Home / Romansa / Cinta di Antara Sawah / 17 I Bioskop dalam Ancaman

Share

17 I Bioskop dalam Ancaman

Author: Sriyatoen
last update Last Updated: 2025-09-28 17:00:15

“Layang-layang di sawah terbang tinggi, tapi benangnya gampang putus.” — Peribahasa Jawa, Sidomulyo

Sore di Sidomulyo berbau tanah basah dan asap bakaran sampah dari ujung desa. Bioskop keliling Sari Wulandari parkir di lapangan kecil dekat sawah, layarnya compang-camping, tapi masih menarik warga yang bawa tikar buat nonton malam ini.

Suara kaset Rhoma Irama “Begadang” mengalun pelan dari radio tua di samping truk, bercampur aroma pisang goreng dan ketan kukus dari pedagang keliling. Nuansa 80-an hidup di sepeda ontel yang bersandar di pohon sawo, anak-anak main layangan dengan kertas koran, dan poster “Siti Nurbaya” yang ditempel di bak truk.

Ardi Santoso berdiri di dekat proyektor, tangannya bantu Sari ngelap lensa, pikirannya kacau gara-gara kaleng bensin dan surat ancaman Pak Darmo yang dia temuin di sawah. Gue gak boleh biarin Mbak Sari kena masalah, pikirnya, matanya nengok ke sawah keluarganya yang gelap di kejauhan, bayang-bayamg padi bergoyang di angin.

Paman Sari, Pak Gatot
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Cinta di Antara Sawah   39 I Rahasia Besar

    “Kebenaran itu seperti air di sawah, mengalir pelan tapi tak terbendung.” — Peribahasa Jawa, Sidomulyo.Siang di Sidomulyo terasa membakar, matahari menyengat lapangan desa. Sari Wulandari berdiri di depan warga, batik birunya berkibar di angin panas, keringat menetes di dahinya. Ardi masih di penjara, aku harus ungkap semua, pikirnya, tangannya mencengkeram kertas salinan bukti. Warga menatapnya, penuh harap meski wajah mereka cemas.Rendra Wijaya di sampingnya, luka di lengannya masih perih, kain balutannya kotor oleh debu jalan. “Mbak Sari, kita ke rumah Pak Darmo sekarang,” katanya pelan, matanya waspada ke gang-gang desa. Gue takut, tapi Di perlu kita, pikirnya. Sari mengangguk, jantungannya kencang. Ibu, aku lakuin ini buat Sidomulyo, pikirnya.Di penjara desa, Ardi Santoso duduk di lantai semen, borgol menggigit pergelangannya, memar di wajahnya membengkak. Cahaya lampu minyak tanah redup d

  • Cinta di Antara Sawah   38 I Sari Melawan

    “Perjuangan itu seperti sawah kering, butuh hujan untuk tumbuh.” — Peribahasa Jawa, Sidomulyo.Pagi di Sidomulyo ramai, warga berkumpul di lapangan desa di bawah sinar matahari yang terik. Sari Wulandari berdiri di tengah, batik birunya rapi meski matanya merah karena menangis semalaman. Aku harus selamatin Ardi dan bioskop, pikirnya, tangannya mencengkeram mikrofon tua berkarat. Warga berbisik, beberapa ragu, tapi mata mereka penuh harap.Rendra Wijaya berdiri di samping Sari, luka di lengannya dibalut kain lusuh, darah merembes pelan. “Mbak Sari, loe yakin ngadepin Pak Darmo?” tanyanya pelan, matanya cemas. Gue dukung loe, tapi ini bahaya, pikirnya. Sari mengangguk, suaranya tegas. “Mas Rendra, ini demi Sidomulyo,” katanya. Aku gak akan nyerah, pikirnya.Sari mengangkat mikrofon, suaranya menggema di lapangan. “Warga Sidomulyo, Ardi gak bersalah! Pak Darmo jebak dia!” ter

  • Cinta di Antara Sawah   37 I Penjara Desa

    “Kesetiaan itu seperti pohon di sawah, akarnya kuat meski badai datang.” — Peribahasa Jawa, Sidomulyo.Tengah malam di Sidomulyo, penjara desa yang dingin dan lembap menelan Ardi Santoso. Borgol di tangannya menggigit kulit, lantai semen kasar menggores lutut. Cahaya lampu minyak tanah redup dari luar jeruji, bayang polisi bergerak pelan. Ayah, gue gak akan nyerah, pikirnya, matanya menatap dinding penuh lumut.Sari Wulandari berdiri di pematang sawah, batik birunya compang-camping, angin malam membekukan tulang. Ardi, loe gak boleh nyerah, pikirnya, air mata membasahi pipi. Dia menatap penjara dari kejauhan, tangannya mencengkeram ilalang. Ibu, aku harus selamatin bapak, pikirnya.Rendra Wijaya bersandar di pohon sawo dekat rumah Pak Lurah, luka di lengannya dibalut kain lusuh. Di, gue bikin loe masuk penjara, pikirnya, rasa bersalah menggerogoti. Dia mengepal tangan, wajahnya pucat di bawah bulan p

  • Cinta di Antara Sawah   36 I Titik Balik

    “Kebenaran itu seperti padi di sawah, tumbuh pelan tapi tak bisa ditekan.” — Peribahasa Jawa, Sidomulyo.Malam di Sidomulyo terasa mencekam, angin dingin menerpa rumah Pak Lurah. Ardi Santoso, Sari Wulandari, dan Rendra Wijaya bersembunyi di loteng, napas mereka tersengal. Kotak besi bukti korupsi Pak Darmo tergeletak di samping Ardi, kertas tua di dalamnya penuh rahasia. Ini nyawa kita sekarang, pikirnya, jantungannya kencang.Sari duduk di sudut loteng, batik birunya basah lumpur, matanya penuh ketakutan. Ibu, mimpimu hancur, aku gagal, pikirnya, tangannya gemetar. Ardi meliriknya, hatinya perih. Mbak Sari, gue selamatin loe sama bukti ini, pikirnya, tangannya mencengkeram kotak besi.Rendra bersandar di dinding kayu, lengan masih berdarah dari luka golok. “Di, Mbak Sari, kita harus bawa bukti ini ke pasar besok,” katanya pelan, suaranya serak. Bapak gue mungkin dalang, tapi gue pilih kebena

  • Cinta di Antara Sawah   35 I Pengakuan Cinta

    “Cinta itu seperti air di sawah, jernih tapi mudah keruh.” — Peribahasa Jawa, Sidomulyo.Malam di Sidomulyo gelap, angin dingin menyapu sawah luas. Ardi Santoso, Sari Wulandari, dan Rendra Wijaya bersembunyi di gudang tua dekat pematang. Bau jerami basah menyengat, kotak besi bukti korupsi Pak Darmo di tangan Ardi. Kita hampir ketahuan tadi, pikirnya, jantungannya masih kencang.Sari duduk di sudut, batik birunya lusuh, wajahnya pucat setelah bioskop keliling hancur. Ibu, mimpimu hilang di tanganku, pikirnya, matanya berkaca. Ardi meliriknya, hatinya perih. Mbak Sari, gue gak akan biarin loe sendiri, pikirnya.Rendra bersandar di dinding kayu, jaket jeansnya robek, darah kering di pelipis. “Di, Mbak Sari, kita harus ke Pak Lurah malam ini,” katanya pelan. Bapak gue mungkin di belakang ini, tapi gue pilih kalian, pikirnya. Ardi mengangguk, tapi matanya ke Sari. Ren, loe berani, tapi Mb

  • Cinta di Antara Sawah   34 I Bioskop Terakhir

    “Kenangan itu seperti layar bioskop, redup tapi tak pernah hilang.” — Peribahasa Jawa, SidomulyoMalam di Sidomulyo hening, hanya suara jangkrik dan angin menerpa sawah. Bioskop keliling Sari Wulandari berdiri di ujung desa, layar putih compang-camping berkibar pelan. Sari berdiri di depan proyektor, wajahnya pucat tapi tegas. Ini pemutaran terakhirku, pikirnya, hatinya perih.Ardi Santoso duduk di barisan depan, kotak besi bukti korupsi Pak Darmo di pangkuannya. Mbak Sari, loe gak boleh nyerah, pikirnya, matanya penuh kekhawatiran. Dia melirik penonton, warga desa yang datang meski tahu ancaman Pak Darmo. Mereka percaya sama Mbak Sari, pikirnya.Rendra Wijaya tiba, jaket jeansnya berdebu dari Semarang. “Di, Mbak Sari, gue datang,” katanya pelan, duduk di samping Ardi. Gue taruhan semuanya buat kalian, pikirnya, ingat demo dan borgol polisi. Ardi menatapnya, lega. Ren, loe beneran bal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status