Beberapa jam sebelum tragedi...
Erwin yang merasa kesal entah apa penyebabnya memilih datang ke klub malam terbesar di kota itu.
Dia sebenarnya bukan tipe orang yang melampiaskan kemarahannya dengan minuman beralkohol itu, dia lebih sering bertarung dengan anak buahnya di markas untuk melupakan kemarahannya.
Melihat wajah muram Azkia ketika Ellena pamit berhenti bekerja entah mengapa dia merasa kesal, selama ini dia senang melihat kebahagian Azkia semenjak Ellena hadir di antara mereka.
Namun hari ini berubah, mungkin Azkia ke depannya tidak seceria seperti biasanya lagi, Erwin tahu bagaimana perasaan Azkia, meski Azkia hidup bahagia bersama suami posesifnya, tapi Azkia tetap saja akan merasa kesepian jika tidak punya teman mengobrol ketika Deffin tidak ada di rumah.
Kehadiran Ellena yang menggantikan posisi bik Mur sebagai teman mengobrol Azkia, membuat Azkia terlihat ceria. Meski sekarang Erwin tidak bisa dekat dengan Azkia seperti dahulu, namun Erwin masih bisa merasakan apa yang di rasakan Azkia.
Erwin dan Azkia semakin membangun tembok kecanggungan yang tinggi dan kokoh, memang itu adalah permintaan Azkia, dan permintaan Azkia agar Erwin mencintai wanita lain, sedang Erwin usahakan semenjak kedatangan Ellena.
Ellena yang mempunyai kepribadian yang baik, membuat Erwin sedikit menerima Ellena sebagai kandidat calon wanita yang akan disukainya.
Dan penyebab Ellena dibuang ke negeri ini Erwin sudah mengetahuinya, sampai saat ini anak buahnya pun ada yang dia perintahkan untuk mengawasi keluarga Ellena, dalam hatinya hanya ada rasa kasihan, namun entah mengapa semuanya berubah semenjak malam ini..
Erwin tidak datang ke klub sendiri, dia mabuk-mabukan bersama tangan kanannya, wajah sedih Azkia yang melintas di pikirannya membuatnya frustasi.
Erwin tersenyum sinis melihat pesan dari bik Ema yang mengatakan Ellena keberatan disuruh mengemasi barang yang sudah dia beli untuk Ellena.
"Dasar wanita bermuka dua," ujar Erwin sambil menghabiskan isi botol wine terakhirnya.
Setelah itu dia memanggil anak buahnya untuk mengantarkannya pulang ke rumah. Saat berada di mobil Erwin sempat tertidur di kursi belakang, kepalanya terlalu pusing karena kebanyakan minum, biasanya dengan tidur sejenak bisa mengurangi rasa pusing itu.
*****
Mobil Erwin akhirnya sampai di rumah, Erwin menolak ketika akan dibantu anak buahnya masuk ke dalam rumah, dia masih sangat sanggup untuk berjalan sendiri.
Ketika akan menuju kamarnya, Erwin berhenti sejenak di depan kamar yang pernah di tempati Ellena, kamar yang juga mempunyai kenangan yang menyakitkan, sebab kedua majikannya itu pernah menginap dan bercinta di kamar ini.
Dada Erwin terasa sesak jika mengingat malam yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman, Deffin yang notabene orang menyebalkan sengaja membuatnya kesal dengan memamerkan suara desahan mereka berdua, karena kamar ini tidak dipasang alat kedap suara, membuat suara desahan itu terdengar cukup jelas di kamar Erwin.
Ketika Erwin sedang bergelut dengan ingatannya, tiba-tiba saja pintu terbuka menampilkan sosok gadis cantik yang siap pergi dengan koper yang diseretnya.
Erwin bisa melihat wajah terkejut dari Ellena, melihat wajah cantik Ellena entah kenapa tiba-tiba membangkitkan gairahnya.
Melihat Ellena seperti akan melanjutkan langkah kakinya, entah darimana keinginan buruk itu datang, Erwin tiba-tiba saja ingin mencicipi bibir tipis merah muda itu.
