"Sudah hampir sepuluh tahun, ya, Mbok dan Mang Dasa berhenti bekerja di rumah kami," ucap Pak Willy sambil menyeruput kopi hitam yang tadi disajikan oleh Ceu Itoh.
"Si Bungsu ke mana, Mbok?" tanya Bu Hannah."Dia sekarang lagi ke sekolah. Sebentar lagi juga pulang."Tidak berapa lama, sekumpulan anak-anak sekolah dasar berjalan beriringan. Suara mereka sebenarnya sudah terdengar dari jarak yang cukup jauh, maklum, anak-anak kalau berangkat atau pulang sekolah sepanjang perjalanan sering bersenda gurau, hal itu dilakukan supaya tidak terlalu lelah berjalan kaki dan supaya berjalan kaki tidak merasa membosankan."Assalamualaikum!" Setelah membuka sepatu, anak bungsu Mang Dasa dan Ceu Itoh melongokan kepalanya ke ambang pintu yang terbuka lebar."Sini, Jang, masuk. Salim dulu ke Pak Willy, Bu Hannah dan Den Ezra.""Iya, Pak." Jajang, anak bungsu pasangan Mang Dasa dan Ceu Itoh yang berusia sepuluh tahun dan masih duduk di sekolah dasar itu segera mencium tangan para tamu."Namanya siapa?" tanya Bu Hannah."Nama saya Jajang, Bu."Bu Hannah mengangguk mengerti. Kemudian beliau menanyakan kedua anak Mang Dasa yang lain.Anak pertama Mang Dasa bernama Abdul, usianya sekarang sekitar dua puluh lima tahun dan sudah menikah, sekarang tinggal di desa tetangga, di rumah istrinya yang kebetulan kosong karena nenek dari istrinya Abdul meninggal dunia, daripada rumahnya menjadi kosong, Abdul isi saja, itupun atas perintah dari ayah dan ibu mertuanya.Saat ini Abdul sudah dikaruniai seorang putra yang baru berusia dua tahun.Sedangkan anak kedua Mang Dasa, namanya Maryamah, umurnya berbeda dua tahun dari Ezra, kalau sekarang Maryamah sekolah mungkin sudah kelas tiga SMA. Setelah lulus SMP, Maryamah pergi ke kota untuk mencari pekerjaan, dan sekarang dia sudah bekerja di sebuah pabrik roti yang menerima ijazah lulusan SMP dan sederajat. Sebelum bekerja di pabrik roti, Maryamah sudah berkali-kali gonta-ganti pekerjaan.Karena keterbatasan biaya, anak-anak Mang Dasa bersekolah hanya sampai sekolah menengah pertama saja.Sebenarnya banyak sekali orang yang ingin menikahi Maryamah, terutama juragan di desanya, makanya Maryamah hanya pulang kampung hanya setahun sekali demi menghindari paksaan pernikahan yang sudah sering dilakukan bahkan banyak yang terpaksa dilakukan. Selain itu, Maryamah masih ingin menikmati masa-masa muda, dan target menikah Maryamah yaitu di usia dua puluhan.***Menjelang sore hari, semua orang di rumah sudah selesai beres-beres. Pak Willy dan Bu Hannah akan bermalam di sini selama dua hari sampai Ezra resmi diterima di sekolah barunya.Barang-barang Ezra yang dibawa di mobil box sudah selesai diturunkan, termasuk motor sport kesayangannya.Motor dan mobil diparkir di samping kanan rumah Mang Dasa, sebuah saung yang sepertinya memang khusus dibuat untuk garasi karena di dalamnya ada motor bebek (yang sudah dimodifikasi, tidak layak pakai dan juga pajaknya sudah lama mati) milik Mang Dasa, sebuah traktor, beberapa jeriken