Beranda / Young Adult / Contradiction / Pergulatan Hati

Share

Pergulatan Hati

Penulis: Saya Syakrila
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-09 00:20:44

Yoga dan Nala saling diam untuk beberapa saat, kecamuk berbagai pikiran dan perasaan begitu mengganggu mereka.

Jika saja, mereka berdua merasa begitu aneh. Mereka tidak pernah merasa begini canggung jika berdua. Selalu ada candaan yang terlempar juga hati dan pikiran yang selalu dibagi.

Jika ada masalah, biasanya mereka selalu bisa menyelesaikannya dengan cara baik dan cepat. Tapi, sepertinya hal itu tidak berlaku untuk hari ini.

Yoga dan Nala, tampak seperti dua orang yang tidak pernah dekat sebelumya. Mereka menaruh curiga dan dusta hingga Yuda, merasa hubungan mereka tidak sesehat dulu. Ada masalah yang tidak bisa diluruskan dan hubungan mereka sepertinya tidak mudah kembali terjalin.

"Gue tau ternyata gue salah. Lo bukan cewek sebaik yang gue kira. Kecewa gue sama lo."

Itulah kata-kata terakhir Yoga sebelum meninggalkan Nala saat itu. Tatapannya penuh kekecewaan, tidak lagi memandang Nala seperti dulu. Nala, bukan lagi anak baik yang ia kenal. Cewek itu sudah benar-benar berubah menjadi seorang pendendam yang hampir menyakiti Cecil. 

Debaman pintu UKS menjadi bukti bahwa pembicaraan mereka telah selesai, begitu juga hubungan pertemanan mereka yang sudah terjalin dari kecil. Berat memang, tapi Yuda tidak ingin berhubungan dengan orang yang salah. Kejadian mengejutkan ini, mengejutkan cowok itu sekaligus membuktikan wajah Nala yang sebenarnya.

Sementara itu, Nala hanya terdiam. Ingin sekali ia mengejar Yoga, membujuk Cowok itu untuk tidak meninggalkannya. Tapi, niat itu urung dilakukan. Nala tahu hal itu akan percuma. Butuh dari sekadar bujukan agar Yoga, bisa menerimanya kembali. Untuk sekarang, hal itu mungkin akan sulit dilakukan. Dan juga, ia harus minta maaf pada Cecil.

Sementara itu, Cecil sedang berdiam di kamarnya yang penuh dengan dingin udara AC. Cewek itu bergelung di dalam selimut tebalnya, sarapan pagi yang sudah disiapkan Mbok Darmi beberapa jam lalu belum disentuh sama sekali. Ia bahkan tidak mau beranjak dari tempat tidurnya tatkala Mbok Darmi mengetuk pintu kamarnya.

"Non, ini mbok bawain cemilan. Kue keju kesukaan non," kata Mbok Darmi, mencoba mengajak majikannya itu berbicara. Alih-alih menjawab, Cecil malah merapatkan selimutnya. Ia tidak mau makan, tidak mau minum ataupun yang lainnya. 

"Non, kalau non ndak mau, mbok bisa ba.."

"Nggak mau mbok, aku gak mau. Kuenya buat mbok aja," kata Cecil, memotong ucapan Mbok Darmi. Tanda, bahwa ia benar-benar akan menolak apapun yang wanita paruh baya itu coba berikan. Mbok Darmipun, tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti apa kata Cecil. 

Jujur saja, Mbok Darmi begitu khawatir dengan anak itu. Kemarin, Cecil pulang begitu cepat dari biasanya. Awalnya, Mbok Darmi senang-senang saja, tapi begitu melihat wajah lesu dan sembab Cecil yang saat itu diantar pulang oleh Adrian, memberikan tanda tanya besar bagi wanita paruh baya itu. Terlebih lagi, cewek itu bungkam dan tidak mau menceritakan apapun yang baru saja menimpanya.

