Mag-log inCHIRP~! CHIRP!
Pagi kedua dan ketiga sudah terlewat, dan kini, pagi keempat pun telah datang.
Suasananya yang hangat nan menentramkan membawa Ayunira tuk membuka terpejamnya kelopak mata dan menampakkan netra hijau indahnya secara lambat, seakan-akan pasrah dengan keadaan.
“Selamat pagi, Nona.”
“….”
Wanita itu diam.
Nyaris tak bergerak sama sekali, dan hanya menatap kosong langit-langit selagi ia masih membaringkan diri di ranjang.
Seakan-akan dia adalah orang yang tunarungu, Ayunira tak mengindahkan sapaan sang kepala pelayan, dan hanya menebalkan muka tuk memalingkan wajahnya ke arah samping lain.
“Mari kita bersiap-siap mengawali pagi dengan penuh semangat~!”
Pagi yang baru lagi kembali tiba.Kali ini, Ayunira menyambut hari dengan mencengkeram erat sendok makan, sambil merasa terusik akibat setiap gerak-geriknya ditatap intens oleh sepasang manik mata ungu Kenan Adijaya.Padahal, dari hari kemarin dan kemarinnya lagi, orang itu hanya asyik menugaskan kepala pelayan supaya menghantar makanan ke dalam kamarnya saja.Namun, lihatlah sekarang!“Apa yang kamu tunggu, istriku~?”Sambil menangkup dagu memakai tangan kanan yang bertumpu pada kepala kursi, di mana ia sengaja menduduki kursinya dalam posisi depannya dibalik, pria itu menyipitkan mata dan mengulas senyum.“Makanlah selagi makanannya masih panas.”Tentunya, ini menambah beban baru bagi Ayunira.Jujur, dia merasa terganggu.Apalagi, saat ia diam-diam melirik Kenan melalui ujung ekor matanya, dan langsung mendapati ekspresi wajah pria itu tampak serius memerhatikan dan menilai perbuatan di balik topeng ramahnya, wanita bermata hijau zamrud tersebut semakin tertekan.“Atau jangan-jangan
“Bagaimana?”Pagi yang baru telah berlalu.Hari ini, Kenan direpotkan oleh rasa terganggu, saat mengetahui bahwa wanita yang telah sah menjadi istrinya itu, tak kunjung menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Jangankan tuk keluar dari kamar dan bertegur sapa dengan penghuni rumah ini.“Beliau masih mendiamkan diri.”Mendengar penuturan dari kepala pelayan, Kenan jadi tahu kalau istrinya, Ayunira Larasati Adijaya, memang seperti sudah tak memiliki niatan tuk hidup terus.“Beliau tidak mengisi perutnya sedari malam. Saya jadi khawatir, Tuan.”Dia tidak menolak atau pun menerima makanan yang disodorkan kepala pelayan ke kamarnya.Walau masakan yang disajikan tercium wangi, serta berbahan dasar makanan kualitas terbaik, sepertinya itu tak cukup untuk menggugah selera Ayunira.Diam. Dia hanya mendiamkannya.Yang wanita itu lakukan sampai pagi buta ini hanya berbaring menyamping kanan, dengan sorot mata hijau kosongnya memandang ke arah luar kaca jendela secara hampa.“Haa.” Kenan menghel
BRUKK!Pada akhirnya, kesempatan untuk melarikan diri yang kedua kali selagi ada momen dirinya keluar dari kediaman, justru tak kunjung datang.Bagaimana bisa ia melakukan itu, sedangkan, orang yang paling ingin dihindarinya saja terus-menerus berada di sampingnya sepanjang hari ini, dan seperti sedang mengawasinya dari jarak yang sangat-sangat dekat?Benar-benar seperti mimpi di siang bolong saja!“….”Sehingga, di sinilah Ayunira sekarang.Selepas membersihkan diri dan mengeringkan rambut, wanita itu berbaring pasrah di atas ranjang, menatap kosong langit-langit kamarnya yang lagi-lagi masih belum terasa akrab, seterusnya melamunkan sesuatu.“Apakah aku, akan berakhir di sini selamanya?” pikirnya dalam hati, merasa takut sekaligus bimbang dengan situa
“Kita sampai.” Kenan bergumam kecil, memberitahu Ayunira secara tidak langsung selagi ia memarkirkan mobilnya dengan hati-hati di tempat yang sudah semistiknya.Tak lama dari itu, selepas mematikan mesinnya, ia pun segera keluar dari mobil, dan lekas bergegas mengitari kendaraan roda empat itu untuk membukakan pintu bagi wanita yang ditaksir sebagai calon pasangan hidupnya tersebut.“Silakan melangkah keluar, Tuan Putri,” tukas Kenan sambil melintangkan tangan kiri di depan dada, tangan kanan merentang meminta uluran lengan Ayunira, badan sedikit membungkuk, dan kepala yang ditundukkan, kurang lebih semacam meniru apa yang tadi Imelda lakukan.“….”Ayunira mengatupkan bibirnya rapat.Manik mata hijau zamrud itu mendelik.Menatap tidak suka akan rentangan jemari
CHIRP~! CHIRP!Pagi kedua dan ketiga sudah terlewat, dan kini, pagi keempat pun telah datang.Suasananya yang hangat nan menentramkan membawa Ayunira tuk membuka terpejamnya kelopak mata dan menampakkan netra hijau indahnya secara lambat, seakan-akan pasrah dengan keadaan.“Selamat pagi, Nona.”“….”Wanita itu diam.Nyaris tak bergerak sama sekali, dan hanya menatap kosong langit-langit selagi ia masih membaringkan diri di ranjang.Seakan-akan dia adalah orang yang tunarungu, Ayunira tak mengindahkan sapaan sang kepala pelayan, dan hanya menebalkan muka tuk memalingkan wajahnya ke arah samping lain.“Mari kita bersiap-siap mengawali pagi dengan penuh semangat~!”
“…!”Ayunira diam membisu.Wanita itu mematung, kaku seperti patung, dan mulai memalingkan wajahnya tuk menoleh ke samping supaya menatap permukaan tanah berlapis papin blok saja, sebab tak berani menghadap serta memandang langsung akan pria yang kini tengah mengungkungnya.Keringat dingin mulai muncul, datang berjatuhan membasahi dahi.Ditatap intens oleh Kenan dalam posisi yang memojokkan seperti itu, ini sama saja dengan adegan saat sang raja hutan mengagumi mangsa yang memberikannya seonggok daging segar.“Ke mana Imelda?”Cukup lama hanya mendiamkan diri dan lebih memilih tuk memandang Ayunira secara lamat-lamat saja, kini, hal pertama yang ditanyakan oleh Kenan adalah keberadaan kepala pelayan pribadinya, yang membuat wanita dalam kungkungannya tersebut terlonjak kaget.“Kenapa dia tak bersama denganmu?” Tanya Kenan sekali lagi, yang masih diberikan jawaban tak pasti berupa wajah bermulut tersegel rapat nan dipalingkan ke arah lain.Bertepatan dengan rampungnya pertanyaan barusa







