Ellena Wilson nama dari seorang gadis cantik yang memiliki senyuman manis dan berhati baik dari keluarga Wilson.
Ellena bukan hanya cantik dan baik, namun dia juga gadis yang cerdas dan sedikit naif.
Selama ini dia hidup bahagia dengan ayah kandung dan juga ibu tirinya, meski hanya ibu tiri tetapi dia mendapatkan perlakuan sangat baik seperti anaknya sendiri. Mereka berdua memperlakukan Ellena bak tuan putri karena dia tidak memiliki saudara, menjadikan ia mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya.
Namun semua berubah ketika ada seseorang yang iri dengan kebahagiaannya, dengan tega orang itu menculiknya lalu menjualnya ke tempat hiburan malam di negara lain.
Dari sini penderitaan Ellena dimulai...
Hari ini sesuai rencananya, Ellena akan menikmati hari bebasnya sebelum dia mulai menginjakkan kakinya ke perusahaan Wilson Group.
Dia baru selesai mengenyam pendidikan yang sudah diatur keluarga Wilson, untuk menghilangkan rasa penatnya belajar, dia akan bersenang-senang dengan teman-temannya di mall hari ini.
"Pagi Ayah ...." Mencium pipi Tuan Wilson yang sedang duduk di kursi meja makan.
"Pagi Sayang, wah ... anak ayah sudah cantik, mau pergi kemana?" tanya Wilson sambil melipat koran yang baru saja selesai di bacanya.
"Mau jalan sama teman-teman, hari ini aku ingin menikmati kebebasanku sebelum besok masuk dunia kerja," ujar Ellena lalu mulai memasukkan sandwich yang sudah dipersiapkan ibu tirinya.
"Ibu mana?" tanyanya ketika tidak melihat wanita paruh baya yang biasanya duduk di kursi depannya.
"Ibu sedang ada urusan, dia langsung pergi setelah menyiapkan sarapan."
"Oh ...." Setelah itu tidak ada percakapan lagi sampai makanan di piring mereka berdua habis.
Setelah menghabiskan makanannya Ellena segera pamit kepada ayahnya, dia pergi dengan mengendarai mobil kesayangannya.
Di jalanan yang sepi tiba-tiba saja ada mobil lain yang menghadang laju mobilnya. Ellena tidak langsung panik, dengan santai dia membuka kaca mobilnya ketika ada seorang lelaki yang datang ke arahnya.
"Nona, bisa keluar sebentar. Saya membutuhkan sedikit bantuan," ujar lelaki yang tidak mempunyai gelagat mencurigakan, dan itu pasti membuat Ellena tidak merasa curiga.
Ellena mengangguk dan langsung membuka pintu mobilnya, namun tiba-tiba hidung dan mulutnya dibekap dengan sapu tangan oleh orang itu.
Ellena meronta mencoba melepaskan diri, namun dia tercengang ketika melihat sosok perempuan yang keluar dari mobil yang ada di depannya.
"Cepat bereskan sebelum ada yang curiga!" perintah perempuan itu.
Lelaki tadi mengangguk, sedangkan Ellena yang masih terkejut, tubuhnya semakin terasa lemas setelah menghirup obat bius yang akhirnya membuat kesadarannya menghilang.
**********
Cukup lama Ellena pingsan, akhirnya kesadaran mulai menghampirinya.
Tercium bau asap rokok yang menyeruak di Indra penciumannya.
Ellena tidak langsung membuka matanya karena ada beberapa lelaki yang sedang membicarakannya.
"Kasihan sekali nasib gadis ini, dia harus menjadi tumbal keserakahan wanita itu," ujar lelaki yang berkepala plontos.
"Kamu benar, tapi kita bisa melakukan apa, di dunia ini hanya uang yang dapat berbicara," sahut lelaki yang berbadan kurus.
"Eh, tapi kamu yakin 'kan kalau dia hanya sekedar pingsan, kenapa dari tadi dia belum sadar."