Mungkin dari efek minuman beralkohol itu, membuat setan semakin mudah mendorongnya untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan.
Dengan segera Erwin melangkahkan kakinya ke arah Ellena, awalnya dia hanya menempelkan bibirnya, namun karena ada rasa manis yang menggoda membuatnya hilang kendali, Erwin mendorong Ellena masuk ke dalam kamar, setelah mengunci pintu dengan tergesa Erwin membawa Ellena ke arah ranjang tanpa melepas ciuman panas itu.
Erwin bisa merasakan penolakan Ellena, bahkan air mata Ellena yang menetes juga terasa menyentuh wajahnya, namun entah mengapa dia tidak bisa menghentikannya.
Dengan kasar Erwin membuka blouse yang memiliki model sabrina itu, ciuman Erwin turun ke leher jenjang itu, memberikan banyak tanda yang sebelumnya dia tidak pernah melakukannya.
Ciuman pertama yang seharusnya mendebarkan, tapi tidak bisa dirasakan oleh kedua orang yang mempunyai jalan pikiran berbeda itu, jika sang lelaki sedang dikuasai nafsu, sang wanita hanya bisa menangis karena kehancuran mulai menghampiri hidupnya.
Sekuat tenaga Ellena memberontak, tapi usahanya sia-sia, karena mata Erwin semakin menggelap ketika melihat dua aset kembar milik Ellena, dengan terburu-buru Erwin membenamkan wajahnya di area itu, dan melakukan hal yang sama seperti di leher jenjang tadi,
Kedua tangan Erwin yang tadinya menahan kedua tangan Ellena, sekarang dia hanya memakai satu tangannya, karena tangan yang lain sibuk menjelajahi lekukan tubuh indah milik Ellena.
Tangan dan mulut Erwin bermain cukup lama di area dada, merasa kurang puas tangannya ia arahkan di bagian paling sensitif Ellena, dan entah sejak kapan mereka sudah tidak memakai pakaian sama sekali.
*****
Adegan panas itu tidak akan puas dengan mendapatkan satu pelepasan saja, Erwin menyetubuhi Ellena berulang kali, dan mungkin perlakuan Erwin yang kasar ini akan menyebabkan Ellena trauma, bagaimana tidak, setiap orang pasti akan membayangkan malam pertama yang membahagiakan, namun yang menimpa Ellena kini adalah hal yang dahulu pernah Ellena hindari semenjak kedatangannya di negeri ini.
Ini pertama kalinya buat Ellena, dia tidak hanya merasakan sakit fisiknya saja, namun hatinya jauh lebih terluka, Ellena mungkin bisa mengikhlaskan keperawanannya diambil Erwin, karena yang mengambilnya dewa penolong yang dicintainya.
Mengingat mereka tinggal di negeri yang bebas dalam urusan sex, membuat Ellena tidak terlalu khawatir menjalani kehidupannya setelah ini, namun yang membuat hatinya terasa perih adalah, Erwin dengan teganya menyebut nama Azkia di akhir kegiatan panas mereka.
Rasa berat yang menimpa tubuh Ellena karena badan Erwin yang ambruk di atasnya, tidak se-sesak dengan perasaan apa yang menghimpit dada Ellena.
Ellena semakin menangis, dia meringkuk setelah berhasil menyingkirkan tubuh Erwin, tanpa Ellena ketahui ini juga pertama kalinya buat Erwin.
Sedangkan Erwin yang sudah tertidur pulas karena kelelahan, dia tidak mendengar sama sekali tangisan Ellena.
Ellena mengabaikan ponsel miliknya yang berdering terus menerus, karena suara itu tetap tidak bisa berhenti dia berniat mematikan ponselnya, namun dia semakin menangis ketika membaca nama yang tertera di layar ponselnya.
Ingin sekali dia mengangkat panggilan itu, namun mengingat kondisi dirinya seperti ini, membuat dirinya mengurungkan niatnya.
Hingga pesan ancaman dari nona mudanya yang baru saja masuk, membuatnya tidak bisa mengabaikan panggilan telepon itu lagi.