berukuran besar, sepeda berukuran sedang yang sepertinya milik Jajang dan lagi-lagi sudah tidak layak pakai, pompa ban, perkakas rumah, barang-barang rongsokan hampir empat karung yang disimpan di pojok garasi juga sebuah lemari panjang yang isinya obeng-obeng dan alat-alat yang lain.Ezra merebahkan tubuhnya di atas kasur yang tidak seempuk kasur yang berada di rumahnya. Jendela kamar sengaja dibuka supaya sirkulasi udara di dalam bisa menyegarkan tubuh Ezra yang penuh keringat karena sehabis beres-beres kamar.Sementara di dapur ibunya dan Ceu Itoh sedang memasak dibantu oleh Jajang. Sedangkan Mang Dasa dan Pak Willy pergi berjalan-jalan, berkeliling kampung dengan berjalan kaki. Karena sekarang sawah di sebelah barat sedang musim menanam padi, jadi Pak Willy diajak ke sana untuk memancing belut."Akak Ezra, mau mandi dulu?" Kepala Jajang menyembul dari balik pintu kamar yang terbuka.Ezra yang sedang melamun hanya menatap Jajang lurus. Anak kecil itu sangat polos dan malu-malu, tapi Ezra tahu anaknya itu orangnya baik dan sopan. Bisa dilihat dari cara bersikap Jajang ke orang yang lebih tua darinya. Kalau diingat-ingat lagi, sifatnya sangat berbanding terbalik dengan para sepupu Ezra yang ada di kota. Orang yang seumuran dengan Jajang itu manjanya minta ampun juga seorang pemarah. Pada orang yang baru ditemuinya juga selalu bersikap angkuh."Nanti saja."Jajang diam sebentar, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu."Kata mamanya Akak Ezra, Akak Ezra mandi dulu, soalnya mumpung di empang sudah tidak banyak orang yang mandi."Ezra langsung bangkit dari tidurnya ketika mendengar ucapan dari Jajang. "Maksudnya? Aku mandi di empang yang kolamnya ada di dekat sawah itu?"Jajang mengangguk."Gak salah?"Jajang menggeleng."Aku harus mandi di empang yang semua dindingnya berbilik bambu dan tanpa atap? Orang-orang dari luar bahkan bisa melihat dari sela-sela bilik itu?"Jajang kembali mengangguk."Yang benar aja gue harus mandi di alam terbuka sana," gumam Ezra yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri."Bukannya di rumah ini ada kamar mandi?" tanya Ezra."Ada. Tapi sudah hampir satu bulan mesin airnya rusak, terus bak airnya juga ada yang retak gara-gara kemarau bulan lalu, jadi airnya cepat merembes ke mana-mana. Kalau Akak Ezra mau mandi di kamar mandi, Akak harus menimba air di sumur belakang dulu." Jajang mengatakannya dengan ragu-ragu, takut-takut kalau Ezra marah lagi.Ezra terdiam beberapa saat, setelah itu ia bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu. "Mama aku sudah mandi?" tanyanya.Jajang mengangguk. "Sudah. Tadi di kamar mandi. Airnya sudah habis dipakai semua. Kalau papanya Akak Ezra katanya mau mandi di empang."Sampai di belakang rumah, Ezra sempat mengacuhkan ibunya saat dirinya melewati dapur. Jelas saja Ezra kesal karena ibunya mandi enak di kamar mandi sedangkan dirinya harus mandi di empang.Ezra melihat sebuah sumur di belakang rumah. Ia berjalan mendekat dan melihat ke