"Yaudah kalau non ndak mau. Tapi, buka pintunya sebentar tolong non. Mbok mau bersihkan kamarnya," kata Mbok Darmi, pada akhirnya mampu membuat Cecil, beranjak dari duduknya dan membukakan pintu untuk orang yang selalu menemaninya itu.

Sebenarnya, itu hanya alasan Mbok Darmi saja. Selama ini, tanpa dibantu pun, Cecil sudah terbiasa mengurus ruangan pribadinya sendiri. Wanita itu hanya ingin melihat Cecil, memastikan anak itu baik-baik saja  Terbukti, saat Mbok Darmi masuk, keadaan kamar itu bersih dan rapi. Tapi, berbeda dengan kondisi Cecil yang tampak pucat dan acak-acakan.

Mbok Darmipun, segera menuju meja belajar Cecil. Di sana, sarapan cewek itu masih utuh tanpa disentuh sedikitpun. Ia sempat melirik Cecil sekilas, sungguh jika saja bisa, ia Ngin sekali menghibur Cecil sampai anak itu bisa kembali tersenyum ceria seperti biasanya.

"Non, kalau butuh sesuatu bilang ya. Mbok ada di dapur, siap masakin non apa aja yang non mau makan. Jangan kelamaan ngambeknya, nanti sakit," hanya itu yang bisa diucapkan seorang Mbok Darmi pada majikan yang disayanginya. Entah didengar atau tidak, Darmi hanya ingin memberi tahu Cecil bahwa dirinya selalu ada untuk cewek itu.

Sementara itu, Cecil hanya mengangguk. Merasa tidak sopan jika terlalu lama menghabiskan Mbok Darmi yang sudah begitu baik pada dirinya. Masalahnya ini, tidak ada hubungannya dengan Darmi, tapi perempuan itu justru turut merasakan dampak dari buruk suasana hatinya.

"Iya, mbok. Makasih ya, nanti kalau aku laper, aku ke dapur," kata Cecil membuat suasana hati Darmi membaik mendengarnya. Jujur, biasanya jika ada satu masalah yang menimpa, Darmi yang selalu menjadi tempatnya bercerita. Tapi, melihat masalahnya, ia jadi ragu akan menceritakannya pada Darmi. Bisa heboh nanti kalau Darmi tahu ia hampir diperkosa. Kalau begitu caranya, bukan hanya dia yang pusing nantinya, melainkan juga Mbok Darmi bahkan ayahnya yang sudah punya banyak beban dalam pekerjaannya. Ia tidak yakin perempuan itu bisa menjaga rahasia jika itu masalahnya.

"Mbok juga harus jaga kesehatan, gak usah mikirin aku terus. Aku gak apa-apa kok, cuma agak gak enak badan aja. Bentar lagi juga sembuh," kata cewek itu berusaha meyakinkan Darmi.

Mendengar hal itu, Darmi sebenarnya cukup lega. Ia sebenarnya yakin bahwa Cecil anak yang kuat. Tapi, ia juga tahu bahwa Cecil juga sebenarnya butuh teman. Darmi tahu betul Cecil hanya punya beberapa teman yang tidak banyak jumlahnya.

"Kalau gitu, nanti Mbok Darmi bikinkan wedang jahe ya non, supaya badan non seger," kata wanita itu bersemangat.

"Jangan lupa gulanya yang agak banyak ya mbok," balas Cecil menyetujui usulan Darmi meski ia juga tidak begitu ingin.

"Siap non, biar non lebih bertenaga," kata wanita itu lebih bersemangat. Tapi, ada hal yang Cecil tidak tahu.

Begitu Darmi keluar dari kamar Cecil, perempuan itu terdiam sejenak memikirkan sesuatu. Darmi tahu, ada yang disembunyikan Cecil darinya. Meski begitu, ia tidak punya hak apapun untuk memintanya bercerita. Ia sadar, ia bukan siapa-siapa kecuali orang yang dipekerjakan di rumah ini. Tapi, demi bisa melihat Cecil seperti biasa lagi, ia juga tidak boleh diam begitu saja. Ia ingin melakukan sesuatu untuk Cecil.

