Share

Bab 8

Author: Merspenstory
last update Huling Na-update: 2025-05-31 15:19:53

Pesta pernikahan telah usai. Malam ini, mereka menginap di salah satu suite hotel tempat pesta dilangsungkan. Lilin aroma mawar menyala di sudut ruangan, tapi tak satu pun dari mereka benar-benar memperhatikannya.

Sienna berdiri memunggungi Sebastian, memandangi pantulan dirinya di cermin besar. Gaun pengantinnya telah dilepas dan digantung rapi di balik pintu. Sekarang ia hanya mengenakan gaun tidur sutra tipis berwarna sampanye.

Di belakangnya, Sebastian membuka kancing kemejanya satu per satu dengan gerakan perlahan. Ia tak mengatakan apa-apa. Tak satu pun dari mereka berbicara sejak pintu kamar tertutup.

“Apa sekarang kita harus bermain peran sebagai pasangan bahagia?” Sienna akhirnya bersuara, pelan namun tegas.

Sebastian menatap Sienna lewat pantulan cermin. “Aku tidak bermain peran.”

Sienna berbalik. “Tapi ini bukan pernikahan biasa, bukan? Kita tidak berdiri di altar tadi karena cinta.”

Sebastian mendekat, lalu berhenti tepat di depan Sienna. Matanya menatap dalam, seperti ingin menembus semua lapisan emosi wanita itu.

“Tidak. Tapi kita tetap menikah.”

“Ya.” Sienna tertawa getir. “Dan aku bahkan tidak tahu harus merasa apa malam ini.”

Sebastian tidak membalas. Ia hanya mengangkat tangannya, menyentuh pundak Sienna sekilas. Sebuah gerakan yang ringan, namun cukup untuk membuat wanita itu mematung.

“Apa kau takut?” tanya Sebastian berbisik.

Sienna menatap mata Sebastian lekat. “Aku tidak takut padamu, Sebastian. Aku hanya takut kehilangan diriku sendiri… sekali lagi.”

Sebuah keheningan mengembang di antara mereka.

Lalu Sebastian berkata, “Kau tidak akan hilang. Tidak di bawah atapku.”

Sienna nyaris ingin memercayai kata-kata itu, tapi ia tahu, tidak ada janji yang benar-benar berarti di dunia mereka. Bukan janji cinta. Bukan pula perlindungan.

Sebastian berjalan ke sisi tempat tidur, duduk dan menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang. Ia tidak menatap Sienna lagi, tak memberi isyarat apa pun.

Sienna mematung sejenak sebelum akhirnya berjalan pelan ke sisi ranjang lainnya. Ia naik ke atas kasur, berbaring di ujung berlawanan tanpa suara. Mereka berada di tempat tidur yang sama, tapi jarak di antara mereka terasa seperti jurang tak terlihat.

Lama kemudian, saat lampu dimatikan dan malam makin larut, suara Sienna terdengar pelan dalam gelap.

“Kau sudah tidur?”

“Belum,” jawab Sebastian.

Sienna menggigit bibir bawahnya, ragu sejenak sebelum melanjutkan. “Aku bertanya-tanya… apakah ini akan berhasil. Pernikahan ini.”

Sebastian tak langsung menanggapi. Ia berguling sedikit, membiarkan dirinya menatap langit-langit gelap seperti yang dilakukan Sienna.

“Aku tidak tahu,” katanya jujur. “Tapi aku tidak menyesal memilihmu.”

Sienna memejamkan mata. “Entahlah,” gumamnya lelah. Ia menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. “Hari ini terasa panjang sekali. Kakiku masih sakit karena sepatu hak tinggi itu,” keluhnya pelan.

Tak ada balasan dari sisi lain ranjang.

Tak butuh waktu lama hingga Sienna terlelap.

Sebastian masih terjaga. Ia melirik ke arah Sienna dalam gelap, lalu ia memejamkan mata perlahan, membiarkan malam menelannya juga.

***

Keesokan paginya, Sienna menggeliat kecil, lalu membuka matanya perlahan. Beberapa detik ia hanya menatap langit-langit, mencoba mengingat di mana dirinya. Lalu ingatan tentang hari sebelumnya menghantam seperti ombak—pernikahan, altar, ciuman Sebastian, dan malam yang sunyi.

Ia menoleh ke samping.

Sisi ranjang Sebastian kosong.

Aroma kopi segar samar-samar tercium dari luar kamar. Sienna mengangkat tubuhnya, duduk perlahan sambil mengusap mata. Rambutnya tergerai berantakan, tapi masih cantik.

