“Jangan pernah main api, Indy.” Satu kalimat yang Indy dapatkan sebelum bibirnya dicumbu dengan penuh hasrat oleh seorang pria yang usianya jauh di atas Indy dan gilanya pria itu adalah Dimas Berlian, Dirut salah satu perusahaan kosmetik terbesar si Indonesia dan ayah sahabatnya sendiri! Indy tahu dia bermain api, Indy tahu apa yang ia perbuat salah. Tapi, cumbuan, sentuhan dan sorot mata Dimas yang selalu memandangnya dengan tatapan menggoda tak mampu membuat Indy menolak pesona pria matang tersebut. Indy dibuat makin terjerat dan terbelit tanpa ampun dalam cinta penuh gairah namun mematikan. Cinta penuh halangan dari orang sekitar, calon mertua, dan cinta masa lalu. Cinta yang penuh amarah namun berakhir panas dan liar di ranjang.
View More"Otak kamu nggak waras, yah!" sentak Dimas geram.
Indy yang saat itu sedang duduk di depan Dimas hanya bisa memamerkan deretan gigi putihnya, "Ih ... Om kasar, Indy nggak suka." Dimas hanya bisa mengambil napas sebanyak-banyaknya dan mencoba menenangkan diri dari kelakuan Indy yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat anak semata wayangnya. Almira. "Om, nggak boleh kasar-kasar ... nanti ...." Indy berdiri dan berjalan ke arah Dimas dan menarik lengan baju pria itu sambil mengedipkan sebelah matanya, "Om, jadi suka sama Indy loh, Om." Dimas mengangkat tangannya lalu menyentuh kening Indy berusaha mengecek suhu tubuh perempuan di sampingnya, dia takut Indy demam hingga melakukan tindakan-tindakan bodoh contohnya seperti saat ini. Merayunya. "Om ...." Indy mengedipkan kedua matanya beberapa kali mencoba untuk menggoda Dimas. Pria yang umurnya hampir dua kali lipat dari umur dirinya. "Indy, kamu kalau sakit berobat ke rumah sakit, bukan ke sini." Dimas kemudian berdiri dan membenarkan pakaiannya sambil melihat Indy yang saat ini sedang duduk menantapnya. Dimas akui Indy cantik, kulitnya kuning langsat, senyumnya manis ditambah terdapat lesung pipit di salah satu pipinya dan Dimas yakin dua ribu persen kalau ada buah dada yang menakjubkan di balik kemejanya. Tapi, Dimas masih waras! Indy itu sahabat anaknya! "Indy kan cuman nanya ke Om tadi tuh." Indy dengan sengaja menyilangkan kedua tangannya di bawah buah dadanya hingga membuat buah dadanya mengintip malu-malu dari balik kemeja. Dimas membulatkan matanya saat tak sengaja melihat pemandangan indah yang membuat pikiran liarnya meronta. Sumpah demi apa pun dia itu lelaki normal! "Indy!" "Apa lagi? Salah Indy apa?" tanya Indy bingung sambil menatap Dimas, "Indy kan tadi cuman tanya Almira di mana? Om malah bilang otak Indy nggak waras." Indy sejujurnya tahu kenapa Dimas bisa sekesal itu pada dirinya. Dia memang sengaja menggoda Dimas saat tadi datang, mengenakan kemeja oversize yang dua kancing atasnya terbuka dipadankan dengan celana jeans yang melekat sempurna dibadannya pasti membuat Dimas risih. Namun, Indy tidak peduli karena sejujurnya dia memang suka menggoda Dimas, pria yang masih terlihat gagah diusianya yang sudah kepala 4. Pria gagah nan matang yang memiliki sorot mata yang mampu membuat Indy tertarik atau mungkin jatuh cinta pada pandangan pertama. "Kamu itu masih kecil Indy, nggak sepantasnya menggoda Om kaya ...." Dimas tidak melanjutkan kata-katanya karena dia bingung dan paham bila ia lanjutkan maka otomatis akan membuat