan senyum yang penuh arti. "Nggak bisa menjelaskan? Menurutku, Nona Yuvi sebenarnya tergoda oleh kegantenganku, bahkan sampai tenggelam di dalamnya."Yuvi langsung menarik tangannya sekuat tenaga dan membantah, "Aku nggak begitu!"Victor malah membalikkan tubuh dan langsung menindihnya.Yuvi terkejut. "Kamu mau apa?"Victor balik bertanya, "Menurutmu, aku mau apa?"Tubuh Yuvi seketika menegang. Sebab, dia bisa merasakan jelas perubahan pada tubuhnya. Sesuatu yang keras menekan dirinya.Semalam