Sienna melangkah turun dari ranjang. Kaki telanjangnya menyentuh permukaan karpet hangat. Gaun tidur sutra itu masih melekat di tubuhnya.

Perlahan, ia berjalan ke arah pintu yang sedikit terbuka menuju ruang tamu suite.

Sebastian berdiri membelakanginya, mengenakan kemeja putih yang tidak ia kancing. Di tangannya ada secangkir kopi, dan di hadapannya pemandangan kota yang sibuk mulai bergerak di balik jendela besar.

Sienna bersandar di kusen pintu, diam-diam memperhatikan garis punggung Sebastian yang kokoh di balik kemeja putih tipis itu.

“Aku tidak tahu kau bisa bangun sepagi ini,” ucap Sienna, suaranya serak dan pelan.

Sebastian menoleh separuh, cukup untuk menunjukkan bahwa ia sadar akan kehadiran Sienna. Ia mengangkat cangkir kopinya sedikit, lalu meneguknya sebelum bertanya, “Mau kopi?”

Sienna melangkah pelan ke ruang tamu, lalu duduk di salah satu sofa dengan gerakan hati-hati. Ia menarik kedua kakinya ke atas, memeluk lutut, dan menyandarkan dagu di atasnya.

“Aku tidak yakin lambungku siap menerima kopi sekarang,” gumamnya. “Kecuali kau punya yang manis, banyak susunya.”

Sebastian mengangkat alis ringan. “Kau baru bangun dan sudah membuat permintaan khusus?”

Sienna menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa, menatap Sebastian dengan senyum tipis yang tak sampai ke mata. Ada nada main-main dalam suaranya ketika berkata,

“Bukankah seorang istri berhak meminta hal-hal kecil dari suaminya?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 16

    Beberapa menit berlalu dalam ketegangan yang senyap. Sienna masih duduk di kursi ruang tunggu, lututnya diperban rapi dan pergelangan tangannya berdenyut nyeri. Di sampingnya, wanita berhijab yang tadi menolongnya masih duduk dengan tenang.“Terima kasih,” ucap Sienna pada wanita itu, suaranya pelan dan tulus. “AKu tidak tahu harus bagaimana jika Anda tidak muncul.”Wanita berhijab itu tersenyum hangat, matanya sempat menangkap cincin di jari manis Sienna. “Jangan dipikirkan. Siapa pun pasti akan melakukan hal yang sama.”Sienna hendak mengatakan sesuatu lagi ketika pintu klinik terbuka secara tiba-tiba.Sebastian melangkah masuk dengan gerakan cepat. Matanya menyapu ruangan sampai menemukan Sienna, lalu tatapannya langsung menajam.“Sienna,” ucapnya serak sambil tergesa menghampiri. “Apa yang terjadi?”Sienna berdiri perlahan. “Aku baik-baik saja. Hanya memar ringan, lututku—”Belum selesai ia menjelaskan, pandangan Sebastian beralih pada wanita berhijab yang berdiri di samping Sienn

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 15

    Matahari Dubai menyelinap masuk lewat tirai tipis ketika Sienna terbangun keesokan harinya. Penthouse itu sunyi.Jam dinding menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas. Ia melirik ke sisi tempat tidur yang kosong, lalu duduk sambil menghela napas. Sebastian pasti sudah pergi.Sienna berjalan pelan ke ruang utama dan menemukan secarik catatan di atas meja.[Ada pertemuan pagi ini. Jangan keluar sendirian dan tunggu aku. – S.]Sienna mendecih pelan. “Jangan keluar sendiri? Serius? Aku bukan tahanan,” desisnya.Dengan enggan, ia menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh staf hotel, lalu berjalan ke jendela untuk menikmati pemandangan. Kota Dubai membentang luas di bawah sana, gemerlap dan asing.Sienna kembali ke kamar dan mencoba mengalihkan pikirannya. Ia membuka tablet dan mulai memindahkan beberapa sketsa desain, tapi tak lama kemudian rasa bosan mulai menyusup. Ia terlalu gelisah untuk berkonsentrasi.“Ada apa denganku hari ini?” gumamnya sambil memijat pelipis.Beberapa saat kem

