Share

4. Cinta dan Karir

Waktu berlalu, tidak terasa, sudah dua tahun Panji dan Amanda berkuliah dan hidup di Jakarta. Panji menjalani kuliahnya yang semakin sibuk, dan pekerjaan sampingan juga menyita waktu. Hampir tidak tersisa waktu untuk berkencan dengan Amanda. Tetapi ia selalu sempatkan setiap malam minggu, atau ketika hari libur, ia akan meninggalkan yang bisa ditinggalkan, demi bisa menumpahkan perhatiannya pada sang kekasih.

Sebenarnya kesibukan Amanda juga tidak kalah gila. Di hari biasa ia mengikuti jadwal perkuliahan, sementara di hari libur, Amanda pergi mengikuti jadwal syuting. Benar! Setelah berhasil mementaskan sosok Ibu Fatmawati beberapa tahun lalu di kampus, bakatnya dalam seni peran. Ia jadi sering dapat tawaran untuk syuting iklan atau film televisi, mengisi peran-peran figuran. Lama-lama, dapat jatah peran pendukung. Sebenarnya tawaran membintangi film atau sinetron remaja sebagai pemeran utama banyak datang, hanya saja Amanda sering menolak, karena tidak ingin kuliahnya jadi keteteran.

Amanda adalah gadis yang mandiri. Sejak ditinggal mati ibunya, ia sering mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Termasuk mengurus hidupnya. Ia tahu, Panji sibuk. Ia tidak ingin mengganggu hanya karena minta diantar-jemput ke mana-mana. Walau sekarang Panji sudah punya motor. Dibeli dari hasil menyisihkan gajinya saat bekerja di kafe. Walau hanya motor bekas.

Bahkan saat Panji libur, tetapi Amanda malah syuting, dia hanya menyarankan pada Panji untuk memakai waktu luang begitu untuk istirahat.

"Tapi aku mau nemenin kamu, Yank," kata Panji.

"Nanti aja, kalau aku udah jadi bintang beneran, baru deh," jawab Amanda sambil berkelakar.

"Ih, kamu ya. Aku ini loh, kangen setengah mampus sama kamu. Seminggu ya, gak lihat kamu, gara-gara kuliah sibuk, trus kafenya rame pula." Panji mulai menggerutu.

Amanda duduk di samping Panji. "Yank, semua kesibukan, kesusahan, dan jerih payah kita saat ini adalah bekal buat masa depan kita berdua. Itu kan yang kita mau?" Ia merangkul Panji. "Mungkin akulah yang paling pengen kita berdua sama-sama sukses."

Panji tersenyum. "Kamu selalu menyuntikkan semangat buat aku. Tapi, hari ini aku tetep mau nemenin kamu syuting. Sebelum nanti kamu beneran jadi bintang besar, dan aku gak bisa nyentuh kamu."

Amanda tersenyum. "Ya udah."

Amanda memang tidak terlalu sering datang ke lokasi syuting dengan bawa pacar, tetapi beberapa kru yang pernah bekerja sama, mengetahui hubungan mereka. Salah satunya Bang Ben, petugas katering di lokasi syuting dari rumah produksi yang sering menawari Amanda memerankan satu karakter.

"Dikawal nih, Mbak Manda?" goda Bang Ben.

"Iya nih, Bang. My beloved bodyguard!" Amanda menjawabnya dengan gembira. Sebenarnya ia juga senang kalau Panji bisa menemaninya ke mana-mana.

"Ya udah, aku tunggu di sini sama Bang Ben, ya. Kamu syuting yang bagus." Panji mencium kening Amanda, memberikan dukungan dan semangat penuh cinta.

Amanda mengangguk.

Hari itu Amanda syuting di sebuah ruang apartemen, untuk film televisi remaja yang mengisahkan cerita tentang mahasiswi mandiri yang disukai oleh anak orang kaya. Amanda berperan jadi temannya si mahasiswi tersebut. Namanya Tina. Ceritanya, hari itu Tina sedang membantu temannya; si pemeran utama itu, mengerjakan tugas kuliah, karena sang teman mulai kepincut pacaran dengan cowok itu.

Namun, sampai Amanda selesai melakukan pengambilan gambar untuk dirinya, pemeran utama yang merupakan aktris FTV yang sedang populer, tidak juga datang. Sudah dihubungi berulang kali, masih tidak menyahut juga. Kan, seharusnya pemeran utama itu datang untuk melakukan adegan baru pulang dari pacaran, dan mengucapkan terima kasih kepada Tina.

Sutradara mulai kesal. Karena hal seperti ini bukan hanya terjadi sekali atau dua kali. Sudah beberapa kali. "Coba deh, telepon pihak PH, ganti aja pemainnya, daripada jadwal syuting jadi berantakan begini!"

Asisten sutrada sudah mencoba menghubungi aktris bernama Dinda Shah, melalui manajernya. Semua nomor mereka tidak ada yang aktif.

Masih ada dialog yang harus dilakukan antara Amanda dan Dinda. Amanda tidak ingin ikut campur urusan manajemen syuting. Yang penting dirinya bisa melakukan tugas dengan baik, ya sudah.

Sambil menunggu kabar kelanjutan syuting hari ini, Amanda membaca kembali naskah sambil menghafalkan dialognya. Ia memakai ruangan kamar tidur, duduk bersandar pada bantal, dan membaca adegan yang akan menjadi bagiannya nanti. Saking penuh penghayatannya, ia tidak sadar membaca dialog juga dengan penuh jiwa. Sempat merasa kurang pas, ia mengulanginya. Masih kurang pas juga, ia coba membaca dialog milik Dinda, untuk mencari emosi yang tepat. "Tina, gue makasih banget sama lo. Gak tahu gimana jadinya kalo gak punya lo." Kemudian, ia melanjutkan dengan dialognya sendiri. "Gak papa, Rinta. Gue kan temen lo. Tapi plis, jangan sering-sering, dong."

Amanda tidak menyadari, kalau Pak Kemal yang jadi sutradara hari itu mendengar cara Amanda mengucapkan dialog dua tokoh tersebut. "Calon artis besar ini."

Tiba-tiba, Mas Anton, si asisten sutradara yang super sibuk nelponin artisnya membawa kabar mengejutkan. "Mas Kemal! Dinda! Dinda, Mas!"

"Kenapa Dinda?" tanya Pak Kemal.

Semua orang, termasuk Amanda juga mendengar Mas Anton menyampaikan kabar itu. "Dinda Shah ketangkap BNN!" BNN adalah Badan Narkotika Nasional, yang menangani perkara-perkara terkait penyalahgunaan narkoba atau obat-obat terlarang.

Rupanya selama ini Dinda sering telat atau bahkan tidak datang syuting karena sibuk nyabu. Semua orang menyayangkan perbuatan Dinda. Demi bisa tampil maksimal, malah melakukan hal di luar batas kewajaran, dan akhirnya rugi sendiri. Di usia yang masih muda, Dinda harus berurusan dengan hukum. Bahkan nasibnya sebagai artis langsung jatuh di mata publik.

Syuting hari itu dicukupkan, sampai ada kabar lagi dari rumah produksi. Amanda pun memutuskan mengajak Panji pulang.

"Emang, syuting film gitu itu capeknya banget apa gimana, Yank? Sampai butuh obat-obat terlarang begitu?" Walau ia berkuliah di kedokteran, Panji tetap tidak habis pikir terhadap para penyalahguna narkoba, apalagi dalam karir yang mentereng sebagai selebriti.

"Ya, dibilang capek ya capek. Apalagi kalau adegan yang sama diulang-ulang. Terlebih lagi kalau jadwalnya padat. Pantes aja sih, Kak Dinda itu kalau tampil selalu prima, energik, eh gak tahunya..." Amanda langsung menjitak pelan keningnya sendiri. "Amit-amit! Jangan dibahas lagi deh. Ngeri bayanginnya."

"Iya iya. Gak usah dibahas lagi. Yuk, pulang!" Panji naik ke motornya, dan menunggu Amanda naik juga. Tetapi gadis itu masih bergeming. "Eh, malah ngelamun, Nona!"

Lamunan Amanda pun buyar. Ia naik ke motor. Memakai helm, lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang sang kekasih. "Yank, aku pingin makan rujak manis."

"Rujak? Oke, mari kita kemon!" Panji tahu, pasti Amanda juga terkejut dan terguncang mendengar teman kerjanya terlibat urusan dengan narkoba. Ia ingin menghiburnya agar bisa lebih tenang.

Beberapa hari kemudian, belum ada kabar lagi bagaimana kelanjutan FTV yang melibatkan Amanda sebagai pemeran pendukungnya.

"Kayaknya itu FTV bungkus, deh. Gak jadi tayang." Amanda menduga demikian, sambil menemani Panji mencuci motornya pada suatu Minggu.

"Anggap aja belum rejeki," kata Panji. Ia melap air yang menempel pada jok motor dengan kanebo. Salah satu alat kebersihan yang selalu ada di dalam jok motornya.

"Iya, sih." Biasanya Amanda orangnya optimis dan selalu bisa melihat suatu permasalahan dari sudut pandang yang lain. Tapi dirinya sungguh menyayangkan, kalau sampai benar-benar FTV itu tidak dilanjutkan. Perannya cukup bagus di situ.

Kemudian datanglah Vero. Dari jauh sudah memanggil nama Amanda. Ia mempercepat langkah. "Manda!"

"Ada apa, Ver? Sampai lari-lari gitu?!" Amanda menunggu sampai Vero tiba di hadapannya.

"Ada tamu nyariin lo," kata Vero.

"Kok gak SMS aja sih? Pake lari-lari begitu," tegur Amanda.

"Jangankan SMS nih, ya, telepon udah berkali-kali, tapi gak diangkat. Punya Panji juga gak nyahut," prepet Vero.

Panji mengaku tidak pegang handphone karena sedang mencuci motor. Sedangkan Amanda bilang, dia malah tidak bawa handphone. Meninggalkannya di rumah, karena memang tidak ingin ada yang mengganggu saat pacaran begini. Waktu berduaan yang sulit mereka dapatkan belakangan ini.

"Ayo deh, cepetan. Tamunya nungguin," kata Vero.

"Tamu siapa sih, emangnya?" tanya Panji. Ia tahu, dirinya dan Amanda jarang menerima tamu saat di rumah. Biasanya menghubungi dengan menelepon.

"Yank, ikut, yuk. Aku juga gak punya firasat apa-apa bakal punya tamu hari ini." Amanda meminta Panji meninggalkan kesibukannya barang sebentar. Sang kekasih pun menurut.

Amanda tidak menyangka, tamu yang datang adalah Pak Kemal si sutradara dan Mas Anton asistennya. Mereka berdua menunggu di beranda rumah, duduk di kursi rotan. Mereka melihat Vero kembali bersama Amanda dan Panji.

"Amanda!" sapa Pak Kemal.

"Kirain siapa yang dateng, Pak," kata Amanda. "Tapi, ada apa ya, Pak? Karena gak biasanya didatengin kayak gini."

Mas Anton yang diminta menjelaskan oleh Pak Kemal. "Manda, selamat yah, kamu terpilih jadi pemeran utama FTV ini, gantiin Mbak Dinda."

Amanda melongo, terkejut mendengarnya. Ekspresi yang sama juga tampak di wajah Panji dan Vero. Mereka tahulah, bagaimana kualitas akting Dinda Shah, sebelum akhirnya berakhir dengan kasus penyalahgunaan narkoba.

"Bukan cuma itu," lanjut Pak Kemal. Pria paruh baya itu melanjutkan, "Kamu akan membintangi FTV dengan cerita yang baru. Kata Pak Produser, FTV yang kemarin ini, dibatalkan. Dianggap rugi saja gitu. Tapi beliau, juga saya yakin FTV yang baru ini akan mendatangkan ganti rugi yang sepadan, dengan bakat akting kamu."

Wah, memang tidak disangka sih ini. Amanda tidak menyangka bisa mendapatkan peran utama. Tetapi bagaimana nanti jadwal kuliahnya? Ia mengungkapkan kesulitannya soal jadwal.

"Kamu tenang saja, Manda. Pak Produser sama Mas Kemal ini, sudah tahu kesulitan kamu soal jadwal. Jadi, kami akan mengatur yang terbaik. Menyesuaikan dengan jadwal kuliah kamu." Kata-kata Mas Anton sungguh memudahkan apa yang tadinya dirasa sulit. 

Amanda pun meminta pendapat Panji. Pria itu tersenyum. "Ini jalan menuju impian kamu, Yank. Lanjutin!"

Bahkan Vero mendukungnya penuh. "Kan lumayan, Manda. Kalo lo udah terkenal, gue bisa dong jadi asisten atau apa, gitu."

Maka tidak ada lagi yang membuat Amanda ragu. Ia menerima tawaran tersebut. Keesokan harinya, Amanda pergi ke kantor rumah produksi untuk menandatangani kontrak satu judul ini. 

Karir Amanda mulai menapaki dunia baru. Asal tidak mengacaukan kuliahnya, ia bersedia memerankan tayangan apapun. Ia meraih bintangnya sendiri. Bakat seni perannya yang apik mulai dikenal oleh masyarakat. Nama Amanda Syailendra mulai diperhitungkan di dunia seni peran.

Sebagai fans nomor satu, sekaligus kekasihnya, Panji hanya berpesan satu hal, agar Amanda selalu melakukan semua perannya dengan baik. Ikhlas dalam menghibur masyarakat di negeri ini. "Yang paling penting, seterang apapun bintang kamu berkilau, jangan berhenti cinta sama aku." Panji sadar, godaan berkarir di dunia mega bintang itu besar. Amanda pasti akan bertemu banyak orang, bahkan pria-pria yang mungkin lebih segala-galanya.

"Yang, aku juga manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Tapi satu hal yang pasti gak akan pernah salah. Hatiku sudah memilih mencintai kamu, dan itu gak akan pernah berubah." Amanda menatap Panji. "Sampai kamu duluan yang ninggalin aku."

Panji langsung memeluk Amanda. "Itu juga gak akan pernah, Sayang. Aku mencintai kamu dengan perasaan yang luar biasa. Di dalam hatiku isinya cuma kamu, kamu, kamu."

"Aku percaya," ucap Amanda. "Orang yang saling mencintai, harus saling menjaga kepercayaan, bukan? Itulah yang akan kita lakukan dari sekarang."

"Aku janji," pungkas Panji.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status