Kedua manusia berbeda kelamin yang terus saling memeluk, seperti tidak ada hari esok. Kiara menyadari posisinya setelah sekian lama saling berpelukan, gadis itu melepaskannya.
"Maaf."
Satu ucapan yang sebenarnya tidak perlu, Angkasa menarik tangan Kiara untuk menuju motornya. Menaiki kendaraan itu dan menyuruh Kiara untuk ikut, meninggalkan tempat yang begitu menyisakan luka.
"Kita mau kemana lagi?"
"Pulang."
"Tapi belum jam sekolah, nanti kalau ibu aku nanyain gimana?"
"Hn."
Motor itu keluar dari wilayah hutan, kembali menapaki jalan aspal yang sepi. Kiara menatap punggung lebar Angkasa, meskipun terlihat tegap dan gagah tapi nyatanya didalam hati laki-laki itu sangat rapuh. Kiara memang mengerti seperti apa rasanya ditingal oleh orang
Sepasang remaja terus melaju membelah jalanan sore. Kiara tahu jika dirinya telah melakukan kesalahan, entah ibunya akan memprotes atau tidak yang terpenting dia sudah mendapat moment berdua bersama Angkasa. Hal seperti ini sangat langka dan mungkin tidak akan pernah bisa dia rasakan lagi.Rumah dengan aksen sederhana akhirnya mereka jumpai, ini kali pertamanya Angkasa mengetahui rumah Kiara."Masuk dulu yuk!" meski belum tentu tawarannya akan diterima namun Kiara benar ingin laki-laki itu singgah dirumahnya barang sebentar."Kiara!" ibunya berseru dari arah pintu, ekspresi perempuan itu seperti tengah menahan kesal. Lalu disusul Sari yang melongok dari balik pintu.Angkasa tidak turun dari motor kebanggaannya, laki-laki itu bahkan sudah menghidupkan lagi mesin motornya. Seolah tidak peduli dengan perempuan parubaya yang menjadi ibu dari kekasihnya. Dan baru saja ibu Kiara hendak memprotes Angkasa sudah lebih dulu p
"Kiara!" Sari berseru dari depan, seolah menyadarkan Kiara untuk segera pergi dari sana.Karena merasa gemas dengan sahabatnya yang tidak kunjung bergerak, Sari menarik pergelangan tangan Kiara dan membawa sahabatnya untuk masuk kedalam kelas."Lo udah gila ya?" begitu tujuannya sampai dia tidak tahan untuk menghakimi Kiara."Sar, gue malu!""Iya, gue tahu. Ngapain si pakai acara sok ngebaikin Angkasa?""Gue pikir dia udah berubah.""Nggak usah ngaco deh, lo nggak denger gimana seluruh siswa ngetawain lo?""Lo jangan gitu dong, gue jadi tambah malu nih.""Ikut gue!"Tangan Kiara ditarik kembali oleh Sari, terus melangkah dan terus mendapati tatapan mengejek dari be
"Nggak!"Percuma penolakan itu, karena tubuh sintalnya sudah berhasil didorong masuk oleh Rio."Jangan karena Om pernah nganterin aku pulang terus kegiatan ini jadi hal rutin ya?"Pria disamping Kiara terkekeh, pandangannya tidak lepas dari jalanan."Kita makan di restaurant depan itu ya?"Kiara tercengang, pria itu berkata seolah mereka sudah sangat dekat."Turunin aku!" tegas Kiara."Kita turun didepan."Gadis itu memberengut, tidak suka dengan penolakannya yang dihiraukan."Ayo turun!" kembali Rio berkata sambil melepas seatbelt.Kepalanya menoleh kepada gadis disamping yang tidak merespon, tatapan muak kentara sekali diwajah cantik gadis itu.Rio tahu arti dari gerik Kiara, terpaksa niatnya untuk makan dia gagalkan. Kembali melajukan mobil dan benar saja, hal itu sukses membuat Kiara menghela nafas lega.Tidak ada percakapan selama dalam perjalanan, hingga mobil yang mereka tempati berhasil
"Boleh, tapi kembaliin dulu hp aku!" ide cerdas itu muncul disaat yang tepat."Ibu kira kamu udah lupa."Mana mungkin Kiara mengabaikan hal itu, barang yang hampir membuatnya gila karena tidak bisa dia pegang.Sesuai kesepakatan tadi, ponsel keluaran tahun kemarin itu kembali jatuh pada pemiliknya. Kiara melangkah keluar dan menepati janji untuk pergi belanja, meski tatapannya tidak pernah lepas dari ponsel yang dia genggam. Rio mengernyit karena Kiara mengabaikan, bukan ekspresi ketus seperti biasanya. Tetapi gadis itu kini tengah tersenyum dan bibirnya bergumam dengan tidak jelas."Ayo pergi!"Sahutan Rio sesaat mengejutkan Kiara, namun kembali dia memperhatikan ponsel. Mengikuti langkah Rio dari belakang, langkahnya sangat pelan sampai tubuh kokoh didepan tadi kini semakin menjauh. Kiara menyimpan ponselnya kedalam saku celana yang dia pakai dan mempercepat langkahnya, tidak begitu lama Rio kembali dia capai. Laki-laki itu melirik sekilas ketik
