Share

Pergi ke Sekolah Baru

Membosankan, gerutu Ezra dalam hati.

Saat ini dirinya tengah berkeliling di sekolah barunya bersama kepala sekolah dan kedua orang tuanya.

Alasan kenapa Ezra terlihat badmood karena tadi pagi-pagi sekali sekitar pukul lima pagi dirinya harus mandi di empang. Itu karena dipaksa oleh mamanya, kata Bu Hannah, kalau Ezra memaksa untuk mandi di kamar mandi, akan memakan waktu yang lama karena harus menimba air dulu. Padahal Mang Dasa sudah menawarkan akan membantu menimbakan air, tapi Bu Hannah menolak, beliau ingin anaknya itu menjadi anak yang mandiri dan tidak manja.

Bayangkan saja, mandi pagi-pagi di kampung yang udaranya masih bersih belum terlalu tercemar oleh polusi, airnya mengalir dari mata air langsung pokoknya pas mandi berasa mandi menggunakan air es. Memang menyegarkan mandi di air empang itu, tapi karena tempatnya cukup terbuka membuat Ezra tidak bisa merasakan nyamannya mandi, apalagi mandinya harus cepat-cepat karena ternyata ada warga yang juga akan mencuci di empang sana.

Tadi pagi setelah sarapan Ezra sempat meminta kedua orang tuanya untuk merenovasi kamar mandi rumah Mang Dasa, juga sekalian membelikan mesin air, tapi permintaannya itu tidak digubris sama sekali, selain itu Ceu Itoh menolak dengan alasan tidak enak merepotkan mantan majikannya itu.

"Semoga Ezra bisa betah tinggal di sini," ucap kepala sekolah, Pak Karta.

Ezra hanya tersenyum kecil kemudian memalingkan wajahnya menatap taman di depannya. Taman itu berada di tengah-tengah bangunan sekolah yang berleter U. Tempat yang dilihat-lihat oleh mereka sekarang itu berada di atas, di sebelah Utara tempat lapang upacara dan olahraga, di ujung dekat gawang ada sebuah toren air dan empat WC. Barulah ke arah Selatan di samping kiri terdapat tiga kelas khusus untuk kelas dua belas IPS, ruang OSIS dan pramuka yang merangkap dengan UKS, koperasi, lap komputer, lab IPA, perpustakaan kecil yang menyatu dengan lab IPS, dan ruang guru yang disampingnya ada gudang dan WC.

Di samping kanan ada aula yang dibuat tinggi khusus untuk pentas kenaikan kelas atau perpisahan, tapi aula tersebut sekarang digunakan sebagai gudang penyimpanan alat-alat ekstrakulikuler mulai dari alat-alat olahraga, pramuka dan marching band. Kemudian kelas dua belas IPA, ruang tata usaha dan ruang kepala sekolah kemudian tempat parkir dan pos satpam.

Menuju ke jalan di bawah yang tidak terlalu menurun, di sana khusus kelas sepuluh dan sebelas. Bangunan di sana dikelilingi oleh kebun kopi, kapulaga dan singkong. Bangunan di sana leter L, di ujung adalah gudang dan perpustakaan, di belakangnya lahan kosong, sementara di belakang kelas ditanami oleh apotek hidup, kemudian di tengah-tengah ada lapangan voli, di ujung lapang voli ada bangunan kantor guru dan ruang kesenian dengan banyak peralatan degung. Empat WC, toren dan banyak kran air setelah itu ada sebuah ruangan yang panjang dan luas, digunakan sebagai mushola dan di sampingnya ada sebuah kantin.

Ezra sempat heran karena letak bangunan sekolah ini yang tidak biasa, kenapa pihak sekolah tidak membuat bangunan ini menjadi tiga lantai supaya tidak terlalu capek naik turun jalan yang menanjak, juga untuk menghemat lahan tentunya. Yang membuat Ezra heran lagi, kenapa sekolah ini dibangun dekat area pemakaman? Kenapa? Kenapa? Apakah pihak sekolah ini terinspirasi dari film-film horor?

Entahlah.

Setelah selesai berkeliling di bagian bawah, mereka berisitirahat di kantin. Ezra sempat bingung ingin membeli apa karena rata-rata yang dijual di kantin semuanya gorengan dan jajanan yang tidak diketahui namanya apa. Untung saja di kantin ada roti, Ezra membeli roti dan air putih. Sementara kedua orang tuanya tidak merasa terganggu ketika harus makan gorengan.

Karena sekarang belum waktunya istirahat, keadaan di sekolah cukup sepi, hanya terlihat murid yang sedang berada di jam olahraga saja yang terlihat berada di luar kelas. Meskipun sedang berolahraga, tetapi mereka tidak terlalu fokus karena penasaran dengan sosok Ezra. Mereka sebenarnya sudah mendengar desas-desus kalau akan ada murid baru yang datang dari kota. Para murid perempuan langsung heboh saat melihat Ezra yang begitu tampan dan keren, gayanya juga kece abis, pokoknya gayanya anak kota banget.