Darmi membuka hpnya untuk mengambil hp di saku bajunya dan langsung mengutak-atik aplikasi di dalamnya. Ia harus menghubungi seseorang yang pasti bisa menolong dan tidak mungkin bisa dibantah oleh Cecil.

"Maaf ya non, mbok sayang sama non. Mbok ndak mau lihat non begini terus. Non harus ceria lagi. Non sudah janji mau cerita apa saja sama mbok," kata wanita itu sebenarnya sedikit menyesal karena harusenggadaikan janjinya pada Cecil, untuk menuruti perintah tuannya yang lain.

Ya ini yang bisa ia lakukan untuk nona kecilnya itu.

 

"Halo bapak, ini saya Darmi."   

   

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Contradiction   Pergi untuk Tinggal

    Orang-orang terpana melihat kecantikan dan keanggunan Sang putri yang melintas di tengah jalan yang memisahkan pasar dan pertokoan di kedua sisinya. Gaun sutra merah yang ia kenakan begitu mewah sangat kontras dengan pakaian mereka yang terbuat dari kain murahan yang telah kusam dan kotor sana sini.Lilly yang tadinya kerepotan dengan banyaknya barang bawaan di tangannya pun teralihkan karena banyaknya orang-orang di sekelilingnyayang berdengung membicarakan putri yang baru saja lewat itu. Semua orang menunduk hormat dan menepi untuk memberi jalan. Sangat berbeda dengan dirinya yang dulu sering kali diusir dan dimarahi tanpa alasan yang jelas oleh para orang dewasa di sekitarnya.Gadis itu menatap iri pada sang putri yang tidak henti-hentinya memasang senyuman yang membuat wajah cantiknya semakin mempesona. Ia yang berdiri tepat di sisi jalan melihat dengan jelas bagaimana putri itu menyelipkan anak rambut di belakang telinganya kemudian tidak sengaja menatapnya dengan mat

  • Contradiction   Sirius

    Hari ini, ayah Aira pergi ke luar negeri, lagi. Kesempatan itu digunakan Aira untuk mengundang kedua sahabatnya ke rumah. Ya, meskipun ia harus membujuk Aoi lebih keras dari biasanya karena pengalaman buruknya saat bertamu terakhir kali memanglah tidak menyenangkan. "Tidak, Aira. Aku tidak ingin bertemu lagi dengan ayahmu. Jujur saja perlakuannya membuatku sakit hati," kata sahabatnya itu mengungkapkan perasaanya dengan jujur. Aira tahu dan jelas paham apa yang dirasakan Aoi. Kalau Aira berada dalam posisi yang sama dengan Aoi, mungkin bukan hanya sakit hati, ia juga pasti sudah membenci ayahnya, orang yang jelas telah menginjak harga dirinya. Tapi, sungguh. Ia hanya ingin menyenangkan sahabatnya itu. "Ayolah Aoi, ayahku tidak akan pulang selama satu minggu ke depan, kali ini aku sudah memastikannya sendiri. Aku tidak mungkin salah, asisten pribadi ayahku

  • Contradiction   Berkorban untuk Mendapatkan

    Malam terlewati begitu saja, dua sejoli yang baru pertama kali merasakan indah bercinta itu kini sudah harus meninggalkan mimpinya. Aoi menggerakkan kelopak matanya perlahan, hingga iris coklat muda itu terbuka dan langsung menyadari jika hari sudah terang. Meski di luar masih banyak salju, cuaca cenderung cerah sama seperti wajah Aoi saat bagun. Ini pengalaman pertama baginya menghabiskan malam bersama seorang pria. Ia sudah menjadi milik Yuta, begitu pula sebaliknya. Di sampingnya, Yuta masih tertidur lelap dengan tubuh polos yang hanya ditutupi selimut. Ada sedikit bercak darah di sprei yang Aoi tiduri. Bercak darah, yang akan mengikatnya dengan Yuta mulai hari ini. Sama halnya dengan Aoi, Yuta pun membuka matanya perlahan. Saat sadar dirinya masih ada di dalam kamar Aoi, bibirnya menyungging senyum. Ia tidak menyangka kepercayaan Aoi padanya ternyata begitu b