dirinya terlihat seperti om-om mesum. Dan dia bukan om-om mesum! "Ini baju sopan loh, Om," ucap Indy sambil berdiri dan menggerakan kerah bajunya hingga membuat mata Dimas membulat dan langsung mengalihkan pandangannya. "Sudahlah ... kamu cari Almira, kan?" tanya Dimas yang langsung dijawab anggukan oleh Indy. Tanpa sadar Dimas tersenyum karena melihat kepolosan Indy. "Almira di kamarnya dan kamu tahu di mana kamar anak saya, nggak usah minta antar ...." Dimas menunjuk ke arah lorong, "Om banyak kerjaan." Indy langsung mengerucutkan bibirnya seperti anak TK yang tidak diizinkan memakan permen. Indy kesal karena tidak bisa menggoda Dimas lagi. Indy sangat suka menggoda Dimas, semenjak ia bersahabat dengan Almira dari SMA, ia selalu menggoda Dimas dengan berbagai macam cara. Awalnya Indy iseng tapi, lama-lama menjadi candu yang menumbuhkan perasaan aneh di hati Indy. Mungkin perasaan cinta atau mungkin sesuatu yang mengisi kekosongan di hati Indy yang sudah menjadi yatim semenjak usia 3 tahun. Indy membutuhkan sosok ayah untuk dijadikan cinta pertamanya dan kebetulan Dimas adalah figure yang Indy anggap bisa menggantikan posisi itu dengan cara yang berbeda. Indy berjalan ke pintu kamar Almira dan mendapati sahabatnya itu sedang membereskan barang-barangnya. "Kenapa lo?" tanya Almira yang kaget saat melihat wajah Indy, "sepet bener cem orang kurang dibelai." "Iya, gue kurang dibelai bapak lo," ucap Indy asal sambil menutup pintu kamar Almira lalu menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang sahabatnya itu. "Bapak gue gila kalau ngebelai elo! Yang ada dia didakwa melakukan pelecehan anak," canda Almira yang merasa kalau omongan Indy hanya sebuah candaan semata. "Bapak lo ganteng sih, padahal umurnya udah 40-an." "44 tahun," koreksi Almira, "dan yup ... bapak gue kawin muda ... dia nggak mau emak gue kabur jadi, langsung dikawinin." Almira yang tahu apa yang akan Indy tanyakan langsung menjawabnya. "Ah, sudahlah ... biarkan perasaan ini terkubur di dalam relung hatiku," canda Indy sambil tertawa renyah dan duduk di pinggir ranjang Almira. "Hari ini kamu jadi mau ke kedutaan Australia?" "Jadi ... dari sana aku langsung ke pulau seribu sama yang lain, kamu ikut aja, Ndy ... soal biaya biar aku yang tang—" "Nope ...." Indy langsung menyilangkan kedua tangannya, "nggak usah ... aku nggak mau repotin kamu. Dan lagi, aku juga banyak kerjaan ... kamu tau kan, aku harus mengurus beberapa berkas buat magang." Almira hanya mengangguk, percuma rasanya memaksa Indy. Sahabatnya itu keras kepala, "Oke, kamu yang rugi." Tok ... tok .... "Almira, Papa mau ke kantor lagi, kamu jadi kan ke Kedubes Australia buat wawancara dan setelahnya kamu nginep di apartemen Indy?" tanya Dimas sesaat dirinya membuka pintu kamar Almira. "Hah ... nginep gi—-" Almira langsung merangkul Indy dan menatap Indy tajam seolah mengatakan kalau Indy harus mengiyakan apa pun yang Almira katakan, "Iya, Almira nginep di tempat Indy. Iyakan In-dy?" Indy yang langsung paham kalau sahabatnya itu tidak mengatakan akan ke pulau seribu dengan kekasih juga teman-teman lainnya langsung tersenyum jahil, "Iya, Om ... Almira aman di apartemen aku." Dimas memicingkan kedua matanya mencoba mencari apakah kedua bocah itu sedang membohonginya. Tapi, dia sama sekali tidak melihat kebohongan