Sekarang bukan lagi cuma telepon, namun panggilan video, dengan ragu Ellena menggeser tombol hijau itu setelah memastikan tubuhnya tertutup sempurna.
Hal yang pertama kali Ellena dengar adalah pertanyaan panik dari Azkia ketika melihat kondisi Ellena yang terlihat sangat kacau, tidak sampai di situ nona mudanya bahkan berteriak marah ketika melihat Erwin yang dalam keadaan tertidur memeluk Ellena dengan erat, karena posisi Ellena yang terlentang membuat Azkia bisa melihat wajah Erwin yang menghadap wajah Ellena dengan sangat jelas.
Bersambung
*****
Beberapa hari kemudian...Semenjak kejadian itu, Ellena sering merenung sendirian. Namun, jika ada Erwin di rumah, Ellena menjadi sosok yang seperti biasanya. Sebab, Ellena tidak ingin Erwin melihat dirinya yang sebenarnya masih tertekan atas kejadian di hari itu.Sedangkan Erwin sendiri, ia sangat tahu apa yang dirasakan Ellena saat ini, meskipun Ellena selalu berusaha menutupinya.Namun, Erwin juga tidak akan memaksa Ellena agar mau bercerita kepadanya, Erwin mengerti jika Ellena butuh ruang untuk berdamai dengan batinnya sendiri.Ellena yang sedang melamun di balkon kamarnya, ia tersentak saat tiba-tiba Erwin memeluknya dan berbicara padanya."Sayang, maukah kamu menemaniku pergi ke rumah, Tuan Deffin?" tanya Erwin lembut."Sayang, kamu membuatku terkejut. Sejak kapan kamu pulang?""Sudah dari sepuluh menit yang lalu," sahut Erwin seraya mencium pipi Ellena. "Bagaimana dengan pertanyaanku yang tadi? Maukah kamu menemaniku ke rumah Tuan Deffin?"Ellena tersenyum, ia juga langsung men
Meskipun Erwin menyadari apa yang sedang dilakukan Camelia, Erwin tetap mengabaikannya, seolah-olah nyawanya memang tak berharga."Hei, letakkan pistolmu! Ataukah kau ingin mati juga?" teriak Lucas seraya mengacungkan pistol miliknya ke arah Camelia.Camelia tertawa frustasi. "Dia sudah membunuh Kakak ku, apakah kau pikir dia masih pantas untuk hidup?" Julian sebenarnya bukanlah kakak kandung Camelia. Namun, karena Julian pernah menyelamatkan hidupnya, Camelia menganggapnya sebagai kakak, dan karena Camelia telah melihat Erwin membunuh Julian, semua pandangan Camelia terhadap Erwin telah berubah, termasuk perasaannya. Yang ada kini hanyalah dendam yang membara.Mendengar keributan di sekelilingnya, Ellena sontak mendongakkan kepalanya, ia terkejut ketika melihat Camelia mengacungkan pistol ke arah suaminya. Namun, ia lebih terkejut karena Erwin tidak bereaksi sama sekali, justru Erwin masih asyik memeluknya untuk menenangkannya."Apakah kamu juga mencintainya? Kenapa kamu membiarkan
Maju mati, mundur pun mati. Inilah yang harus dilalui Camelia saat ini. Camelia tidak bisa kabur, ataupun bisa bunuh diri dengan mudah. Hari ini ia harus menjalankan semua rencana yang sudah ia dan laki-laki misterius itu susun sebelumnya.Sedangkan di seberang sana, lelaki itu tidak curiga sama sekali, jika rencana mereka dipercepat. Sebab, ia memang pernah mendengar, bahwa Camelia telah jatuh cinta dengan Erwin. Jadi, lelaki itu berpikir bukanlah masalah, karena baginya yang penting adalah ia bisa mendapatkan Ellena, dan akan lebih baik jika Ellena bisa membenci Erwin, karena Erwin telah menyelingkuhinya.Semuanya begitu lancar, seolah pagi ini memang tidak ada kejadian yang aneh. Ellena dan Erwin bisa menikmati sarapan seperti biasanya, setelah tadi Ellena membantu Camelia memandikan Erlena.Jadi, pada waktu sarapan hingga sesudahnya, Ellena sudah tidak mengurus Erlena, sebab Camelia akan mengasuh Erlena hingga Erlena tertidur, baru setelah Erlena nanti bangun, Ellena akan membantu