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 14

    Langit sudah gelap ketika Sienna berdiri di depan mansion dengan koper di sampingnya. Udara yang dingin menyusup ke balik mantel panjangnya, tapi bukan itu yang membuatnya menggigil. Melainkan kenyataan bahwa ia akan pergi ke Dubai bersama Sebastian.Sebastian berdiri beberapa langkah di depannya, tengah berbicara di telepon dengan seseorang. Hanya sepatah dua patah kata, dan lawan bicaranya langsung bungkam.“Pria ini benar-benar penuh kontrol,” gumam Sienna pelan, tatapannya tak lepas dari Sebastian.Begitu sambungan telepon ditutup, Sebastian menoleh padanya. “Mobil sudah siap.”Sienna hanya mengangguk dan mengikuti langkah pria itu ke arah mobil hitam yang menunggu di depan tangga utama. Brandon membukakan pintu belakang, dan Sebastian masuk lebih dulu tanpa menoleh. Sienna mengikuti, duduk di kursi bersebelahan tanpa tahu harus berkata apa.Mobil begerak stabil menuju bandara.“Berapa lama penerbangannya?” tanya Sienna basa-basi.Sebastian menoleh sedikit. “Empat belas jam. Kita

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 13

    Keesokan paginya….Sienna menggeliat pelan di balik selimut tebal. Kepalanya sedikit berat, tapi tidak sampai pusing. Ia masih ingat anggur merah. Cocktail manis. Dan begitu banyak tawa.Lalu–Sienna membuka mata lebar-lebar.Ciuman.Kepalanya terangkat cepat, jantungnya ikut melonjak. Ia duduk, lalu memeluk lutut sambil menyandarkan dagu. “Tolong katakan itu hanya mimpi,” gumamnya pelan, tapi detak jantungnya tahu lebih dulu bahwa itu nyata.Sienna masih bisa merasakan tekstur kemeja Sebastian di bawah tangannya. Aroma samar dari tubuh pria itu. Dan... bibirnya.Sienna menenggelamkan wajah ke lutut. “Ya Tuhan, aku benar-benar menciumnya,” desisnya. “Aku menyerangnya di depan tempat tidur. Saat aku mabuk.”Wajahnya sudah pasti memerah. Sienna mengangkat kepala dan memandang sekitar, mencari keberadaan Sebastian. Tapi pria itu tidak ada.Sienna mengembuskan napas pelan. Entah lega atau kecewa, ia tak yakin. Sesuatu dalam dirinya ingin berpura-pura tidak pernah terjadi apa-apa, tapi....

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 12

    Malam mulai larut ketika mereka meninggalkan restoran. Sienna bersandar malas di jok belakang, kepalanya terayun pelan ke sisi jendela, sementara pipinya bersemu merah muda. Dua gelas anggur ditambah satu cocktail manis telah membuatnya sedikit limbung.Sebastian duduk di sebelahnya, tenang dan tetap menjaga jarak. Tapi suasana tenang itu langsung terusik ketika Sienna tiba-tiba menoleh ke arah Sebastian, matanya yang setengah redup menyipit manja.“Kau tahu,” gumamnya dengan suara pelan dan sedikit serak, “kau terlihat jauh lebih tampan ketika wajahmu serius seperti itu.”Sebastian melirik cepat, lalu kembali menatap ke depan. “Kau mabuk.”“Sedikit,” ucap Sienna sambil mengangkat dua jarinya, “tapi bukan berarti aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan.” Ia mencondongkan tubuh, menyandarkan dagunya ke bahu Sebastian dan berbisik, “Aku hanya sedang menikmati suamiku yang terlalu dingin dan terlalu tampan untuk dibiarkan begitu saja.”Sebastian menarik napas panjang, mencoba untuk teta

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 11

    Sudah satu jam sejak ia kembali ke suite hotel, namun Sienna tak kunjung merasa tenang. Emosi bergolak hebat dalam dadanya. Ia mencoba menahan diri, menggenggam erat perasaan yang kian tak terkendali.Amarah. Tapi bukan sekadar kemarahan biasa.Tapi pada siapa sebenarnya ia harus mengarahkan semua ini?Pada Nora Delacroix yang tanpa malu menyeretnya ke lobi dan menuduhnya sebagai wanita bayaran? Atau pada Sebastian yang menyembunyikan hubungannya dengan Nora?Ia sudah mengirim pesan. Hanya satu kalimat pendek. Kau bertunangan dengan Nora Delacroix?Tapi tak ada balasan. Mungkin Sebastian tengah duduk di ruang rapat dengan ekspresi tenang, sementara di sini Sienna merasa harga dirinya dihancurkan di depan publik.“Dasar menyebalkan,” desisnya sambil mendengus pelan.Tiba-tiba, pintu terbuka. Sienna menoleh cepat, lalu matanya langsung menangkap sosok Sebastian yang melangkah masuk. Tinggi dan gagah seperti biasa.Mereka sempat saling menatap. Hanya sekejap. Lalu Sienna membuang pandanga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status