dalam sumur yang dalam itu. Jujur saja, ini pertama kalinya Ezra melihat sumur secara langsung, biasanya ia melihat di televisi atau di buku pelajaran IPA yang menjelaskan tentang materi katrol. Sepertinya pelajaran yang dipelajarinya ketika di bangku sekolah menengah pertama bisa langsung dipraktekkan di sini.Melihat Ezra yang diam saja karena fokus memperhatikan sumur, Jajang menjatuhkan ember timba ke dalam sumur kemudian menariknya ketika dirasa ember tersebut sudah terisi air."Kamu ngapain? Hati-hati nanti jatuh." Ezra buru-buru membantu Jajang menarik tambang katrol sumur itu.Ezra merasa ngeri-ngeri sedap melihat tubuh kecil Jajang yang berjinjit dan menarik ember dari dalam sumur. Untung saja sumur tersebut diberi hong yang setinggi pinggang Ezra, jadi kemungkinan untuk terjatuh sangatlah minim. Sebenarnya Ezra takut jika harus menimba air, tapi karena dirinya tidak mau mandi di empang, terpaksa ia harus melawan rasa takut yang bisa menyebabkan nyawanya melayang."Akak Ezra tinggal tumpahkan airnya ke bak kecil yang ada di belakang dinding kamar mandi itu." Jajang menunjuk ke arah sampingnya.Ezra langsung melakukan apa yang diperintahkan oleh anak kecil itu.Setelah hampir puluhan kali Ezra menimba air, ia memutuskan untuk menyudahinya karena sudah sangat lelah. Baru juga beberapa jam melakukan perjalanan jauh yang hampir memakan waktu kurang lebih tujuh jam, bukannya beristirahat Ezra malah harus menguras tenaga. Lewat pintu belakang dapur, Ezra mengecek air di bak yang ternyata seperempat lagi akan penuh.Di dalam kamar mandi, Jajang sedang mengisi air ke dalam ember berukuran besar. Jajang bilang, ini untuk jaga-jaga jika nanti malam ada keadaan darurat alias panggilan alam. Apalagi kalau tiba-tiba ada pemadaman listrik, pasti tamu dari kota itu enggan untuk keluar rumah karena takut.Ezra menghela napas. Untuk besok jika dirinya akan mandi, berarti ia harus menimba air lagi?Ya ampun! Ezra jadi ingin pulang lagi ke Jakarta.Membosankan, gerutu Ezra dalam hati.Saat ini dirinya tengah berkeliling di sekolah barunya bersama kepala sekolah dan kedua orang tuanya.Alasan kenapa Ezra terlihat badmood karena tadi pagi-pagi sekali sekitar pukul lima pagi dirinya harus mandi di empang. Itu karena dipaksa oleh mamanya, kata Bu Hannah, kalau Ezra memaksa untuk mandi di kamar mandi, akan memakan waktu yang lama karena harus menimba air dulu. Padahal Mang Dasa sudah menawarkan akan membantu menimbakan air, tapi Bu Hannah menolak, beliau ingin anaknya itu menjadi anak yang mandiri dan tidak manja.Bayangkan saja, mandi pagi-pagi di kampung yang udaranya masih bersih belum terlalu tercemar oleh polusi, airnya mengalir dari mata air langsung pokoknya pas mandi berasa mandi menggunakan air es. Memang menyegarkan mandi di air empang itu, tapi karena tempatnya cukup terbuka membuat Ezra tidak bisa merasakan nyamannya mandi, apalagi mandinya harus cepat-cepat karena ternyata ada warga yang juga akan mencuci di empang sana.
