"Di rumah ada siapa saja Hanna?""Hah?" Hanna menoleh dengan wajah sedikit bingung. Sepanjang perjalanan tadi dia dan Arsyad tak banyak bicara. Mereka berdua terlalu sibuk dengan isi pikiran masing-masing. Dan kini secara tiba-tiba Arsyad mulai membuka obrolan setelah tadi mereka berhenti sholat subuh di Masjid."Di rumah hanya ada bapak dan ibu. Dua saudara saya semua ikut suaminya ." sahut Hanna sedikit acuh. Kedua netranya kembali menatap ke arah jendela. Baginya melihat ramainya jalanan jauh lebih mengasyikkan ketimbang harus mengobrol dengan majikannya yang dinilai Hanna memiliki sikap aneh sejak pertemuan pertama mereka."Kalau gitu keponakanku pasti sudah banyak. Aah senangnya punya ponakan. Pasti rumah terasa ramai sekali.. Mereka ada berapa Hanna? Mungkin aku harus menyiapkan hadiah untuk mereka." Ucap Arsyad, senang.Hanna kembali menoleh dan melotot tajam mendengar ucapan absurd Arsyad. Entah pria itu sengaja atau hanya sekedar iseng agar membuat atensi Hanna kembali fokus
"Assalamualaikum....""Wa'alaikumsalam.... Nak Hardian?" Ucap Muchlis. Lelaki yang memakai tongkat dan kacamata itu mungkin lupa bahwa yang ada dihadapannya sekarang bukanlah calon menantunya yang dulu."Maaf, maafkan bapak. Maksud bapak Nak Rudy. Wajah kalian begitu mirip, bapak sampai tidak bisa membedakannya. Kapan kamu pulang dari Makassar, nak?"Muchlis menyambut uluran tangan Rudy. Pria muda itu mencium tangan calon ayah mertuanya dengan khidmat. Rudy dan Hardian adalah dua saudara yang memiliki wajah hampir sama. Bahkan, orang sering mengira bahwa mereka kembar. Yang membedakan hanya postur tubuh Rudy lebih besar dan tinggi daripada Hardian. Dan pria itu juga memakai kacamata. Hanya itu saja yang membedakan mereka. Selebihnya wajah mereka benar-benar mirip."Tadi malam pak, sebenarnya rencana mau pulang bareng sama Hanna. Tapi, dia mendadak ada kerjaan yang tidak bisa ditunda. Jadi, Rudy pulang lebih dulu tanpa menunggu Hanna.""Iya, kemarin dia juga telpon begitu, katanya diru
"Loe kenapa San? Muka bete kayak gitu?"Casandra menghempaskan bokongnya dengan kesal ke kursi makan di rumah sahabatnya. Noura, sahabat sekaligus rekan bisnisnya di butik yang ada di Bandung.Terdengar hembusan napas yang besar darinya. Kepalanya bersandar pada kursi dan mendongak ke atas. Keduanya matanya terpejam meresapi semua kejadian yang dia alami. Belum ada 24 jam, namun bertubi-tubi kesialan datang padanya. Perceraian dan juga kemarahan dari ayahnya."Muka loe juga kenapa itu? Arsyad mukul loe?" Tanya Noura, heran melihat kedua pipi Casandra terlihat memar kebiruan.Sandra bergeming. Namun, tak lama gelengan kepala menjadi jawaban atas pertanyaan Noura."Bokap gue yang melakukan ini. Semalam gue di talak sama Arsyad." Sahutnya lirih.Noura melotot dengan tajam. Seolah-olah kedua bola matanya akan keluar begitu saja. Kaget, tentu saja sahabat Casandra itu begitu kaget dengan apa yang baru saja dikatakan oleh sahabatnya."Loe ga bohong, kan?"Casandra menggeleng dengan cepat."