Camelia baru saja membaringkan Erlena yang tertidur ke dalam boks bayi, lalu kemudian sejenak ia melihat jam yang menggantung di dinding."Lima menit lagi, syukurlah aku masih punya waktu untuk bersiap," ujar Camelia seraya mengambil sisir dan kemudian dengan cepat menyisir rambutnya.Tidak lupa, ia semprotkan parfum dengan wangi yang menggoda, lalu kemudian mengambil lipstiknya yang berwarna merah menyala dan dioleskannya ke bibir tebalnya.Untung saja malam ini Erlena bisa diajak bekerja sama, ia sudah terbangun dan selesai menyusu dengan asi yang sudah diletakkan ke dalam botol, tepat sebelum tengah malam tiba. Padahal biasanya bayi itu terbangun ketika tepat tengah malam. Jadi itu artinya, malam ini Camelia bisa menemani Erwin dengan tenang.Camelia sekali lagi mematut dirinya di depan cermin, memastikan penampilannya sudah sempurna, dengan lingerie berwarna merah yang melekat ditubuhnya, Camelia sangat yakin bahwa malam ini ia bisa memuaskan Erwin di atas ranjang.Namun, Camelia
Ada yang retak, tapi bukan kaca. Kata-kata itu sedang menggambarkan perasaan Ellena pada saat ini. Selebihnya Ellena sudah tidak bisa mendengar lagi apa yang dikatakan oleh Wendy. Dalam benak Ellena, hanya berputar pernyataan, 'Tuan Erwin mengizinkan Camelia masuk ke dalam ruang kerjanya'.Sebenarnya itu hanyalah kalimat biasa, namun itu sudah seperti petir yang menggelegar di telinga Ellena.Padahal semua orang tahu bahwa tidak ada yang boleh masuk ke dalam ruang kerja Erwin, kecuali Erwin dan Lucas, dan juga Ellena tentunya. Namun, Ellena juga tidak bisa bebas keluar masuk. Bahkan Wendy pun juga harus mengantarkan kopi milik Erwin, hanya sampai di depan pintu ruangannya saja. Tapi, kenapa sekarang Erwin memperbolehkan Camelia masuk ke dalam ruang kerjanya Erwin?"Nyonya!" Wendy refleks mendekat ketika melihat Ellena terduduk lemas di atas sofa di dalam kamarnya, seraya memegangi dadanya yang berdenyut nyeri.Melihat Wendy cemas, Ellena memaksakan senyumnya. "Tidak apa-apa, Wendy.
Satu bulan kemudian..."Ellena ...." Ellena menolehkan kepalanya ke kiri, ketika ia mendengar suara Elma memanggilnya, dan benar saja, Elma sedang memanggilnya seraya melambaikan tangannya.Namun, bukan hanya Elma saja yang sedang berdiri di sana, ada Azkia, Jessie, beserta anak-anak mereka dan para pengasuhnya. Dan, tidak lupa juga dengan para pengawal yang selalu setia di belakang mereka, apalagi jika bukan karena perintah dari para suami posesif mereka, yaitu untuk menjaga keluarga tercinta mereka dari mara bahaya, terutama dari para lelaki yang tidak bisa menjaga matanya."Pagi, Nona Azkia, Kak Elma, Kak Jessie. Maaf kami terlambat," ujar Ellena yang tampak tidak enak. Jika saja pagi tadi Erwin tidak mengganggunya, Ellena tidak akan terlambat seperti ini."Tidak apa-apa, Ellena. Kita juga baru saja sampai," sahut Azkia seraya menepuk-nepuk pundak Ellena pelan."Hanya kamu dan Elma saja yang juga baru datang, sedangkan aku sudah tiba sejak lima belas menit yang lalu," sungut Jessi