Terhitung sudah tiga hari Ezra bersekolah di SMA Wilalung, selama itu pula Ezra menjadi sorotan dan pusat perhatian orang-orang. Kelas Ezra juga sering dikunjungi oleh murid-murid dari kelas lain, termasuk murid kelas sebelas dan kelas dua belas yang tidak mau ketinggalan. Paling banyak yang datang, sih, para murid perempuan. Mereka tergila-gila dengan ketampanan dan pesona dari anak Jakarta yang tentunya keren abis.Bagi mereka, kedatangan murid baru dari kota yang bertampang rupawan, tajir melintir, keren dan wangi yang tidak jauh berbeda dengan model itu bagaikan ketiban durian runtuh. Fenomena langka ini hanya terjadi selama seratus tahun sekali. Pokoknya Ezra mendadak menjadi aset negara bagi mereka. Ezra senang, sih, dapat para penggemar, soalnya di sekolahnya yang dulu, Ezra juga termasuk sebagai murid yang populer. Kalau murid-murid di SMA Wilalung tahu kalau selain berwajah tampan, Ezra ini termasuk yang berotak encer juga, pasti mereka akan makin tergila-gila pada Ezra daan
Namanya Wulan Cayarini, anak kelas X-1. Wulan ini teman semasa kecil dari Emin, pantas saja Emin tahu nomor telepon gadis itu tetapi Emin tidak memberikan nomor telepon Wulan padahal dari kemarin Ezra memintanya. Alasannya karena Emin memang tidak pernah membawa ponsel ke sekolah, ditulis di secarik kertas saja katanya lupa.Ezra tidak meminta nomor Wulan pada teman-temannya yang lain, yang ada nanti malah geger, soalnya Ezra sudah mengantongi nomor telepon cewek-cewek yang kecentilan padanya, nanti kalau tahu Ezra juga mendekati Wulan, bisa-bisa Wulan yang kena masalah, dimusuhi oleh murid-murid hits itu.Kenapa Ezra tidak meminta langsung nomor telepon pada orangnya? Jawabannya sudah, tetapi Wulan sama sekali tidak menggubrisnya dan tidak terlihat tertarik sama sekali. Itulah yang membuat Ezra geregetan setengah mati karena ingin sekali segera menaklukkan cewek jutek itu."Airnya agak bau gak, sih?" tanya Ezra ketika dirinya di hari Minggu pagi sedang menimba air untuk mencuci pakai
Senin pagi Ezra sudah berpakaian rapi, siap berangkat ke sekolah. Setelah malam Senin yang panjang dan penuh drama kabur yang berujung tersesat di hutan belantara yang ternyata dua minggu yang lalu tempat tersebut pernah ada orang yang meninggal gara-gara dibunuh dan dibuang di sana.Mendengar cerita tersebut membuat Ezra ketakutan dan memilih untuk kembali pulang ke rumah Mang Dasa. Tapi bagi Ezra, ancaman dari mamanya lebih membuatnya ketakutan daripada kengerian dari si arwah hantu yang gentayangan.Tidak ada satu pun yang bisa mengalahkan dari kekuatan seorang ibu-ibu."Mbok, Mang, Ezra berangkat dulu." Ezra mencium kedua orang mantan asisten rumah tangganya dulu.Kebiasaan yang diajarkan oleh Ceu Itoh itu sampai sekarang tidak hilang dan masih dipertahankan oleh Ezra. Makanya mamanya Ezra lebih memilih dan mempercayai Ceu Itoh untuk kembali mengurus Ezra.Kemarin malam juga Ezra sudah meminta maaf kepada Mang Dasa, terutama pada Ceu Itoh. Ezra janji tidak akan kabur lagi, apalagi
Sekolah tiba-tiba dihebohkan oleh Ezra yang datang ke sekolah dengan membonceng seorang murid yang merupakan kakak kelasnya di kelas sebelas. Siapa lagi kalau bukan Febri, kakak kelas hits yang menjadi salah satu primadona sekolah.Dengan dibonceng motor sport yang keren abis karena hanya Ezra satu-satunya yang punya, dibonceng oleh cowok super ganteng dan keren yang berasal dari kota, hidup Febri bagaikan ketiban durian runtuh. Rezeki ini punya pacar yang bisa membuatnya seperti ratu sejagat dan membuat para kaum hawa iri. Kaum adam juga iri karena si anak baru dari kota itu bisa dengan cepat menaklukkan Febri hanya dalam waktu kurang dari dua minggu."Kamu beneran pacaran sama Teh Febri, Zra?" tanya Emin begitu Ezra sudah duduk di sebelahnya.Karena Emin ini jenis murid yang selalu datang paling pagi, jadi ia bisa langsung mendengar kasak-kusuk gosip dari orang-orang yang datang setelahnya."Iyalah, makanya gue bisa boncengin dia ke sekolah. Ternyata gampang juga buat dapetin dia."
