Share

Crash Melody 5

Mobil Rita terhenti di depan gedung cukup tinggi. Gadis itu lalu mengajak Dania turun. Ketika masuk ke dalam gedung, mereka berdua langsung disambut dua orang kru. Mereka lalu diajak naik ke lantai empat gedung itu.

Setibanya di lantai empat, mereka lalu memasuki sebuah studio foto. Bersamaan dengan menghilangnya dua orang kru tadi, seorang wanita menghampiri Rita. Dia lalu memeluk Rita dan bercipika-cipiki.

“Lea mana?” tanya Sisil.

“Dia bilang mau nyusul,” jawab Rita, “eh, kenalin ini teman gue, Dania. Dia yang mau ngelamar buat asisten Evolution.”

Dania mengulurkan tangan. “Dania,” kata Dania.

Sisil menyambut uluran tangan Dania. Wanita berambut hitam sebahu itu tersenyum ramah. “Sisil,” sahutnya, “cantik ya teman lo.”

“Iya dong,” kata Rita. Dania hanya tersenyum menanggapinya.

“Lo ke ruang ganti aja sudah,” kata Sisil, “gue mau ngobrol sendiri sama Dania.”

Rita mengangkat jari jempolnya. “Oke ...oke,” katanya. Gadis itu lalu berjalan meninggalkan Dania dan Sisil.

“Kita ngobrol di depan yuk,” kata Sisil usai Rita pergi.

Dania mengangguk. Mereka lalu duduk di kursi panjang yang ada di depan studio. Namun belum sempat mengobrol, datang seorang laki-laki dari arah lift.

“Rita udah dateng?” tanya Zevan pada Sisil saat langkahnya terhenti di depan pintu studio.

“Udah lah,” jawab Sisil, “tuh anak nggak kayak lo yang doyan ngaret.”

Zevan nyengir. “Ya maaf,” katanya, “kan lo juga tahu gue abis dari studio latihan sama anak-anak.”

 “Itu tadi Zevan,” kata Sisil setelah Zevan menghilang. “Dia vokalisnya Evolution. Entar gue kenalin lo sama tiga member yang lain setelah lo resmi diterima jadi asisten Evolution.”

Dania mengangguk menganggapi Sisil.

“Lo tau kan si Zevan?” tanya Sisil.

“Tau, Mba,” sahut Dania.

Sisil terkekeh. “Panggil Sisil aja, Dan, biar lebih akrab,” kata Sisil seteah tawanya reda, “nggak usah terlalu formal lah.”

“Iya, Sil,” sahut Dania.

“Gue mau ngasih tahu dulu gimana sifat Zevan biar entar kalo sudah kerja lo nggak kaget,” kata Sisil.

Lagi-lagi, Dania hanya mengangguk.

“Zevan itu menurut gue sebenernya baik,” kata Sisil, “tapi dia lebih sering nunjukin sikap yang jutek, cuek dan kasar sama orang-orang. Pokoknya kalo ada apa-apa, atau dia macem-macem ke lo, lo bilang aja ke gue.”

“Siap,” kata Dania.

“Oh iya, tugas lo nantinya bakal nyiap-nyiapin barang apa aja yang dibutuhkan Evolution untuk ke acara off air ataupun on air,” kata Sisil.

Dania mengangguk-ngangguk.

“Lo tanda tangan kontrak sekarang aja kali ya sekalian,” kata Sisil. Dia lalu mengambil beberapa lembar kertas dari dalam tasnya dan memberikan kertas itu pada Dania.

Dania membaca dengan teliti semua tulisan yang ada di atas kertas itu.

“Materai udah gue tempel. Pokoknya lo tinggal tanda tangan aja entar,” kata Sisil. Dia mengeluarkan sebuah bolpoin dari dalam tasnya, “kalo ada pertanyaan tanyain aja nggak usah ragu daripada lo tersesat.”

Sejauh yang Dania baca, tak ada satu pun poin yang membuatnya merasa diberatkan. Maka gadis itu segera mengambil bolpoin dan melakukan tanda tangan.

“Oke, gue simpulin lo sudah setuju sama kontraknya ya,” kata Sisil ketika menerima kertas dari Dania, “naggak ada satu pun poin yang bikin lo keberatan?”