Satu bulan berlalu semenjak gadis itu pindah ke apartemen Rio, satu bulan itu juga Angkasa semakin tidak tersentuh. Setiap Kiara berusaha menyapa laki-laki berparas oriental itu selalu membuang muka, tidak ada lagi pipi bersemu ketika Angkasa membuat hal yang tidak terduga. Ponselnya sepi hanya berisi nada pesan dan panggilan dari Sari. Padahal sudah ada sedikit kemajuan antara Angkasa dan Kiara.Satu usaha yang sangat ampuh membuat Angkasa menoleh kepadanya, Kiara memang sudah lama tidak berkunjung kerumah nenek laki-laki itu. Hanya dua kali semenjak dia pindah, mungkin juga hal itu mengaruh kepada sikap Angkasa satu bulan ini.Jantungnya semakin berdegub dengan kencang, tidak ada motor Angkasa didepan rumah. Kiara menjamin kekasihnya sedang tidak berada disana.Saat langkahnya mencapai teras rumah, saat itu pula seorang anak kecil keluar dari sana. Kiara menatap gemas dengan anak perempuan itu, wajahnya putih bersih dan matanya sangat bening. Rambutnya sewa
KLIKBagai mayat yang berjalan, Kiara tidak mampu menopang tubuhnya sendiri. Lampu apartemen yang sudah padam dan suasana sepi, mungkin ibunya tidur lebih awal dan sang pemilik apartemen yang sedang berkutik dengan pekerjaannya. Kiara merosot dipintu, matanya terus di banjiri air mata. Sekarang dia ikut mengalami dimana para teman sekelasnya bercerita ketika tengah galau dengan percintaan, rasanya sangat menjengkelkan. Dadanya seolah terhimpit bebatuan, sangat sesak dan perih ketika salah satu dari batu itu menggores sebagian rongganya.Takut ibunya akan terbangun jika dirinya menyusul kedalam kamar, Kiara memilih menuju balkon untuk mengeluarkan semua tangisnya.Rembulan diatas sana semakin mengingatkan Kiara akan Angkasa. Satu dan tidak pernah bisa dia gapai, walau masih berada ditempat yang sama. Kalau Kiara bisa sadar diri, satu dari bintang yang letaknya paling dekat dengan bulan itu adalah dirinya. Semakin bintang itu mendekat, maka semakin tertelan dan
"Pagi manis?"UHUKKiara tersedak sarapannya begitu mendengar sapaan Rio, hanya ada mereka berdua dimeja makan. Hari yang sudah menunjuk pada pukul sembilan pagi dan mereka barusaja sarapan. Ibu Kiara sudah keluar sekitar lima belas menit yang lalu untuk pergi kepasar. Hari minggu itu artinya mereka libur, baik dalam akademik maupun pekerjaan."Sendiri aja, ibu kamu kemana?""Pyasar," ucapannya tidak jelas karena mulutnya yang terisi penuh oleh nasi goreng.Rio mulai menyuap kedalam mulutnya, diam-diam Kiara memperhatikan laki-laki itu. Wajahnya memang sudah terlihat dewasa, kulitnya dua tingkat lebih terang dari Angkasa. Wajah Rio cenderung lebih lonjong dan ada sedikit bulu-bulu halus yang menghias dagu serta area rahang. Berbeda dengan angkasa yang memiliki wajah bulat dan bersih, tidak berkumis. Kalau dari postur tubuh jelas Rio banyak tingkat diatas Angkasa, bukan mau membandingkan. Namun, ucapan Sari waktu itu memang benar. Badan Rio lebih
"Seharusnya aku yang nanya, Kakak ngapain di apartemen itu?"Intan melotot, rupanya adik kecil yang dulu sangat cengeng kini sudah bisa mengimbangi percakapan serius itu."Kiara Kakak yang nanya duluan sama kamu!""Aku tinggal disana karena rumah ibu udah dijual."Bukan itu maksud Intan, memang benar perkataan Kiara tadi. Tapi, ada hal lain yang perempuan itu bingungkan."Apartemen itu bukan milik ibu, kan?"Kiara menggeleng dan sontak saja hal itu semakin membuat Intan terperangah. Sudah lama perempuan itu tidak mendatangi sang pemilik apartemen yang kini adiknya tempati."Emangnya kenapa? terus Kak Intan ngapain kesana?""Aku kenal sama pemilik apartemen itu.""Kenal gimana?" Kiara menyelidik."Rio, dia mantan pacar aku!" Intan merasa tidak perlu bertanya lagi siapa si pemilik apartemen itu.Kiara sendiri tidak tahu harus percaya atau tid