Motor trail KLX milik Ezra terparkir di kebun sepetak yang teduh dan dipinggirnya ada selokan kecil. Selain motor Ezra, ada beberapa motor yang lain termasuk motor Mang Dasa.Langkah kaki Ezra mengikuti pijakan kaki Emin yang sangat luwes berjalan di atas galengan sawah yang tanahnya agak lembek karena ini musim menanam padi, jadi semua sawah dipacul dan dialiri oleh air dari sungai irigasi.Emin berhenti di sebuah petakan sawah yang belum dipacul, masih banyak rumput liar yang tumbuh di sana. Emin langsung mengeluarkan celurit dan mulai menyambit rumput-rumput yang terlihat hijau dan segar tersebut.Ezra memilih untuk duduk di sebuah batu berukuran sedang. Tangannya sibuk membidikkan kamera ponselnya untuk memotret pemandangan yang menurutnya sangat indah. Sekalian nanti foto tersebut ia kirimkan ke mama dan papanya. Pasti mereka mengiri melihat Ezra bisa bermain di sawah yang dari dulu sangat diidam-idamkan oleh mereka berdua."Kapan-kapan kamu mau ikut aku ke sawah yang ada di daer
"Besok Ezra pulangnya agak sorean. Jadi mamang sama mbok gak usah cemas nyariin Ezra, ya," ucap Ezra ketika mereka berempat sedang makan malam."Memangnya Aden mau ke mana?" tanya Ceu Itoh, yang terlihat sedikit kepedasan karena makan sambal terasi dan ikan asin berserta lalap daun singkong. Yang terlihat memakan daging hanya Ezra saja, tuan rumah semuanya tidak ikutan. Katanya lebih nikmat makan lalap dan ikan asin, apalagi pakai sambal. Beuh, makanan Italia saja rasanya kelewat jauh."Mau main, sekalian keliling kampung. Sudah hampir satu minggu di sini tapi gak jalan-jalan, bosan juga di rumah terus.""Kenapa gak main ke sawah lagi aja, Kak? Rencananya besok aku dan teman-teman mau berenang di sungai dan ngeliwet di sana.""Masa aku harus main sama anak kecil?""Tapi Akak Emin dan Teh Wulan juga suka ikutan, lho. Teman-temannya yang lain juga suka ikutan.""Kapan-kapan aja." Yang artinya itu tidak akan pernah, kecuali kalau mainnya tidak di sungai atau sawah, pokoknya di tempat yan
"Den, mau ikut ke masjid nggak?" tanya Mang Dasa.Ezra yang baru saja mematikan televisi langsung menoleh. "Gak dulu deh, Mang," jawabnya."Kapan-kapan Aden ke masjid, ya. Ini perintah langsung dari ibu soalnya. Kata ibu biar Aden rajin solat dan bisa ngaji." Ceu Itoh datang sambil membenarkan letak mukenanya.Di belakang Ceu Itoh, Jajang juga sudah rapi dengan sarung, peci dan juga baju kokonya yang terlihat licin."Iya, Mbok.""Semua pintu kunci ya, jendela juga kunci. Soalnya akhir-akhir ini banyak kabar kalau maling mulai berkeliaran lagi. Kunci garasi dari dalam saja ya, Den, biar nanti kalau ada apa-apa maling susah buat masuk ke sana." "Iya, Mang.""Kami pergi dulu, ya. Hati-hati di rumah. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam."Setelah ketiga orang itu keluar dari rumah dan berbelok jalan menuju masjid, Ezra langsung mengunci pintu depan pergi ke belakang untuk mengecek pintu-pintu yang lain, terutama pintu garasi. Kara harga barang yang ada di garasi lebih mahal dari harga bara