Jakarta Selma merasakan kesedihan yang sulit menemui akhir. Statusnya memang adalah seorang istri. Namun sang suami memperlakukan ia seperti orang asing. Bahkan lebih rendah dari kotoran. Ia menangis sepanjang malam, setelah panggilan teleponnya melalui W******p langsung ditutup oleh Panji, ditelepon ulang, rupanya langsung diblokir. Rumah tangga macam apa yang tengah ia jalani dan coba pertahankan ini? Apakah perceraian adalah jalan keluarnya? Agar semua orang bahagia. Meski halal, perceraian tetap dibenci Allah, dan hal yang paling disukai setan. Ya, setan. Setan itu kini tengah menjelma dalam wujud manusia cantik bernama Amanda. Benar, perempuan itu! Tapi bagaimana caranya menyadarkan Panji? Siang itu, HP Selma terus berdering saat ia tengah memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci. Setelah menekan tombol ON, barulah ia pergi ke ruang tengah, untuk merespon. Rupanya Pratiwi yang menelepon. "Besok aku berangkat ke Jakarta, Mbak. Mumpung lagi liburan." Begitu kata Pratiwi. Syu
Panji sempat tercenung saat melihat Arjuna menggandeng tangan Amanda dan mereka pergi berdua, keluar dari mansion. Sesuatu yang dulu sering ia lakukan, menggandeng tangan orang yang paling ia cintai di muka bumi ini. Hal yang kini paling ia rindukan. Kebersamaan yang telah hilang itu sungguh menjadi seperti separuh jiwanya ikut menghilang. Melihat Amanda kini lebih akrab dan dekat dengan pria lain, sungguh tidak dapat diterima oleh hatinya. Bukan seperti ini yang pernah ia dan Amanda inginkan. Bukan takdir seperti ini. Bagaimana cara mengakhiri semua dilema mengerikan ini? Bagaimana caranya agar Amanda kembali dalam pelukannya, dan mereka dapat melanjutkan impian cinta, menua bersama.*********Arjuna merasa, sikap Panji sebagai pria yang sudah memiliki istri terhadap Amanda mantan kekasihnya sungguh tidak tepat. Apalagi, Amanda adalah public figure. Jika sampai hal seperti ini bocor ke publik, bukan tidak mungkin yang paling dirugikan adalah Amanda. Maka, Arjuna yang mulai merasa
"Aku cinta sama... Arjuna," ucap Amanda, dengan matanya lurus menatap ke dalam sepasang mata Panji. Tanpa berkedip. Dengan seluruh kesakitan dalam hati yang ia tahan.Tepat, ketika Arjuna datang, dengan Litha di belakangnya.Cairan bening tumpah dari kedua mata Panji. Hatinya bagai ditikam ribuan belati. Menusuk hampir seluruh jiwanya. Ia melepaskan lengan Amanda dari tangannya. "Ini bohong! Ini gak bener!""Kamu gak lihat tadi kami ciuman di taman?" Amanda masih terus menyerang lubuk hati Panji, separah mungkin. "Buat aku, kamu udah gak ada artinya lagi. Jadi, please, berhenti seolah kita masih bersama. Berhenti memimpikan akhir yang pernah kita rencanakan. Semuanya sudah beda sekarang. Aku bukan Amanda yang dulu lagi." Lalu ia menarik Arjuna masuk ke dalam kamarnya. "Kami gak perlu buat pengumuman kalo udah jadian, kan?"Panji merasa benar-benar terpukul. Tidak bisa menerima semua ini.Arjuna tampaknya bisa mengerti situasinya. Ia berkata pada Panji, "Sekarang Amanda ini pacar gue.
"Sorry ya, kemarin sampai di apartemen aku langsung tidur. Baru bangun tengah malam." Amanda bicara dengan Arjuna lewat telepon. "Aku baca chat kamu, kok."Arjuna menjawab, "Gak papa, kok. Aku ngerti." Terdengar suaranya tertawa. "Ngomong-ngomong, aku juga. Abis chat kamu, sambil nunggu balesannya, aku tidur. Bustomi ngosongin jadwal seharian itu.""Samaan, dong." Amanda tersenyum."Hari ini ada kegiatan apa, Sayang?" tanya Arjuna."Hmm, apa ya, bentar, lihat dulu." Amanda membuka tabletnya. Biasanya jadwal kerja ada di Google Drive. Vero menaruhnya di situ agar lebih mudah. "Hmm, bukannya hari ini kita ada jadwal reading buat syuting di Indonesia, ya?""Ah iya. Kok aku bisa lupa, sih. Aku jemput, ya? Sekalian mungkin bisa makan siang bareng."Ajakannya mendapat tawa dari Amanda. "Kalau siang kamu makan, nanti gelap, loh!"Arjuna baru sadar kalau itu candaan. "Astaga! Bisa kocak juga kamu!""Ya udah, jemput aja. Aku tunggu." Amanda menutup telepon setelah mendengar suara kecupan dari
Pukul enam pagi, sarapan sudah siap. Sambil menunggu Panji turun, Selma beberes rumah, dan menyapu halaman dari daun-daun basah sisa hujan semalam. Tetapi hingga pukul tujuh, Panji belum juga turun. Selma curiga, sekaligus khawatir. Ia terpaksa naik ke lantai dua, dan coba membangunkan pria itu."Mas, kamu gak ke rumah sakit? Sudah jam tujuh." Selma mengetuk pintu.Belum ada jawaban.Selma kembali mengetuk dan memanggil nama sang suami.Masih juga tidak ada respons.Selma terpaksa mendorong pintu kamar itu hingga terbuka. Ia terkejut, mendapati Panji meringkuk di ranjangnya, dengan memeluk sebuah foto. Foto Amanda! Wajahnya pucat. Selma menyingkirkan foto itu. Ia menyentuh kening Panji. Astaga, demam! Dokter muda itu masuk angin.Hari itu, Selma merawat Panji yang sedang sakit. Badannya demam, juga berkeringat dingin. Lemas dan lebih banyak tidur. Bahkan saat disuapi makan, Panji seolah tidak sadar itu dari tangan Selma.Tiba-tiba, Panji menangis. "Maafin aku ya. Aku sudah membuat kam
Pada suatu hari di minggu kedua bulan Oktober 2016.Arjuna meminta Bustomi mengosongkan jadwal sampai satu minggu ke depan. Ia juga meminta Amanda meluangkan waktu selama itu. Ia ingin mengajak kekasihnya ke suatu tempat. Hanya bepergian berdua.Bustomi dan Vero sama-sama berpesan."Jangan menarik perhatian banyak orang! Kalian bukan orang biasa." Itu kata Vero."Bener, tuh. Nyetir juga gak usah ngebut." Bustomi menambahkan. "Kenapa gak pake sopir aja, sih?""Kasihan sopirnya ntar jadi obat nyamuk!" Arjuna malah tertawa."Emang dasar kalian!" Bustomi beringsut.Lalu Amanda ikut bicara. "Ini kan Juna mau mengunjungi ibunya. Kok jadi pada ribet pesan ini itu, coba? Kami juga gak maulah jadi bahan keroyokan para penggemar di jalan. Semuanya akan baik-baik saja. Jadi, kalian nikmati aja liburan bentar.""Emang susah kalau urusan sama anak keras kepala kayak gini." Vero tidak tahu harus mengatakan apa lagi.Sebenarnya rencana Arjuna ingin memperkenalkan Amanda pada ibunya, bermula pada sua
Arjuna sempat tertegun dan tidak percaya, Amanda yang lebih dulu mengajaknya menikah. "Kamu udah yakin?""Apa lagi yang mesti diragukan?" Amanda menatapnya. "Aku sudah yakin dengan pilihan aku. Kamu.""Apakah..." Arjuna ingin menanyakan sesuatu yang ingin diketahuinya, namun selalu tidak pernah terucap dari mulutnya karena menjaga perasaan Amanda."Kamu mau tanya, apakah aku sudah melupakan masa lalu?" Rupanya, Amanda sudah bisa menebak, apa yang ingin diketahui Arjuna. "Sejujurnya, masa laluku terlalu berat dan sulit dilupakan. Kenangan indah dan menyakitkan gak pernah bisa aku usir begitu saja. Setiap saat teringat semuanya. Bahkan aku takut hal yang sama mungkin terulang. Tetapi aku sudah capek berusaha melupakan semua itu. Aku harus belajar menerima, bahwa masa lalu letaknya di masa lalu. Aku mau meraih masa depanku yang bahagia, dan itu bersama kamu, Juna.""Kamu perempuan hebat! Kamu kuat, Sayang! Aku tahu. Maka dari itu, ayo, kita menikah." Arjuna mencium kening Amanda.Sebenar
Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Kusuma Pertiwi dipadati oleh orang-orang dengan berbagai kepentingan. Dua korban kecelakaan dibaringkan pada dua brankar berbeda, didorong masuk, juga menuju ke ruangan yang berbeda. Pasien prianya mengalami luka parah di bagian kepala, tangan, juga kakinya. Sedangkan pasien wanita hanya mengalami luka di kepala. Hanya satu hal yang sama, yaitu darah membasahi hampir seluruh tubuh dan pakaian mereka. Para dokter jaga di UGD malam itu sibuk melakukan tindakan pertolongan. Beberapa orang mengenali wajah korban kecelakaan itu. Ada yang menghubungi awak media. Seorang wartawan melaporkan langsung dari rumah sakit, "Telah terjadi sebuah kecelakaan mobil yang mengakibatkan dua orang pengemudinya terluka parah. Setelah dikonfirmasi, mobil dengan nomor polisi B 412 JNA tersebut adalah milik aktor muda ternama tanah air, Arjuna Yudhistira. Sampai berita ini diturunkan, belum diketahui identitas penumpang di dalam mobil." Bustomi dikejutkan dengan berita itu, s