di mata kedua anak tersebut, anak bau kencur berumur 23 tahun seperti mereka memang bisa apa? "Oke, tolong dijaga Almira." Indy langsung merangkul Almira sambil berkata, "Tenang ... aku akan menjaganya selayaknya ibu sambung yang baik, Om." Dan seketika itu juga Dimas mendengus kesal sambil keluar dari kamar Almira dan berkata, "Tolong sahabat kamu itu dibawa dulu ke rumah sakit." "Kenapa Om? Indy nggak sakit." "Mungkin kamu nggak sakit, tapi, otak kamu itu pasti terbentur tanpa sengaja, hingga pikiran kamu melantur, Indy!" ucap Dimas kesal. •••"Terima kasih banget sahabat sejatiku, sebumi dan setanah air ku," ucap Almira sambil memeluk Indy dari belakang."Sinting kamu yeh, bapak kamu ampe masuk RS cuman gara-gara tau anaknya ngelayap ama si Ferry monyong itu," maki Indy kesal sambil berbalik dan mendelik ke arah Almira."Dih, ngambek ... dah kaya ibu sambung aku aja," ucap Almira santai sambil duduk di samping Indy."Awas kamu yeh, kalau aku jadi ibu sambung kamu. Aku kurung kamu kalau bikin bapak kamu masuk RS lagi," ucap Indy sambil menggerakkan tangannya seperti orang mengunci pintu.Hampir dua minggu setelah kejadian Indy mengurusi Dimas. Setelah Indy pura-pura tidur untungnya Almira datang dan menangis meminta maaf pada Dimas."Tapi, karena itu kamu bisa magang di sini kan," ucap Almira sambil merentangkan tangannya dan menunjuk ke arah tulisan PT. Berlian Technology and innovation."Iya sih," sahut Indy yang memang sedang mencari tempat magang yang bisa memuluskan dirinya untuk mendapatkan nilai A di mata kuliah inte
"Maaf permisi waktunya minum O ...." Suster tersebut tidak melanjutkan perkataannya dan malah berdiri mematung menatap Indy juga Dimas yang terlihat sangat mesra.Spontan Indy dan Dimas melihat ke arah sumber suara, lalu dengan cepat Indy mendorong Dimas hingga lelaki itu terjengkang."Astaga, Indy," maki Dimas yang kaget karena di dorong. Rasanya ia ingin meremas kepala Indy yang membuatnya kalang kabut. Sebentar-sebentar menggodanya, lalu melemparnya, lalu menggodanya lagi dan jangan lupa menyindir dirinya jompo! Ampun ... benar-benar anak ini."Eh maaf, Om ... maaf, Indy nggak sengaja? Sakit?" tanya Indy spontan sambil menyentuh bagian-bagiam tubuh Dimas secara serampangan. "Udah ... udah, udah." Dimas berteriak kesal karena apa yang Indy lakukan lagi-lagi membuat ia harus menggemeretakan giginya menahan hasrat. Baju tidur yang Indy kenakan benar-benar membuat nafsu Dimas hampir meledak."Ehem ...."Suara itu langsung membuat Indy dan Dimas terdiam dan menoleh kembali ke sumber su
"Indy!" teriak Dimas frustasi, terkadang dia kesal setengah mati dengan sahabat anaknya ini. Entah polos, entah pura-pura bodoh atau bahkan terlalu pintar hingga cara Indy menggoda dirinya kadang diluar nalar.Dimas lelaki yang sudah makan asam garam dunia percintaan, mungkin dia menikah muda hingga sudah memiliki anak berusia 23 tahun di usianya yang baru 44 tahun. Tapi, menduda selama 10 tahun membuat ia menemukan berbagai macam bentuk wanita.Semua godaan wanita dari yang terhalus sampai terfrontal pernah ia rasakan, dari wanita yang murahan hingga yang terlihat mahal namun liar di ranjang pernah ia rasakan. Tapi, mendapatkan godaan dari gadis bau kencur seperti Indy benar-benar membuat dia tak habis pikir!Namun, yang gilanya kenapa dia akhir-akhir ini merasa tertarik dengan Indy! Padahal dulu dia hanya menganggap gadis itu hanya anak perempuan bau kencur bukan wanita yang memliki daya tarik seksual yang membuat ia harus menahan ledakan hasratnya sendiri. Gila!"Om, nggak salah ur
