Share

Bag 6

“A-apa??”

Feli kembali meneliti pria asing itu. Pandangannya segera ia alihkan saat pria itu menatapnya tak suka. “Ehm… sa-saya pikir anak Anda masih kecil, ternyata sudah sebesar raksasa," ucap Feli polos.

Wanita asing itu kembali tertawa. Feli takjub melihat wajah wanita itu yang masih terlihat sangat muda. Feli masih tidak percaya jika wanita itu memiliki anak sebesar pria yang sejak tadi mengintimidasinya melalui tatapan.

"Mah-dreh, lihatlah, gadis ini tidak sopan sekali padaku!" desis sang pria, karena Feli kembali memperhatikannya, seakan menilai. Pria itu tak suka diperhatikan sedemikian rupa seperti apa yang sedang Feli lakukan padanya. Apalagi ucapan Feli terdengar lancang di telinganya.

Dahi Feli mengernyit. Mengapa pria itu terlihat kesal? Apa yang pria itu katakan?

Ugh… tak bisa kah mereka berbicara dengan bahasa yang normal? Maksud Feli, gunakanlah bahasa yang dapat ia mengerti. Sehingga ia tidak terlihat b0doh seperti ini.

Sementara itu, wanita yang menjadi majikan Feli untuk satu bulan ke depan, membalas ucapan sang anak dengan tawa yang semakin menjadi.

"Apakah ada yang lucu, Mah?"

"Oh Mi Hijo, kau itu terlalu kaku dan sensitive. Gadis ini bukannya tidak sopan padamu, tapi dia terkejut karena dia pikir dia akan merawat seorang bayi. Tidak tahunya yang harus dirawat adalah bayi raksasa sepertimu. Hahaha... Dia tidak salah bicara, Mi Hijo."

"Apa?? Oh M****a! (Sialan!)"

"Mi Hijo!"

Sang pria langsung terdiam saat melihat tatapan peringatan dari ibunya.

"Baiklah, Dulce niña, kau akan bekerja dengan anakku mulai hari ini. Ah tapi kau bisa istirahat lebih dulu. Pasti perjalananmu melelahkan."

"Mah-dreh, tidak perlu memanjakan dia seperti itu. Itu sudah resikonya karena bersedia ditempatkan di mana saja." Pria muda ini memutar bola mata malas.

"Mi Hijo, itu memang sudah menjadi resikonya, tapi bukan berarti kau tidak memperbolehkannya untuk istirahat lebih dulu. Dia bukan robot."

Pria muda itu bersedekap, lalu menatap Feli sinis. "Kalau begitu, lebih baik aku membeli robot saja—"

"—dan membiarkanmu semakin tak bisa berkomunikasi dengan orang lain?" tanya wanita asing itu, menatap tajam sang anak. Anaknya masih saja antisosial.

"Ma—"

"Sudahlah, kau antar dia ke kamarnya. Mah-dreh harus segera pergi. Bibimu sudah menunggu Mah-dreh."

"Dulce niña, aku pulang dulu ya. Seragammu sudah siap di lemari di dalam kamar yang akan kau tempati," ucap sang wanita itu ke arah Feli sambil menyunggingkan senyum lembut.

"Pulang? Anda... Anda tidak tinggal di sini juga?" tanya Feli seperti orang bod0h.

"Tidak. Ini apartemen anakku, dan seperti yang aku katakan tadi, kau akan bekerja di apartemen ini untuknya."

Deg...

Jantung Feli tiba-tiba saja berdetak kencang.

"Saya bekerja... di sini untuknya?" tanya Feli. Ia menelan saliva susah payah. "A-ada berapa orang yang tinggal di rumah ini, Nyonya? Apakah ada maid lain lagi selain saya?" tanya Feli kembali mulai panik.

"Mengapa kau bertanya seperti itu?! Kau tahu, itu sangat tidak sopan!"

"Mi Hijo..."

"Ma—"

"Di tempat ini hanya ada anakku. Dan hanya kau satu-satunya maid di sini. Pastikan kau merawat anakku dengan baik, Dulce niña. Memperhatikan pola makannya, dan—"

"Aku bukan bayi, Mah-dreh!"

"Kau itu bayi, bayi raksasa milik Mah-dreh," ucap wanita ini sambil terkekeh geli.

Sang pria hanya dapat membalas dengan geraman kesal sebelum ibunya benar-benar pergi dari apartemen ini beberapa menit setelahnya.

Tak ada yang mengeluarkan suara setelah kepergian wanita yang menyambut kedatangan Feli tadi. Dua orang ini masih terdiam di tempat dengan pikiran masing-masing. Sang pria masih kesal dengan ibunya, sementara Feli memikirkan nasibnya. Tinggal dengan seorang pria dewasa yang bisa dibilang seksi dan terlihat mengintimidasi hanya berdua saja?

 Ugh! Seumur hidup, Feli tidak pernah dekat dengan pria selain keluarga dan bodyguard yang menjaganya. Tapi kini, dia justru harus tinggal berdua dengan seorang pria yang bahkan sangat asing? Selama satu bulan lamanya?

