Ibu Ani kembali meraih gawai. Ia menghubungi Ibu Ning--ibu Jojo. Menceritakan apa yang baru saja terjadi dengan Sari dan meminta bantuan untuk mencari tahu melalui Jojo.
[Aduh Gusti… ada apa anak-anak, ya, Bu? Acara sudah matang begini. Tolong rayu Sari, Bu. Nanti saya bicara dengan Jojo.]
Ibu Ning sempat kesal mendengar cerita Ibu Ani. Menyalahkan sepihak Sari dalam hati. Namun, ia tersadar belum mendengar cerita dari Jojo. Bagaimana jika Jojo yang membuat salah sehingga membuat Sari marah dan ingin membatalkan?
Ibu Ani sempat bingung tetapi ia berjanji akan menanyakan ke Jojo lebih dulu dan membantu menyelesaikan. Ia pun berusaha berulang menghubungi Jojo. Tidak ada jawaban. Nomornya masih juga belum aktif.
Hatinya bimbang. Memikirkan bagaimana kalau benar dibatalkan. Mau ia taruh dimana mukanya? Keluarga besar sudah ada yang menyumbang untuk acara. Begitu adat di kampungnya.
Keluarga dan tetangga biasanya mengirim hasil bumi untuk acara hajatan. Beberapa orang tetangga juga sudah berpesan akan mengirim ini dan itu mendekati hari H.
Di tempat yang berbeda, Jojo baru tiba di bandar udara. Ia segera menuju indekos Erika. Tanpa memeriksa gawainya sama sekali. Beberapa pesan dan panggilan dari ibunya belum sempat ia lihat.
Setibanya Jojo di indekos Erika. Erika menampilkan wajah kesal. Meskipun sebenarnya ia senang bahwa Jojo datang menemuinya.
Erika berpura-pura marah. Berharap Jojo akan memanjakannya seperti biasa.
"Ayo, kita ke klinik," ucap Jojo.
Erika tertegun. Mengapa bukan merayu seperti yang sudah-sudah. Jojo justru mengajaknya ke klinik. Erika menolak beralasan sudah malam. Namun, Jojo memaksa untuk tetap ke klinik sekarang.
Besok Jojo tidak bisa mengantar. Ia ingin melihat dan menyaksikan sendiri kabar kehamilan kekasihnya itu dari dokter.
"Sudah malam. Jauh. kenapa kamu memaksa? Apa kamu tidak percaya?" Erika menatap Jojo kesal.
"Oke, mana hasil tespek itu?"
"Sudah kubuang. Bukankah kamu tidak peduli dan tetap menikah dengan wanita itu?"
"Nggak gitu, Ka. Ayolah, aku lelah. Aku mau selesaikan masalah satu-satu. Jika benar kamu hamil, kita akan menikah segera dan aku batalkan dengan Sari."
"Oh, jadi kamu menikahi aku kalau hamil saja? Jika tidak hamil, tidak menikah? Hebat kamu!"
Jojo duduk pada sebuah sofa, bersandar di sana dan mengusap wajahnya berulang. Ia merasa salah bicara. Membuat keadaan semakin rumit. Bukan terselesaikan.
"Lagi pula aku tidak menyangka, mengapa kamu mau menikah dengan gadis yang lebih buruk dari aku? Setidaknya carilah gadis yang lebih cantik."
Jojo menatap Erika dalam. Ia tidak menyangka Erika bicara seperti itu. Jojo jadi tidak yakin untuk mempertahankan hubungannya.
Sari yang sedari tadi marah, ia seharusnya benci terhadap Erika tak sedikit pun keluar ucapan atau omongan menghina Erika.
Namun, apa yang dilakukan Erika? Gadis yang berbicara lembut selama ini di hadapannya, bisa-bisanya menghina fisik orang lain.
Rasa cinta yang sangat besar kepada Erika tiba-tiba hilang. Jojo merasa lebih menyukai sikap Sari meskipun ia selalu memaksa buru-buru menyelesaikan masalah. Bawel dan sering membuat lelah dengan segala ucapannya. Namun, tata krama dan sopan santun gadis itu dikala marah tetap terjaga.
"Erika, kau tahu, di sini akulah yang jahat. Harusnya aku yang kau hina. Sari adalah korban. Meskipun dia tidak secantik kamu, tetapi hatinya lebih baik." Jojo mengatur napas.
Kini amarah merasukinya. Entah mengapa, semua bayang-bayang Sari muncul. Sifat, sikap dan kebaikannya selama mereka dekat mengelilingi pikiran Jojo. Menyalahkan diri yang egois mementingkan nafsu.
Betapa bodohnya Jojo, telah menyia-nyiakan kesempatan menikahi gadis baik-baik seperti Sari. Ia menyesal telah membuat keputusan yang salah.
"Aku datang kesini ingin memperjelas kelanjutan hubungan kita baik-baik. Mengapa kamu menutupi sesuatu? Jadi, apakah benar kehamilan itu? Asal kamu tahu, aku sudah memutuskan untuk menikahimu meski hamil atau tidak. Namun, aku butuh waktu untuk membuat keluarga menerimamu."
Erika menghampiri Jojo. Duduk di sebelahnya dan memeluk. Ia terisak. Memohon maaf pada Jojo dan meminta lelaki itu tetap tinggal di hatinya. Lalu mengakui kebohongan masalah tespek. Foto itu, Erika ambil dari internet. Takut kehilangan Jojo. Akalnya mengambil keputusan untuk berbohong.
"Aku minta maaf. Kita sudahi saja. Kau pasti bisa mendapat lelaki yang lebih baik dari aku," ucap Jojo dan melepaskan pelukan.
Mereka saling pandang. Tumpahan air mata telah membasahi pipi Erika. Seolah Jojo tidak peduli. Ia membuang pandangan.
"Kenapa semua yang ingin gue dapetin, pergi! Kenapa, Jo?! Apa gue nggak pantas mendampingi lu? Terlalu hina dan lebih cocok menjadi wanita simpanan?"
"Bukan itu. Sikapmu tadi menyadarkanku. Sebaiknya aku menuruti perkataan ibu. Menikah dengan Sari. Maaf, Ka." Jojo beranjak dari sofa. Menghampiri pintu keluar.
Erika tak henti berteriak, memaki. Bahkan tak sedikit kata kasar ia lontarkan.
"Gue udah kasih semua! Kenapa lu tetap pergi? Gue selalu ada setiap lu butuh! Kenapa, Jo! Kenapa?"
Jojo berhenti tepat di depan pintu. Tanpa memandang Erika, ia hanya menoleh sedikit ke arah sumber suara.
"Setimpal, bukan? Aku membutuhkan seks dan kamu membutuhkan uang?"
"Bajingan lu, Jo!"
Jojo beranjak. Meninggalkan Erika yang masih berteriak memaki. Ia tidak peduli. Perasaannya sudah hilang terhadap Erika dan ia menyadari bahwa cinta yang dimiliki hanya sekadar kebutuhan lahir semata. Bukan cinta sesungguhnya.
Sesampainya di lantai dasar, dering gawai Jojo membuyarkan amarahnya. Terlihat nama ibunya di sana. Ia yakin, Sari telah bicara untuk membatalkan pernikahan mereka.
Sejenak Jojo berhenti melangkah. Mengatur napas sebelum mengangkat telepon.
[As-salamu 'alaikum, Bu.]
[Wa 'alaikumus-salam, Le. Le….]
Tangis Ibu Ning pecah dari balik panggilan telepon.
Bersambung….
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj