Share

Bab 9

Author: Merspenstory
last update Huling Na-update: 2025-05-31 15:26:13

Sebastian tidak langsung menjawab. Ia memandang Sienna sejenak, namun ada kerutan samar muncul di antara alisnya. Entah karena heran, jengkel, Sienna tidak bisa menebak.

Meski ucapannya ringan, bagian dari diri Sienna menunggu reaksi. Ia tidak tahu apa yang ia harapkan. Tawa singkat? Sindiran? Atau penolakan halus?

Sebastian akhirnya mengalihkan pandangannya, lalu meletakkan cangkir kopinya di atas meja.

“Kalau itu permintaanmu, akan kupenuhi.” Nada suaranya datar, tapi bukan tanpa niat.

Tanpa banyak kata, Sebastian berjalan menuju mesin kopi di sudut meja. Sienna memperhatikan dalam diam.

Ia mendengar dengungan halus dari mesin kopi, lalu aroma kopi bercampur dengan susu perlahan memenuhi ruangan. Sienna nyaris tetawa mengingat betapa konyolnya situasi mereka. Ini pagi pertamanya sebagai istri, tapi yang mereka bicarakan hanyalah kopi.

Sebastian kembali dengan secangkir kopi susu hangat dan menyerahkannya padanya.

Sienna menerimanya dengan hati-hati. “Terima kasih.”

Sebastian hanya mengangguk, lalu duduk di ujung sofa yang lainnya. Jarak di antara mereka tetap lebar, tapi tak terasa setegang sebelumnya. Mereka minum dalam diam, dan untuk sesaat, waktu terasa melambat.

Sienna menghabiskan kopinya seteguk demi seteguk. Setelah beberapa menit, Sebastian memecah keheningan.

“Aku akan ke kantor pagi ini. Ada rapat penting yang harus kuhadiri.”

Sienna mengangguk tanpa menoleh. “Tak perlu menjelaskan. Kita berdua tahu, ini bukan pernikahan seperti dalam novel romantis.”

Sebastian menatap Sienna lama. “Tetap saja, aku ingin kau tahu ke mana aku pergi.”

Sienna menoleh, mata mereka bertemu sejenak. “Baiklah,” ucapnya.

Setelah Sebastian pergi, suasana di suite hotel kembali sunyi. Sienna berdiri sebentar di depan kaca, memandangi pantulan dirinya sendiri.

Kemudian ia kembali ke sofa, menarik selimut tipis ke pangkuannya, dan menyalakan televisi hanya untuk mendengar suara lain. Tapi bahkan suara presenter berita pagi pun tak bisa mengusir kesepian yang mulai menggantung.

“Rasanya membosankan sekali,” gumam Sienna setengah mengeluh.

Sebastian memintanya untuk mengambil hari libur setelah pernikahan mereka, sementara dia sendiri malah pergi bekerja sejak pagi.

Sienna menghela napas pendek, lalu bersandar lebih dalam ke sofa. “Jadi, sebenarnya apa maksud pria itu?” gerutunya lagi.

Menjelang sore, Sienna membuka salah satu laci di lemari dan menemukan beberapa buku yang disediakan hotel. Ia mengambil satu buku, duduk di sofa, dan mencoba membaca. Tapi matanya hanya mengikuti baris demi baris tanpa benar-benar memahami isinya.

Hingga akhirnya suara bel pintu membuyarkan fokusnya.

Sienna bangkit dan membuka pintu.

Brandon—asisten pribadi Sebastian—berdiri di sana, tampak rapi seperti biasa dalam jas biru malam. Di tangannya ada beberapa tas belanja dari butik-butik mahal.

“Selamat sore, Nyonya Dellier,” sapanya cepat. “Saya datang membawakan beberapa pakaian untuk Anda.”

Sienna tersenyum tipis. “Masuk saja, Brandon.”

Pria itu melangkah masuk, meletakkan tas-tas belanja itu di atas meja dekat sofa, lalu mundur dua langkah. “Kalau ada yang perlu ditukar ukurannya, beri tahu saya. Tuan Sebastian memintaku memastikan semuanya nyaman untukmu.”

Sienna menoleh pada asisten suaminya. “Dia bilang begitu?”

Brandon mengangguk singkat. “Ya, dan satu hal lagi. Tuan Sebastian menyampaikan kemungkinan dia akan pulang larut malam. Rapatnya diperpanjang. Kalau Anda butuh sesuatu, makan malam misalnya, saya bisa bantu aturkan lewat layanan kamar atau mereservasi restoran.”

Sienna terdiam sejenak, mencerna kalimat itu. Ada bagian dari dirinya yang bertanya-tanya mengapa Sebastian bahkan repot-repot menitipkan pesan dan mengiriminya pakaian. Tapi ia tahu, Brandon hanya menyampaikan tugasnya.

“Aku mengerti,” kata Sienna dengan suara tenang. “Terima kasih sudah mengantar ini semua. Aku bisa urus sisanya sendiri, Brandon.”

Brandon tersenyum sopan. “Baik, kalau begitu. Selamat sore, Nyonya Dellier.”

Sienna hanya mengangguk pelan. Ia menyaksikan pria itu melangkah keluar dan menutup pintu dengan tenang.

Nyonya Dellier. Sebutan itu tidak membuat Sienna tersanjung. Tapi lebih seperti pakaian mewah yang terlalu indah, tapi bukan miliknya.

Sienna melangkah ke arah tas-tas belanjaan itu, kemudian membukanya satu per satu. Gaun-gaun cantik dari sutra dan kasmir, sepasang sandal hak tinggi yang tampak menawan, dan parfum mahal yang masih tersegel.

Sienna menyentuh salah satu gaun, lalu memeriksa label ukurannya. Tak lama setelah itu, suara ketukan kembali terdengar.

Sienna mengerutkan dahi. Ia mengira Brandon tertinggal sesuatu, atau mungkin ada staf hotel yang datang. Tanpa berpikir panjang, ia melangkah ke pintu dan membukanya.

Namun yang berdiri di ambang pintu bukan Brandon ataupun staf hotel seperti yang ia duga.

Seseorang yang asing—seorang wanita. Tinggi semampai, tubuh ramping terbungkus mantel wol krem yang tampak mahal. Rambut pirangnya disanggul rapi.

“Maaf,” kata Sienna bingung. “Ada yang bisa aku bantu?”

Wanita itu menatap Sienna dengan percaya diri. “Aku Nora. Tunangan Sebastian.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 16

    Beberapa menit berlalu dalam ketegangan yang senyap. Sienna masih duduk di kursi ruang tunggu, lututnya diperban rapi dan pergelangan tangannya berdenyut nyeri. Di sampingnya, wanita berhijab yang tadi menolongnya masih duduk dengan tenang.“Terima kasih,” ucap Sienna pada wanita itu, suaranya pelan dan tulus. “AKu tidak tahu harus bagaimana jika Anda tidak muncul.”Wanita berhijab itu tersenyum hangat, matanya sempat menangkap cincin di jari manis Sienna. “Jangan dipikirkan. Siapa pun pasti akan melakukan hal yang sama.”Sienna hendak mengatakan sesuatu lagi ketika pintu klinik terbuka secara tiba-tiba.Sebastian melangkah masuk dengan gerakan cepat. Matanya menyapu ruangan sampai menemukan Sienna, lalu tatapannya langsung menajam.“Sienna,” ucapnya serak sambil tergesa menghampiri. “Apa yang terjadi?”Sienna berdiri perlahan. “Aku baik-baik saja. Hanya memar ringan, lututku—”Belum selesai ia menjelaskan, pandangan Sebastian beralih pada wanita berhijab yang berdiri di samping Sienn

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 15

    Matahari Dubai menyelinap masuk lewat tirai tipis ketika Sienna terbangun keesokan harinya. Penthouse itu sunyi.Jam dinding menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas. Ia melirik ke sisi tempat tidur yang kosong, lalu duduk sambil menghela napas. Sebastian pasti sudah pergi.Sienna berjalan pelan ke ruang utama dan menemukan secarik catatan di atas meja.[Ada pertemuan pagi ini. Jangan keluar sendirian dan tunggu aku. – S.]Sienna mendecih pelan. “Jangan keluar sendiri? Serius? Aku bukan tahanan,” desisnya.Dengan enggan, ia menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh staf hotel, lalu berjalan ke jendela untuk menikmati pemandangan. Kota Dubai membentang luas di bawah sana, gemerlap dan asing.Sienna kembali ke kamar dan mencoba mengalihkan pikirannya. Ia membuka tablet dan mulai memindahkan beberapa sketsa desain, tapi tak lama kemudian rasa bosan mulai menyusup. Ia terlalu gelisah untuk berkonsentrasi.“Ada apa denganku hari ini?” gumamnya sambil memijat pelipis.Beberapa saat kem