  • Contradiction   Mengikatmu

    Jalanan lengang, itulah yang pertama kali tersaji di hadapan Aira saat duduk memandang jendela di dalam mobil. Kendaraan besi itu melaju mulus di atas aspal tertutup salju, meninggalkan bekas jejak hitam yang memanjang menuju tujuannya beristirahat. Gadis itu menghela nafas perlahan, berharap hal itu bisa meringankan hatinya walau sedikit. Bukan keinginannya untuk terjebak di antara Yuta dan Aoi. Sejak awal dunianya memang sempit, tidak banyak teman yang tulus yang ia temui di sepanjang hidupnya, hanya ada mereka; Yuta dan Aoi. Terlebih lagi di saat sekarang ini di saat seisi sekolah membullynya. Jadi janngan salahkan Aira yang tidak bisa berpaling dari Yuta meski ia tahu hubungan yang ia harapkan tidak akan menjadi nyata dengan mudah. "Sampai kapan akan seperti ini?" Ujar gadis itu pada dirinya sendiri. Jika saja ia bisa mengendalikan perasaannya, akann lebih mudah jika ia bisa menghilang

  • Contradiction   Sayang dan Benci

    "DARAH DARAH DARAAAAAAH!!!!" Aira berteriak ketakutan mendapati seekor burung mati berbau amis di dalam lokernya. Aira tidak mampu berbuat apa-apa selain menjauh dari lokernya itu. Gadis itu pun menutup telinga rapat-rapat mendengar suara tawa dari sekelilingnya. Ia benar-benar takut pada burung mati. Itu mengingatkannya pada burung nuri kesayangannya yang dibakar dengan sengaja oleh ayahnya dulu. Aira melihat sendiri bagaimana burung itu terbang dilepaskan dari kandang dan akhirnya mati di udara jatuh entah dimana karena tubuhnya terbakar. "Belajar! Kamu terlalu banyak bermain dengan burung ini!" Begitu alasan ayahnya dulu. Aira benar-benar kasihan pada burungnya, makhluk kecil itu pasti kesakitan. Saat itu Aira menangis meraung-raung, apalagi burung itu pemberian ibunya yang biasa ia ajak bercerita. Tapi ayahnya tidak peduli, ia meninggalkan Aira begitu saja tanpa mengatakan apapun

  • Contradiction   Dalam Keterasingan

    Jam pelajaran terakhir memang selalu membosankan, beberapa anak bahkan terlihat tidur dengan menutupi wajahnya dengan buku besar. Suara Air Conditioner mendengung pelan, menghantarkan udara sejuk yang malah membuat semakin mengantuk. Sementara itu, Mizuno yang tidak memperhatikan sekitar tetap menerangkan pelajaran matematika yang sama sekali tidak cocok dengan suasana seperti ini.Di pojok belakang, Aira pun sama tidak fokusnya. Gadis cantik berambut cokelat vanilla yang dikuncir kuda itu melamun seenaknya tanpa bersusah payah menutupinya. Raga gadis itu boleh saja berada di kelas, tapi pikirannya melayang jauh pada wajah kecewa Aoi yang dilihatnya saat jam istirahat makan siang. Saat itu di toilet, Aoi benar-benar berbeda dari biasanya. Tidak ada raut wajah manis dan ramah seperti biasanya. Gadis itu tampak tidak bersahabat, wajahnya datar penuh pertanyaan. Aira yang sebenarnya lebih tinggi dari Aoi itu m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status