Pov HannaSampai dihalaman rumah, aku melihat mobil Rudy sudah terparkir. Aku yakin dia sudah tiba sejak tadi. Pria itu selalu bersemangat saat datang ke rumah. Dan entah mengapa setiap kali Rudy datang, aku selalu merasa tak enak hati padanya. Mungkin, sudah saatnya aku memberi jawaban atas pertanyaannya selama ini. Menikah! Ya, Rudy sudah beberapa kali mengajukan pernyataan itu padaku. Namun, sampai detik ini aku masih menggantung perasaannya. Aku hanya belum siap memulai hubungan ke jenjang yang lebih serius dengan Rudy. Selama ini aku sudah menganggap dia seperti saudaraku sendiri. Meskipun, aku sudah membuka hatiku untuknya namun, tetap saja perasaanku masih tetap sama seperti dulu.Orang bijak pernah berkata, bahwa akan mudah bagi kita untuk jatuh cinta pada orang lain yang wajahnya sama dengan seseorang di masa lalu yang pernah kita cinta. Namun, ternyata itu tidak berlaku padaku. Wajah Rudy memang begitu mirip dengan mas Hardian. Tapi, rasa yang ada dihatiku tidaklah sama. Ba
Pov AuthorBila aku harus mencintaiDan berbagi hati, itu hanya denganmuNamun bila ku harus tanpamuAkan tetap kuarungi hidup tanpa cintaSuara alunan musik dari grub band Element menjadi teman Hendro pagi ini. Dia begitu menghayati setiap lirik yang terlantun di lagu itu. Seolah-olah dirinya kini tengah mengalami patah hati yang teramat dalam."Oh mbak Hanna-ku, belum juga sehari ditinggal. Tapi, hati Hendro sudah rindu seperti ini. Apakah ini yang dinamakan cinta. Dekat terasa malu, jauh terasa amat rindu." ucap Hendro."Mas Hendro, mas Hendro. Kekasih bukan, gebetan juga bukan. Gimana bisa sampean rindu sama mbak Hanna? Aneh sampean itu..." Ujar Wulan.Saat ini Wulan dan Hendro sedang berada di taman. Hendro sibuk membersihkan mobil dan Wulan sibuk mencabut rumput yang sudah mulai tumbuh dan menganggu bunga-bunga yang dulu ditanam oleh almarhumah ibu Arsyad."Sepertinya sainganku kali ini tidak main-main. Tidak bisa dianggap remeh. Dan aku harus melakukan jalan satu-satunya yang b
Arsyad terengah-engah melewati koridor kantor miliknya. Aura kemarahan terpancar diwajah pria itu. Kedua tangannya mengepal dengan kuat, giginya bergemeletuk dan rahang tegasnya mengetat. Beberapa karyawan bahkan hanya menundukkan kepalanya tak berani menyapa.Kata-kata dari detektif dan juga sebuah foto menjadi bukti kuat bahwa istrinya selama ini tidak pernah setia. Instingnya selama ini benar terbukti bahwa Sandra memang berselingkuh. Entah sudah berapa lama hal itu terjadi."Nyonya Casandra sudah kembali dari New York dua bulan lalu. Dia selama ini tinggal di Bandung bersama dengan kekasihnya Gio." Kata-kata dari detektif suruhannya seperti nyanyian piringan hitam yang telah rusak, terngiang-ngiang ditelinganya. Dia marah karena harga dirinya sebagai suami telah diinjak-injak begitu saja. Mengapa Arsyad selalu mengalami ketidak-beruntungan? Sejak kecil ia tidak pernah memiliki teman. Semua karena orang tuanya membatasi semua hal yang harusnya dilakukan anak-anak. Beranjak dewasa
Kedua pasang mata mereka bertemu, hujan masih turun dengan deras, dan tiba-tiba terdengar suara guruh. Suara dentumannya yang menggelegar seakan mampu menembus ulu hati sepasang manusia yang saling berpandangan itu. Arsyad menarik tangan Hanna untuk berteduh disamping pos satpam rumahnya. Kamu! batin Arsyad.Seolah ingin melihat lebih jelas, Arsyad memperhatikannya dengan saksama. Kedua mata coklatnya yang indah. Rambut lurus yang kini basah. Sama persis dengan gadis kecil 20 tahun lalu. Benar, ini dia perempuan yang selama ini telah dicarinya dengan susah payah. Dia mencari ke tempat mereka pertama bertemu, beberapa SD di kota Surabaya, bahkan sampai kantor detektif. Semua cara telah dicobanya... tapi, pada akhirnya dia harus mengakui bahwa Hanna mungkin bukanlah mahluk bumi dan dia tidak akan pernah menemukannya. "Hanna...Ini kamu?" Tanyanya tak percaya.Arsyad tiba-tiba memeluknya, ingin memastikan semua itu nyata, bahwa perempuan ini adalah gadis kecil yang ia cari. Sekalipun 2
Bagaskara memicingkan matanya. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Seumur hidup baru pertama kali ia melihat Arsyad tersenyum seperti itu.Ia berjalan mendekat kearah Arsyad, dimana pria itu sedang fokus menatap layar ponselnya."Siapa dia?""Siapa perempuan yang sudah berhasil membuat Arsyad Gafi tersenyum seperti orang gila?" Tanya Bagaskara.Arsyad meletakkan ponselnya dengan segera. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya, seolah tak mendengar ucapan dari Bagas."Oke, jika belum bisa bilang siapa orang itu. Aku akan datang ke rumahmu dan mencaritahu sendiri." Ucapnya dengan senyuman smirk."Hoooiiii..." Teriak Arsyad sembari melempar bolpoin pada Bagaskara**Hanna kembali terbangun dari tidurnya. Lima tahun telah berlalu. Namun, dirinya masih bermimpi buruk tentang kecelakaan maut yang dialaminya.Hanna melangkahkan kaki keluar dari kamarnya, duduk diteras paviliun. Dinginnya udara malam membuat ia mengetatkan sweaternya. Mata coklat indahnya menatap sendu ke arah l