Temannya sigap mendekatkan jari telunjuknya ke hidung Ellena untuk memastikan bahwa Ellena masih bernapas.
"Dia masih hidup, mungkin dosis obat bius baru itu sangat tinggi, hingga dia sampai saat ini belum sadar."
Sang lelaki kepala plontos itu mengangguk mengerti, lalu dia mendesah lelah karena tempat tujuannya masih jauh.
"Masih lama?" tanyanya.
"Sepuluh menit lagi kita sampai di pelabuhan, mobil mommy Clara juga sudah disiapkan, jadi kita bisa langsung pergi setelah memasukkan gadis ini ke mobil."
Perkataan dari salah satu lelaki itu membuat Ellena membuka sedikit matanya, Ellena penasaran di mana dirinya saat ini berada. Ellena bisa melihat bahwa dia sedang berada di salah satu ruangan bagian bawah kapal laut.
Lalu Ellena menutup matanya lagi, karena ada air mata yang sedang ia coba tahan setelah mendengar kalimat lelaki yang mempunyai badan kurus itu.
"Tidak heran jika mommy Clara mau memberi uang yang banyak kepada wanita itu, selain gadis ini masih perawan dia juga memiliki wajah cukup cantik, pasti dia akan menjadi pelacur VVIP nya mommy."
"Kamu benar, jika mommy tidak meminta keperawanannya tetap tersegel, sudah pasti sedari tadi juniorku minta dipuaskan nya."
Lalu mereka berdua terkekeh, berbanding balik dengan Ellena yang ingin menangis keras, dalam hatinya dia mengutuk wanita yang sempat dilihatnya tadi sebelum kesadarannya menghilang.
***********
Akhirnya kapal menepi di tempat tujuan, Ellena masih pura-pura pingsan hingga ada suara sebuah mobil mendekat ke ruangan mereka.
Setelah menyelesaikan urusan transaksi cukup singkat, Ellena sudah berada di dalam mobil, dia sekarang berada dengan dua orang lelaki lagi, namun mereka berdua duduk di depan, sedangkan Ellena berbaring sendiri di kursi belakang.
Dalam hati Ellena terus berdoa semoga dia selamat dari kesialan ini. Mobil terus melaju membelah jalanan yang cukup lenggang karena ini mungkin sudah tengah malam.
Dan mungkin hari ini masih keberuntungan Ellena, karena tiba-tiba saja mobil menepi, lalu terdengar suara pintu mobil bagian pengemudi dibuka, Ellena sedikit membuka mata untuk melihat situasi, dia mendesah lega setelah melihat orang satunya lagi mengenakan earphone sambil tertidur.
Ellena tidak membuang kesempatan, dia segera bangun lalu membuka pintu mobil, dengan mengendap-endap Ellena keluar dari mobil itu, dia semakin memelankan langkahnya ketika melihat sang sopir berdiri tidak jauh membelakanginya untuk buang air kecil.
Ellena mempercepat langkahnya memilih masuk ke dalam hamparan tanah luas di seberang jalan yang ditumbuhi pepohonan besar, sepertinya ini hutan pikirnya.
Ellena sudah tidak memikirkan rasa takutnya, dia lebih baik memilih mati dimakan binatang buas dari pada berakhir di tempat hiburan malam.
Cukup jauh Ellena berlari memasuki hutan, tidak peduli banyaknya luka yang dia dapat akibat banyaknya tumbuhan berduri yang menggores kulitnya.
Akhirnya pelarian jauh itu berakhir di sebuah jalan raya cukup luas namun sama sepinya seperti tadi.
Sekarang bukan lagi malam karena terlihat matahari mulai malu-malu menampakkan cahayanya. Tanpa mempedulikan jalan Ellena tetap melangkahkan kakinya, hingga tidak sadar jika ada mobil yang melaju di belakangnya, karena kelelahan dia berjalan sempoyongan hingga membuat mobil itu mengerem mendadak.
Ciittt....
Ellena yang setengah sadar menoleh, mungkin pandangannya kabur akibat kelelahan pikirnya. Bagaimana bisa ada pangeran tampan berada di tengah hutan?