Dania mengangguk, “Iya,” katanya. Walaupun awalnya dia sempat ragu karena tidak tahu apa-apa tentang dunia keartisan, tapi nominal gaji yang tertulis di kertas tadi membuatnya tergiur. Nominal itu jelas-jelas lebih banyak tiga kali lipat dari gajinya saat bekerja menjadi teller bank.

***

Zevan meletakkan gitar akustik milik Raden begitu saja di lantai. Dia lalu bangkit Dan berjalan mendekati Sisil yang duduk di sofa panjang, meninggalkan temannya yang lain yang masih sibuk mengutak-atik alat musik.

“Lo kalo naro gitar yang bener dong, Van,” kata Raden. Laki-laki itu baru datang dari toilet. Dia seketika syok saat melihat gitar kesayangannya terlantar di lantai, “ini gitar udah gue anggep kayak pacar sendiri tau!”

Zevan terkekeh. Dia lupa kalau gitaris Evolution bucin parah dengan gitar akustiknya. “Sori ... sori,” kata Zevan. Dia lalu beralih pada Sisil, “Sil, cewek yang ngobrol sama lo  pas gue pemotretan sama Rita siapa sih?”

Sisil menurunkan ponselnya lalu meletakkan benda pipih itu di atas sofa. “Namanya Dania. Dia calon asisten Evolution. Konser minggu depan dia baru gue suruh buat kerja.”

“Dia punya pengalaman jadi asisten artis nggak sebelumnya?” tanya Zevan.

Sisil menggeleng. “Nggak sih,” sahut Sisil, “kata Rita, dia dulunya teller bank. Tapi gue bakal training dia kok. Lo nggak usah khawatir.”

“Beneran loh ya,” kata Zevan, “jangan sampe karena kerjaan dia yang nggak beres, aktivitas Evolution yang harusnya lancar jadi keganggu.”

“Siap,” kata Sisil, “by the way  lagunya udah fix dua belas kan kemaren? Kita udah sepakat masukin enam lagu ciptaan Raden sama Enam lagu ciptaan lo. Tapi ada satu lagu ciptaam Raden yang genrenya itu agak melenceng jauh sama genrenya sebelas lagu yang lain. Nah ini mau dimasukin aja atau nggak?”

“Oh, yang genrenya dominan rock itu ya?” kata Zevan.

Sisil menganguk. “Kalo semua personel sepakat ada satu lagu yang genrenya beda sendiri di satu album ya nggak masalah sih tapi. Gue yakin kayaknya sih fans juga gak bakalan mempermasalahkan itu. Soalnya lagunya enak. Atau kalian mau di keep aja dulu lagunya buat dimasukin album yang khusus genre rock. Next album kan rencananya Evolution mau coba geser ke genre rock nih.”

Evolution adalah band yang terkenal suka bereksplorasi dengan genre. Tapi sejauh ini mereka tidak pernah memasukkan satu lagu dengan genre yang berbeda dengan lagu lainnya dalam satu album. Tak ingin pusing sendiri, Zevan lantas memanggil tiga temannya yang lain.

“Guys, kalian semua sini dulu deh!” kata Zevan, setengah berteriak. Dia melambaikan tangan pada ketiga temannya.

Raden, yang paling dekat dengan Zevan yang lebih dulu menghentikan aktifitasnya. Dia lalu mengajak Okan dan Jojo untuk mendekat pada Zevan.

“Ada apaan?” kata Raden setelah duduk di sofa.

“Lo nggak ada lagu lain yang genrenya pop?” tanya Zevan, “ini lagu lo yang judulnya Tokoh Utama lebih dominan rock banget. Beda sama sebelas lagu lain yang genrenya pop dan cenderung agak soft.”

“Nggak ada sih,” sahut Raden, “Jojo ada kayaknya.”

“Tapi gue nggak pede, Den. Soalnya ini pertama kalinya gue bikin lagu dan itu pun karena iseng,” kata Jojo

“Nggak apa-apa sih,” sahut Sisil, “coba ntar lo kasih materi lagunya ke gue biar gue cek.”

“Oke,” sahut Jojo.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status