Keesokan harinya, Ezra sudah mulai resmi bersekolah di SMA Negeri 3 Wilalung. Bersama kepala sekolah, Pak Karta, Ezra masuk ke dalam kelas yang bertuliskan 'Kelas X-3'. Di dalam kelas yang tadinya kasak-kusuk hening seketika saat Pak Karta masuk.

Pak Karta menjelaskan tentang kedatangannya ke kelas dan memperkenalkan Ezra sebagai murid baru. Harusnya sih Bu Wati yang sebagai wali kelas, tetapi karena Bu Wati berhalangan hadir, makanya digantikan oleh Pak Karta.

"Nama gue Ezra Giovanni Kusuma. Pindahan dari Jakarta," ucap Ezra ketika Pak Karta menyuruhnya untuk memperkenalkan diri.

Murid-murid kelas sepuluh langsung bereaksi, apalagi murid-murid laki-laki yang merasa asing mendengar kata 'gue' itu.

Pak Karta hanya tersenyum kecil. "Ada yang mau ditanyakan?"

Murid-murid terlihat malu-malu, mereka sebenarnya ingin bertanya tentang hal-hal yang bersifat pribadi, tetapi enggan. Nanti dikiranya mereka sok kecentilan.

"Ini benar gak ada yang mau bertanya? Nomor hape misalnya? Atau status, pin BB, akun F*?" tanya Pak Karta, seolah mewakili pertanyaan yang tersangkut di tenggorokan para muridnya.

Kelas kembali kasak-kusuk.

"Kalau begitu Ezra, silakan kamu duduk di kursi yang kosong."

Mata Ezra memindai seluruh kelas dan menemukan kursi kosong di sebelah murid yang wajahnya terlihat mengantuk. Menurut Ezra, calon teman sebangkunya itu tipe murid penurut dan baik-baik. Meskipun duduknya tidak di depan, melainkan di pojok belakang dekat jendela karena barisan depan pertama dan kedua khusus untuk murid perempuan. Entah itu peraturan dari mana, mungkin karena tubuh perempuan tidak terlalu tinggi jadi bagi yang duduk di belakang bisa dengan leluasa menatap papan tulis.

Baru saja Ezra duduk di kursinya, mata orang-orang masih menatap Ezra dengan beragam macam eskpresi. Tapi sayangnya, mereka tidak bisa berlama-lama mengagumi ke-kerenan Ezra karena guru di jam pelajaran pertama mereka sudah masuk yaitu Bu Mae, guru matematika.

"Nama saya Emin," ucap orang yang duduk di sebelah Ezra.

Karena di kelas ini hanya 29 orang, Emin duduk sendirian. Makanya setelah tahu akan ada murid baru laki-laki yang masuk ke kelasnya, Emin manjadi senang bukan main.

"Ezra," jawab Ezra pelan, singkat dan padat.

Tidak seperti yang Ezra pikirkan sebelumnya, ternyata Emin ini sangat ramah baik dan suka menolong, terutama Emin tidak pelit.

Buktinya tanpa disuruh, Emin langsung berbagi buku LKS dan buku paket dengan Ezra. Kalau di kota boro-boro ada orang yang seperti ini. Ada mungkin, tapi jarang.

Ketika jam istirahat, barulah Ezra diajak kenalan secara resmi oleh teman-teman sekelasnya. Mereka mengajak Ezra ke kantin, tapi Ezra menolak karena di kantin berdesakan dan juga tidak ada jajanan kesukaan Ezra. Mereka kemudian mengajak Ezra ke warung belakang perpustakaan. Mereka memanjat pagar beton karena pagar besi selalu dikunci, minimalisir murid-murid yang hendak berbolos.

Tapi di gerbang belakang itu banyak sekali pedagang keliling seperti tukang cilok, somay, pempek dan yang lainnya yang mangkal di sana.

Gak ada jajanan yang elite apa? pikir Ezra dalam hati.

"Mau beli mi aja?" tanya Emin yang sedari tadi memperhatikan Ezra yang diam saja.

"Emang bisa?"

Emin mengangguk.

Keren! Ezra bersorak dalam hati.

Di sekolah lama, di sekolahan yang super elite, di kantinnya tidak ada menu penjualan mi, bahkan di rumahnya, Ezra sama sekali dilarang makan mi. Karena sekarang tanpa ada pengawasan orang tuanya, Ezra merasa bebas. Entah kenapa Ezra jadi merasa senang bisa bersekolah di sini. Apalagi ketika melihat beberapa murid yang sedang menghirup rokok di dalam warung dan di belakang warung.

Berarti bebas, dong? Dengan satu syarat jangan sampai ada guru dan satpam atau tukang kebersihan sekolah yang melihat hal tersebut.

Aduh senangnya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status