Ellena melihat lelaki itu siap memakinya, namun karena rasa kantuk berat dan pusing yang menyerang kepalanya membuat Ellena tidak bisa mendengar ucapan lelaki yang berada di hadapannya.
Karena sudah tidak kuat menahan berat tubuhnya sendiri, Ellena oleng dan akhirnya dia jatuh.
Bruukk...
"Eh, kok tidak sakit," gumam Ellena dalam hati, sebelum dia tidak sadarkan diri.
Beberapa hari kemudian...Semenjak kejadian itu, Ellena sering merenung sendirian. Namun, jika ada Erwin di rumah, Ellena menjadi sosok yang seperti biasanya. Sebab, Ellena tidak ingin Erwin melihat dirinya yang sebenarnya masih tertekan atas kejadian di hari itu.Sedangkan Erwin sendiri, ia sangat tahu apa yang dirasakan Ellena saat ini, meskipun Ellena selalu berusaha menutupinya.Namun, Erwin juga tidak akan memaksa Ellena agar mau bercerita kepadanya, Erwin mengerti jika Ellena butuh ruang untuk berdamai dengan batinnya sendiri.Ellena yang sedang melamun di balkon kamarnya, ia tersentak saat tiba-tiba Erwin memeluknya dan berbicara padanya."Sayang, maukah kamu menemaniku pergi ke rumah, Tuan Deffin?" tanya Erwin lembut."Sayang, kamu membuatku terkejut. Sejak kapan kamu pulang?""Sudah dari sepuluh menit yang lalu," sahut Erwin seraya mencium pipi Ellena. "Bagaimana dengan pertanyaanku yang tadi? Maukah kamu menemaniku ke rumah Tuan Deffin?"Ellena tersenyum, ia juga langsung men
Meskipun Erwin menyadari apa yang sedang dilakukan Camelia, Erwin tetap mengabaikannya, seolah-olah nyawanya memang tak berharga."Hei, letakkan pistolmu! Ataukah kau ingin mati juga?" teriak Lucas seraya mengacungkan pistol miliknya ke arah Camelia.Camelia tertawa frustasi. "Dia sudah membunuh Kakak ku, apakah kau pikir dia masih pantas untuk hidup?" Julian sebenarnya bukanlah kakak kandung Camelia. Namun, karena Julian pernah menyelamatkan hidupnya, Camelia menganggapnya sebagai kakak, dan karena Camelia telah melihat Erwin membunuh Julian, semua pandangan Camelia terhadap Erwin telah berubah, termasuk perasaannya. Yang ada kini hanyalah dendam yang membara.Mendengar keributan di sekelilingnya, Ellena sontak mendongakkan kepalanya, ia terkejut ketika melihat Camelia mengacungkan pistol ke arah suaminya. Namun, ia lebih terkejut karena Erwin tidak bereaksi sama sekali, justru Erwin masih asyik memeluknya untuk menenangkannya."Apakah kamu juga mencintainya? Kenapa kamu membiarkan
Maju mati, mundur pun mati. Inilah yang harus dilalui Camelia saat ini. Camelia tidak bisa kabur, ataupun bisa bunuh diri dengan mudah. Hari ini ia harus menjalankan semua rencana yang sudah ia dan laki-laki misterius itu susun sebelumnya.Sedangkan di seberang sana, lelaki itu tidak curiga sama sekali, jika rencana mereka dipercepat. Sebab, ia memang pernah mendengar, bahwa Camelia telah jatuh cinta dengan Erwin. Jadi, lelaki itu berpikir bukanlah masalah, karena baginya yang penting adalah ia bisa mendapatkan Ellena, dan akan lebih baik jika Ellena bisa membenci Erwin, karena Erwin telah menyelingkuhinya.Semuanya begitu lancar, seolah pagi ini memang tidak ada kejadian yang aneh. Ellena dan Erwin bisa menikmati sarapan seperti biasanya, setelah tadi Ellena membantu Camelia memandikan Erlena.Jadi, pada waktu sarapan hingga sesudahnya, Ellena sudah tidak mengurus Erlena, sebab Camelia akan mengasuh Erlena hingga Erlena tertidur, baru setelah Erlena nanti bangun, Ellena akan membantu
Camelia baru saja membaringkan Erlena yang tertidur ke dalam boks bayi, lalu kemudian sejenak ia melihat jam yang menggantung di dinding."Lima menit lagi, syukurlah aku masih punya waktu untuk bersiap," ujar Camelia seraya mengambil sisir dan kemudian dengan cepat menyisir rambutnya.Tidak lupa, ia semprotkan parfum dengan wangi yang menggoda, lalu kemudian mengambil lipstiknya yang berwarna merah menyala dan dioleskannya ke bibir tebalnya.Untung saja malam ini Erlena bisa diajak bekerja sama, ia sudah terbangun dan selesai menyusu dengan asi yang sudah diletakkan ke dalam botol, tepat sebelum tengah malam tiba. Padahal biasanya bayi itu terbangun ketika tepat tengah malam. Jadi itu artinya, malam ini Camelia bisa menemani Erwin dengan tenang.Camelia sekali lagi mematut dirinya di depan cermin, memastikan penampilannya sudah sempurna, dengan lingerie berwarna merah yang melekat ditubuhnya, Camelia sangat yakin bahwa malam ini ia bisa memuaskan Erwin di atas ranjang.Namun, Camelia
Ada yang retak, tapi bukan kaca. Kata-kata itu sedang menggambarkan perasaan Ellena pada saat ini. Selebihnya Ellena sudah tidak bisa mendengar lagi apa yang dikatakan oleh Wendy. Dalam benak Ellena, hanya berputar pernyataan, 'Tuan Erwin mengizinkan Camelia masuk ke dalam ruang kerjanya'.Sebenarnya itu hanyalah kalimat biasa, namun itu sudah seperti petir yang menggelegar di telinga Ellena.Padahal semua orang tahu bahwa tidak ada yang boleh masuk ke dalam ruang kerja Erwin, kecuali Erwin dan Lucas, dan juga Ellena tentunya. Namun, Ellena juga tidak bisa bebas keluar masuk. Bahkan Wendy pun juga harus mengantarkan kopi milik Erwin, hanya sampai di depan pintu ruangannya saja. Tapi, kenapa sekarang Erwin memperbolehkan Camelia masuk ke dalam ruang kerjanya Erwin?"Nyonya!" Wendy refleks mendekat ketika melihat Ellena terduduk lemas di atas sofa di dalam kamarnya, seraya memegangi dadanya yang berdenyut nyeri.Melihat Wendy cemas, Ellena memaksakan senyumnya. "Tidak apa-apa, Wendy.
Satu bulan kemudian..."Ellena ...." Ellena menolehkan kepalanya ke kiri, ketika ia mendengar suara Elma memanggilnya, dan benar saja, Elma sedang memanggilnya seraya melambaikan tangannya.Namun, bukan hanya Elma saja yang sedang berdiri di sana, ada Azkia, Jessie, beserta anak-anak mereka dan para pengasuhnya. Dan, tidak lupa juga dengan para pengawal yang selalu setia di belakang mereka, apalagi jika bukan karena perintah dari para suami posesif mereka, yaitu untuk menjaga keluarga tercinta mereka dari mara bahaya, terutama dari para lelaki yang tidak bisa menjaga matanya."Pagi, Nona Azkia, Kak Elma, Kak Jessie. Maaf kami terlambat," ujar Ellena yang tampak tidak enak. Jika saja pagi tadi Erwin tidak mengganggunya, Ellena tidak akan terlambat seperti ini."Tidak apa-apa, Ellena. Kita juga baru saja sampai," sahut Azkia seraya menepuk-nepuk pundak Ellena pelan."Hanya kamu dan Elma saja yang juga baru datang, sedangkan aku sudah tiba sejak lima belas menit yang lalu," sungut Jessi