"Nggak waras kamu Indy!!!""Hah?" Indy kaget saat mendengar perkataan Dimas sampai tanpa sadar ia menunjuk hidungnya sendiri, "Aku? Nggak waras?"Dimas langsung melemparkan berkasnya ke atas pahanya dan membuka kacamata miliknya. Jemarinya memijat-mijat kedua matanya, sambil sesekali memanggil nama Indy dengan frustasi."Cobaan apa lagi ini, Tuhan," batin Dimas sambil berusaha menenangkan hati juga pikirannya dan sesuatu yang tanpa permisi sedikit mengeras di antara kedua pahanya. "Om kenapa sih? Indy ini cuman mau liat Om, katanya Om sakit?" tanya Indy bingung kenapa Dimas bereaksi berlebihan akan kedatangannya. "Aku diminta sama Almira buat ngurus Om, dia katanya baru datang nanti siang."Sekali lagi Indy berdusta karena sejujurnya dia tidak tau kapan pastinya Almira datang apalagi kalau seandainya Almira tahu keadaan Dimas yang baik-baik saja. Dimas menggeleng dan menengadah sambil sesekali melirik Indy yang berjalan mendekati dirinya. Matanya mengerjap berusaha untuk tidak melih
Kring ... Kring ....Suara dering dari ponsel Indy membuat gadis itu berjuang membuka matanya. Tangannya bergerak-gerak mencari ponselnya sedangkan bibirnya berkomat-kamit memaki orang yang meneleponnya di pagi hari."Orang gila mana yang nelepon jam ...." Indy menggantungkan perkataannya sambil melirik ke arah jam dinding, "jam empat subuh! Ngapain Almira!!!"Mata Indy langsung membulat sempurna, cacian dan hinaan makin banyak Indy keluarkan dari bibirnya. Indy bukan morning person hal itu membuat dia sangat sulit untuk bangun pagi dan membenci manusia-manusia tidak waras yang menelepon sepagi itu."Iya halo ape?" tanya Indy dengan suara yang sedikit membentak dan ketus. Sumpah kalau bukan hal penting, Indy akan ngamuk sengamuk ngamuknya. "Apa Almira? Kamu gila yah, nelpon jam 4 subuh? Mau nyuruh kajian rohani?""Indy tolong!"Spontan Indy membangunkan tubuhnya dan mengerjap, "Kenapa? Kamu kenapa? Ada apa? Ferry ngapain kamu?" Indy langsung memberondang Almira dengan berbagai macam p
"Otak kamu nggak waras, yah!" sentak Dimas geram.Indy yang saat itu sedang duduk di depan Dimas hanya bisa memamerkan deretan gigi putihnya, "Ih ... Om kasar, Indy nggak suka."Dimas hanya bisa mengambil napas sebanyak-banyaknya dan mencoba menenangkan diri dari kelakuan Indy yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat anak semata wayangnya. Almira."Om, nggak boleh kasar-kasar ... nanti ...." Indy berdiri dan berjalan ke arah Dimas dan menarik lengan baju pria itu sambil mengedipkan sebelah matanya, "Om, jadi suka sama Indy loh, Om."Dimas mengangkat tangannya lalu menyentuh kening Indy berusaha mengecek suhu tubuh perempuan di sampingnya, dia takut Indy demam hingga melakukan tindakan-tindakan bodoh contohnya seperti saat ini. Merayunya."Om ...." Indy mengedipkan kedua matanya beberapa kali mencoba untuk menggoda Dimas. Pria yang umurnya hampir dua kali lipat dari umur dirinya."Indy, kamu kalau sakit berobat ke rumah sakit, bukan ke sini." Dimas kemudian berdiri dan membenarkan pa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments