Share

Bab 4

Author: Merspenstory
last update Huling Na-update: 2025-05-23 14:39:15

Sienna menelan ludah. Namun, ia berusaha berontak. Ia menarik tangannya, berusaha melepaskan diri dari rangkulan yang seolah dibuat dari baja.

“Lepaskan aku! Apa kau sudah gila?! Kita hanya satu malam! Itu tidak berarti apa-apa!” Sienna hampir kehabisan napas karena emosi dan upayanya melepaskan diri.

Namun pria itu tidak bergeming. Kepalanya bersandar santai di sandaran kursi, sementara tangannya tetap melingkar kokoh di tubuh Sienna. Ia bahkan tampak menikmati setiap detik kekacauan yang ditimbulkan.

“Kau benar-benar tidak waras,” geram Sienna, kemudian membuang muka untuk menghindari tatapan pria itu. “Hanya karena satu malam, kau pikir aku akan hamil? Apa kau dengar ucapanmu barusan?”

Masih tak ada respons. Seolah semua yang ia katakan hanya angin lalu.

“Apa kau dengar aku?!” Sienna kembali bersuara, lebih nyaring kali ini. “Kau tidak tahu apa-apa tentang aku! Kita bahkan belum pernah bertukar nama secara benar! Jadi apa maksudmu menyebut dirimu suamiku?!”

Pria itu hanya mendengus pelan, seulas senyum tersungging di sudut bibirnya. Namun matanya—mata yang sejak awal menolak menunjukkan kelembutan—menatap Sienna dengan lekat.

“Kau pikir aku tidak tahu siapa dirimu?” kata pria itu. “Aku tahu lebih banyak dari yang kau bayangkan, Sienna Hart.”

Sienna terdiam sesaat, ketakutan muncul di balik amarah yang meluap. “A-Apa maksudmu…?”

Pria itu menurunkan wajahnya hingga napasnya menyentuh pipi Sienna. “Aku tahu kau seorang desainer muda yang sedang naik daun. Aku tahu keluargamu mencoba menjualmu demi menyelamatkan bisnis mereka. Dan aku tahu malam itu, kau datang padaku bukan hanya karena alkohol.”

Wajah Sienna memucat. “Diam.” Suaranya rendah. “Kau tidak tahu apa-apa.”

Pria itu mengangkat alis. “Buktikan.”

“Lepaskan aku dulu!” Sienna mencoba lagi, tapi cengkeraman itu justru makin erat.

“Aku tidak butuh bukti. Tubuhmu sudah memberikannya malam itu. Dan jika semesta berpihak padaku…” Pria itu menyentuh perut Sienna dengan ringan. “Cepat atau lambat kau akan mengandung anakku.”

Sienna menepis tangan pria itu dengan kasar. “Kau tidak akan pernah tahu. Bahkan kalau aku hamil sekalipun, kau tidak akan pernah menjadi bagian dari hidupku.”

Ia menoleh ke luar jendela, menolak menunjukkan air mata yang mulai menggenang.

“Kau akan berubah pikiran,” bisik pria itu di telinga Sienna.

Mobil terus melaju, membawa mereka menuju tempat yang Sienna tidak tahu—dan mungkin, tidak ingin tahu.

Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah mansion mewah milik pria itu. Nama Sebastian Dellier akhirnya terucap dari mulut petugas keamanan, sesaat sebelum gerbang besar terbuka, dan menyingkap rumah megah yang tersembunyi di balik deretan pohon pinus yang menjulang.

“Selamat datang, Tuan Sebastian Dellier.”

Sienna membisu dan langsung merekam nama itu di kepalanya. Ia menatap ke luar jendela saat mobil melewati gerbang bergaya klasik dengan emblem D besar berwarna emas yang berdiri mencolok di puncaknya.

Mansion itu berdiri megah di tengah pekarangan luas. Pilar-pilar tinggi menopang balkon lantai dua, dan jendela-jendela besar menampilkan interior mewah bernuansa modern klasik. Meski hanya melihat sekilas, Sienna tahu bahwa tempat ini bukan sekadar rumah.

Ini adalah simbol kekuasaan.

Sebastian keluar lebih dulu, kemudian membuka pintu untuknya. Sienna tidak bergerak.

“Aku tidak akan melangkah satu inci pun ke dalam rumahmu,” ucap Sienna datar.

Sebastian membungkuk sedikit, menyamakan tinggi wajahnya dengan Sienna yang masih duduk. “Kau bisa masuk dengan langkahmu sendiri, atau kugendong seperti tadi.”

Sienna mendesis. “Kau—”

Namun sebelum ia menyelesaikan umpatan, Sebastian sudah menyentuh pinggangnya lagi—sebuah isyarat bahwa ia tidak sedang menggertak.

Sienna menepis tangan itu dengan kasar dan turun dari mobil. “Sentuh aku lagi dan aku akan menendang wajahmu,” ancamnya dingin.

Sebastian hanya terkekeh, mengiringi langkah Sienna ke dalam mansion.

Begitu pintu berat dari kayu itu terbuka, udara hangat menyambut mereka. Di dalam, seorang kepala pelayan menyambut dengan hormat, dan tidak menunjukkan keterkejutan sedikit pun melihat Sebastian datang bersama seorang wanita asing.

“Selamat datang kembali, Tuan Muda Dellier.”

“Siapkan kamar tamu utama untuk Nona Hart,” perintah Sebastian.

Sienna mendelik. “Aku tidak akan tinggal di sini!”

Sebastian menoleh dengan senyum tipis. “Terlambat. Sudah pukul sebelas malam, dan aku tidak akan mengantarmu ke mana pun sekarang.”

“Aku bisa pesan taksi.”

“Kau tidak bisa. Keamanan di gerbang utama tidak akan membiarkan siapa pun pergi tanpa izinku.” Nadanya lembut, tapi begitu mendominasi. Ia melangkah lebih dekat, membiarkan jarak di antara mereka menipis. “Kau boleh marah. Tapi aku tidak akan membiarkanmu pulang ke rumah itu malam ini.”

Sienna terdiam. Ia tahu Sebastian tidak menggertak. Ia tahu bahwa rumah ini lebih mirip istana pribadi—dengan segala pengamanan ketat, gerbang otomatis, dan staf yang hanya tunduk pada satu nama. Dellier.

Beberapa saat kemudian, seorang pelayan muda datang dan mempersilakan Sienna mengikuti ke kamar tamu utama. Sienna mengikut tanpa bicara.

Kamar itu lebih besar dari kamarnya di kediaman Hart. Dindingnya dihiasi lukisan klasik dan rak buku. Meja rias antik berdiri anggun di sisi jendela yang menghadap ke taman belakang.

Setelah pelayan pergi, Sienna buru-buru menutup pintu kamar. Ia berjalan ke ranjang, namun hanya duduk di tepi, sama sekali tidak punya niat untuk tidur.

Dellier—nama yang tak asing bagi Sienna. Ia pernah mendengarnya dalam berita, seminar bisnis, bahkan percakapan rahasia keluarganya. Sebuah dinasti besar di dunia perbankan, konstruksi, dan teknologi.

Sebastian Dellier bukan hanya nama yang mencerminkan kekuasaan. Bagi Sienna, pria itu menguasai malam yang ingin ia lupakan. Dan kini, ia menginginkan lebih.

Sienna terperanjat ketika pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan sosok Sebastian muncul begitu saja di ambang pintu.

“K–kau?” desisnya, refleks berdiri dan mundur beberapa langkah.

Sebastian melangkah masuk tanpa permisi. Melihat itu, Sienna segera memasang sikap waspada.

“Kau pikir bisa mengurungku di tempat mewah ini?!” hardik Sienna. “Aku pasti akan bisa keluar, dan saat itu terjadi, aku akan membalas semuanya!”

Sebastian tak menunjukkan reaksi berarti. Ia justru menyunggingkan senyum miring yang membuat dada Sienna berdegup tak karuan. Kakinya yang panjang terus melangkah mendekat.

Tanpa peringatan, ia meraih pinggang Sienna dan menarik tubuh gadis itu mendekat.

“Kau bisa saja kabur dariku,” bisiknya tenang namun menusuk. “Tapi kemudian apa? Menikah dengan pria tua pilihan keluargamu?”

Sienna membulatkan mata dan refleks mencengkeram lengan Sebastian. Ia mencoba mendorong, tapi tatapan pria itu membuatnya membeku. Sebuah perasaan asing menguar, antara takut dan tertantang.

“Pilihanmu hanya dua, Sienna. Menikah denganku atau pria tua itu.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 16

    Beberapa menit berlalu dalam ketegangan yang senyap. Sienna masih duduk di kursi ruang tunggu, lututnya diperban rapi dan pergelangan tangannya berdenyut nyeri. Di sampingnya, wanita berhijab yang tadi menolongnya masih duduk dengan tenang.“Terima kasih,” ucap Sienna pada wanita itu, suaranya pelan dan tulus. “AKu tidak tahu harus bagaimana jika Anda tidak muncul.”Wanita berhijab itu tersenyum hangat, matanya sempat menangkap cincin di jari manis Sienna. “Jangan dipikirkan. Siapa pun pasti akan melakukan hal yang sama.”Sienna hendak mengatakan sesuatu lagi ketika pintu klinik terbuka secara tiba-tiba.Sebastian melangkah masuk dengan gerakan cepat. Matanya menyapu ruangan sampai menemukan Sienna, lalu tatapannya langsung menajam.“Sienna,” ucapnya serak sambil tergesa menghampiri. “Apa yang terjadi?”Sienna berdiri perlahan. “Aku baik-baik saja. Hanya memar ringan, lututku—”Belum selesai ia menjelaskan, pandangan Sebastian beralih pada wanita berhijab yang berdiri di samping Sienn

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 15

    Matahari Dubai menyelinap masuk lewat tirai tipis ketika Sienna terbangun keesokan harinya. Penthouse itu sunyi.Jam dinding menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas. Ia melirik ke sisi tempat tidur yang kosong, lalu duduk sambil menghela napas. Sebastian pasti sudah pergi.Sienna berjalan pelan ke ruang utama dan menemukan secarik catatan di atas meja.[Ada pertemuan pagi ini. Jangan keluar sendirian dan tunggu aku. – S.]Sienna mendecih pelan. “Jangan keluar sendiri? Serius? Aku bukan tahanan,” desisnya.Dengan enggan, ia menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh staf hotel, lalu berjalan ke jendela untuk menikmati pemandangan. Kota Dubai membentang luas di bawah sana, gemerlap dan asing.Sienna kembali ke kamar dan mencoba mengalihkan pikirannya. Ia membuka tablet dan mulai memindahkan beberapa sketsa desain, tapi tak lama kemudian rasa bosan mulai menyusup. Ia terlalu gelisah untuk berkonsentrasi.“Ada apa denganku hari ini?” gumamnya sambil memijat pelipis.Beberapa saat kem

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 14

    Langit sudah gelap ketika Sienna berdiri di depan mansion dengan koper di sampingnya. Udara yang dingin menyusup ke balik mantel panjangnya, tapi bukan itu yang membuatnya menggigil. Melainkan kenyataan bahwa ia akan pergi ke Dubai bersama Sebastian.Sebastian berdiri beberapa langkah di depannya, tengah berbicara di telepon dengan seseorang. Hanya sepatah dua patah kata, dan lawan bicaranya langsung bungkam.“Pria ini benar-benar penuh kontrol,” gumam Sienna pelan, tatapannya tak lepas dari Sebastian.Begitu sambungan telepon ditutup, Sebastian menoleh padanya. “Mobil sudah siap.”Sienna hanya mengangguk dan mengikuti langkah pria itu ke arah mobil hitam yang menunggu di depan tangga utama. Brandon membukakan pintu belakang, dan Sebastian masuk lebih dulu tanpa menoleh. Sienna mengikuti, duduk di kursi bersebelahan tanpa tahu harus berkata apa.Mobil begerak stabil menuju bandara.“Berapa lama penerbangannya?” tanya Sienna basa-basi.Sebastian menoleh sedikit. “Empat belas jam. Kita

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 13

    Keesokan paginya….Sienna menggeliat pelan di balik selimut tebal. Kepalanya sedikit berat, tapi tidak sampai pusing. Ia masih ingat anggur merah. Cocktail manis. Dan begitu banyak tawa.Lalu–Sienna membuka mata lebar-lebar.Ciuman.Kepalanya terangkat cepat, jantungnya ikut melonjak. Ia duduk, lalu memeluk lutut sambil menyandarkan dagu. “Tolong katakan itu hanya mimpi,” gumamnya pelan, tapi detak jantungnya tahu lebih dulu bahwa itu nyata.Sienna masih bisa merasakan tekstur kemeja Sebastian di bawah tangannya. Aroma samar dari tubuh pria itu. Dan... bibirnya.Sienna menenggelamkan wajah ke lutut. “Ya Tuhan, aku benar-benar menciumnya,” desisnya. “Aku menyerangnya di depan tempat tidur. Saat aku mabuk.”Wajahnya sudah pasti memerah. Sienna mengangkat kepala dan memandang sekitar, mencari keberadaan Sebastian. Tapi pria itu tidak ada.Sienna mengembuskan napas pelan. Entah lega atau kecewa, ia tak yakin. Sesuatu dalam dirinya ingin berpura-pura tidak pernah terjadi apa-apa, tapi....

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 12

    Malam mulai larut ketika mereka meninggalkan restoran. Sienna bersandar malas di jok belakang, kepalanya terayun pelan ke sisi jendela, sementara pipinya bersemu merah muda. Dua gelas anggur ditambah satu cocktail manis telah membuatnya sedikit limbung.Sebastian duduk di sebelahnya, tenang dan tetap menjaga jarak. Tapi suasana tenang itu langsung terusik ketika Sienna tiba-tiba menoleh ke arah Sebastian, matanya yang setengah redup menyipit manja.“Kau tahu,” gumamnya dengan suara pelan dan sedikit serak, “kau terlihat jauh lebih tampan ketika wajahmu serius seperti itu.”Sebastian melirik cepat, lalu kembali menatap ke depan. “Kau mabuk.”“Sedikit,” ucap Sienna sambil mengangkat dua jarinya, “tapi bukan berarti aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan.” Ia mencondongkan tubuh, menyandarkan dagunya ke bahu Sebastian dan berbisik, “Aku hanya sedang menikmati suamiku yang terlalu dingin dan terlalu tampan untuk dibiarkan begitu saja.”Sebastian menarik napas panjang, mencoba untuk teta

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 11

    Sudah satu jam sejak ia kembali ke suite hotel, namun Sienna tak kunjung merasa tenang. Emosi bergolak hebat dalam dadanya. Ia mencoba menahan diri, menggenggam erat perasaan yang kian tak terkendali.Amarah. Tapi bukan sekadar kemarahan biasa.Tapi pada siapa sebenarnya ia harus mengarahkan semua ini?Pada Nora Delacroix yang tanpa malu menyeretnya ke lobi dan menuduhnya sebagai wanita bayaran? Atau pada Sebastian yang menyembunyikan hubungannya dengan Nora?Ia sudah mengirim pesan. Hanya satu kalimat pendek. Kau bertunangan dengan Nora Delacroix?Tapi tak ada balasan. Mungkin Sebastian tengah duduk di ruang rapat dengan ekspresi tenang, sementara di sini Sienna merasa harga dirinya dihancurkan di depan publik.“Dasar menyebalkan,” desisnya sambil mendengus pelan.Tiba-tiba, pintu terbuka. Sienna menoleh cepat, lalu matanya langsung menangkap sosok Sebastian yang melangkah masuk. Tinggi dan gagah seperti biasa.Mereka sempat saling menatap. Hanya sekejap. Lalu Sienna membuang pandanga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status