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 14

    Langit sudah gelap ketika Sienna berdiri di depan mansion dengan koper di sampingnya. Udara yang dingin menyusup ke balik mantel panjangnya, tapi bukan itu yang membuatnya menggigil. Melainkan kenyataan bahwa ia akan pergi ke Dubai bersama Sebastian.Sebastian berdiri beberapa langkah di depannya, tengah berbicara di telepon dengan seseorang. Hanya sepatah dua patah kata, dan lawan bicaranya langsung bungkam.“Pria ini benar-benar penuh kontrol,” gumam Sienna pelan, tatapannya tak lepas dari Sebastian.Begitu sambungan telepon ditutup, Sebastian menoleh padanya. “Mobil sudah siap.”Sienna hanya mengangguk dan mengikuti langkah pria itu ke arah mobil hitam yang menunggu di depan tangga utama. Brandon membukakan pintu belakang, dan Sebastian masuk lebih dulu tanpa menoleh. Sienna mengikuti, duduk di kursi bersebelahan tanpa tahu harus berkata apa.Mobil begerak stabil menuju bandara.“Berapa lama penerbangannya?” tanya Sienna basa-basi.Sebastian menoleh sedikit. “Empat belas jam. Kita

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 13

    Keesokan paginya….Sienna menggeliat pelan di balik selimut tebal. Kepalanya sedikit berat, tapi tidak sampai pusing. Ia masih ingat anggur merah. Cocktail manis. Dan begitu banyak tawa.Lalu–Sienna membuka mata lebar-lebar.Ciuman.Kepalanya terangkat cepat, jantungnya ikut melonjak. Ia duduk, lalu memeluk lutut sambil menyandarkan dagu. “Tolong katakan itu hanya mimpi,” gumamnya pelan, tapi detak jantungnya tahu lebih dulu bahwa itu nyata.Sienna masih bisa merasakan tekstur kemeja Sebastian di bawah tangannya. Aroma samar dari tubuh pria itu. Dan... bibirnya.Sienna menenggelamkan wajah ke lutut. “Ya Tuhan, aku benar-benar menciumnya,” desisnya. “Aku menyerangnya di depan tempat tidur. Saat aku mabuk.”Wajahnya sudah pasti memerah. Sienna mengangkat kepala dan memandang sekitar, mencari keberadaan Sebastian. Tapi pria itu tidak ada.Sienna mengembuskan napas pelan. Entah lega atau kecewa, ia tak yakin. Sesuatu dalam dirinya ingin berpura-pura tidak pernah terjadi apa-apa, tapi....

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 12

    Malam mulai larut ketika mereka meninggalkan restoran. Sienna bersandar malas di jok belakang, kepalanya terayun pelan ke sisi jendela, sementara pipinya bersemu merah muda. Dua gelas anggur ditambah satu cocktail manis telah membuatnya sedikit limbung.Sebastian duduk di sebelahnya, tenang dan tetap menjaga jarak. Tapi suasana tenang itu langsung terusik ketika Sienna tiba-tiba menoleh ke arah Sebastian, matanya yang setengah redup menyipit manja.“Kau tahu,” gumamnya dengan suara pelan dan sedikit serak, “kau terlihat jauh lebih tampan ketika wajahmu serius seperti itu.”Sebastian melirik cepat, lalu kembali menatap ke depan. “Kau mabuk.”“Sedikit,” ucap Sienna sambil mengangkat dua jarinya, “tapi bukan berarti aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan.” Ia mencondongkan tubuh, menyandarkan dagunya ke bahu Sebastian dan berbisik, “Aku hanya sedang menikmati suamiku yang terlalu dingin dan terlalu tampan untuk dibiarkan begitu saja.”Sebastian menarik napas panjang, mencoba untuk teta

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 11

    Sudah satu jam sejak ia kembali ke suite hotel, namun Sienna tak kunjung merasa tenang. Emosi bergolak hebat dalam dadanya. Ia mencoba menahan diri, menggenggam erat perasaan yang kian tak terkendali.Amarah. Tapi bukan sekadar kemarahan biasa.Tapi pada siapa sebenarnya ia harus mengarahkan semua ini?Pada Nora Delacroix yang tanpa malu menyeretnya ke lobi dan menuduhnya sebagai wanita bayaran? Atau pada Sebastian yang menyembunyikan hubungannya dengan Nora?Ia sudah mengirim pesan. Hanya satu kalimat pendek. Kau bertunangan dengan Nora Delacroix?Tapi tak ada balasan. Mungkin Sebastian tengah duduk di ruang rapat dengan ekspresi tenang, sementara di sini Sienna merasa harga dirinya dihancurkan di depan publik.“Dasar menyebalkan,” desisnya sambil mendengus pelan.Tiba-tiba, pintu terbuka. Sienna menoleh cepat, lalu matanya langsung menangkap sosok Sebastian yang melangkah masuk. Tinggi dan gagah seperti biasa.Mereka sempat saling menatap. Hanya sekejap. Lalu Sienna membuang pandanga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status