Kepala Feli serasa berputar memikirkan semua ini.

"Ikuti aku!"

Feli tersadar dari lamunan, dan langsung bergegas mengikuti majikannya.

Majikan? Sh1t! Dia yang biasanya menjadi majikan, justru kini menjadi seorang pekerja.

"Misi sialan!" bisik Feli tajam.

Feli berhenti melangkah, saat pria di depannya tiba-tiba membalikkan tubuh. "Kau bicara apa?" tanya sang pria sinis.

Feli mengedipkan kedua matanya polos. Ia menelan saliva susah payah. "A-aku tidak bicara apa pun, Tuan."

"Telingaku tidak salah menangkap suara tadi."

"Aku hanya sedang bernapas."

"Apakah saat kau bernapas akan berisik seperti itu?" sindir sang pria, karena dia yakin Feli mengatakan sesuatu.

"Sa—"

"Cepatlah! Kau ini berisik sekali!"

Pria ini memotong ucapan Feli, dan langsung kembali melanjutkan langkahnya menuju ke salah satu ruangan di tempat ini.

'Kau yang mengajakku berbicara lebih dulu, sial4n!' maki Feli di dalam hati. Feli menghela napas kesal, lalu kembali mengikuti langkah sang majikan.

 Majikan? Feli ingin munt4h setiap kali menyebut pria itu majikannya.

"Ini kamarmu."

Feli mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar yang sudah dibuka sang pria setelah mereka sampai.

"Kau, aku harap kau bekerja dengan baik di tempat ini. Aku tidak akan segan-segan mengusirmu dari sini kalau sampai kau melakukan satu kali saja kesalahan!" ucap pria di depan Feli dengan wajah super dingin.

"Apa??” Feli mengerjap terkejut. “Tuan, di dunia ini tidak ada orang yang sempurna. Masa hanya karena satu kesalahan, Anda langsung memecatku?"

"Mengapa kau lancang sekali?!"

"Aku... lancang? Aku hanya bertanya."

"Aku tidak suka dibantah!"

"Siapa yang membantah. Aku hanya bertanya, Tuan—"

"Diamlah! Kau benar-benar berisik! Kau bekerja denganku, tentu saja kau harus ikut aturan yang kubuat! Dan peraturanku, TIDAK BOLEH ADA SATUPUN KESALAHAN! Ingat itu!" Sang pria langsung berjalan pergi meninggalkan Feli di ruangan didominasi berwarna putih itu. Ruangan yang entah berapa kali lipat lebih kecil dari kamarnya di Inggris sana. Hanya ada ranjang kecil dan sebuah lemari yang ukurannya benar-benar bukan ukuran lemari seorang Felicity Addison.

"Dia pemarah sekali. Ck! Ini gila. Masa aku tidak boleh melakukan kesalahan walau hanya satu kali?" Feli menggigit bibirnya cemas. "Kalau seperti ini, aku pesimis akan bisa menyelesaikan misi ini. Ugh! Apakah aku harus merelakan private jet dan teman-temannya?"

Mata Feli mengedar, dan bolak-balik menatap ranjang dan lemari di ruangan ini.

"Apakah ranjang dan lemari ini barang mainan? Kecil sekali ukurannya! Memangnya aku ini boneka barbie apa!" omel Feli tak jelas.

Feli yang kesal, menendang koper kecil yang dia bawa, lalu berjalan tergesa ke arah ranjang.

"Ouch! Sialan!" Feli terdiam sesaat, merasakan nyeri saat tulang kakinya tak sengaja membentur ranjang yang akan menjadi tempatnya beristirahat selama satu bulan ini. "Ranjang sialan!" umpat Feli masih dengan kekesalannya. Matanya sudah berkaca-kaca. "Ini sakit sekali... hiks... sialan!" umpat Feli sekali lagi. Isakan sudah mulai keluar dari bibirnya. Feli jadi teringat Mommy dan Daddy-nya, yang tak akan membiarkannya terbentur seperti ini. "Mommy... hiks... Daddy..." lirih Feli.

Sementara itu, pria yang menjadi majikan Feli menaiki tangga apartemennya dengan kesal. "Di hari pertama, dia sudah berani membantahku. Dasar maid sial4n! Baru kali ini ada maid yang berani bertingkah seperti wanita itu! Lihat saja, akan kubuat kau pergi dari rumah ini!" monolog sang pria sambil tersenyum keji.

Pria ini bahkan sudah menjalankan kekejian pertamanya, dengan mengganti gudang menjadi kamar maid barunya itu.

Kemarin, sang ibu menyiapkan sebuah kamar tamu yang seharusnya ditempati Feli. Tapi malam harinya, Jerrald Mendez memerintah orang-orangnya untuk memindahkan pakaian maid yang menjadi seragam wanita itu ke sebuah ruangan kecil yang lebih layak disebut rumah tikus karena sempit. "Nikmati kamar sempitmu, Nona," monolog Jerrald tersenyum puas.

*** 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puput Gendis
ya ampun jerrald licik jg ............lawan yg seimbang
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status