Home / Romansa / Criana / Dia Lelaki Setia

Share

Criana
Criana
Author: Fitriyawati

Dia Lelaki Setia

Author: Fitriyawati
last update Huling Na-update: 2021-03-26 20:04:49

Tangan Mas Faisal berada di atas meja, sedang memainkan sebuah gantungan kunci mobil yang berbentuk kepala sapi. Sedang tanganku maju mundur untuk menggenggam tangan itu. Ah sungguh aku begitu ingin sekali menggenggam tangannya.

Sejak pertemuan itu aku memang mulai memendam rasa padanya. Sorot matanya yang tajam dan memikat, membuatku tergila-gila. Ketulusannya saat menolongku saat kecelakaan itu, membuatku semakin menggilainya. Sebuah cincin yang melingkar di jari manis tangan kananya, yang menandakan bahwa dia sudah beristri. Hal itu sama sekali tidak memadamkan rasa cintaku.

Semenit, dua menit, aku masih bisa melawan hasrat. Namun di menit-menit berikutnya aku sudah tidak mampu menghalau hasratku sendiri. Entah aku mendapatkan keberanian dari mana, aku begitu berani meraih tangannya. Aku raih tangan itu, lalu aku genggam erat, erat sekali.

             

“Cri, maaf! Aku sudah beristri.” Dia melepas genggamanku, kata-katanya begitu lembut, namun sangat menusuk hatiku.

“Iya mas, aku tahu itu kok.”Aku menunduk,tetapi bukan karena malu. Namun sedang  berpikir keras untuk memilih kata-kata agar bisa menaklukkan tipe lelaki setia yang sedang duduk di hadapanku kini.

Faisal Pranata, lelaki berdarah biru yang membuatku tergila-gila. Ternyata tipe lelaki yang sangat setia. Sungguh begitu beruntung wanita yang menjadi istrinya.

Namun, kesetiannya bagiku adalah sebuah tantangan yang menggairahkan.  Adrenalinku semakin terpacu untuk mendapatkannya.

‘Derttt … derttt,' ponsel miliknya yang diletakkan di atas meja bergetar berkali-kali.

Sepertinya ada panggilan masuk. Aku melirik sekilas. Sebuah foto wanita berjilbab muncul di layar Ponselnya, dengan nama kontak my lovely wife. Wajah perempuan itu sangat cantik dan begitu teduh. Melihatnya jantungku seperti berhenti berdetak.

 Dia pun segera mengangkatnya, dan melirikku sebentar, lalu beranjak dari tempat duduknya. Kini dia berdiri tepat di tepi balkon yang tidak jauh dari meja dimana kami sedang makan siang. Sayup-sayup, aku masih bisa mendengar apa yang sedang dia bicarakan.

“Walaikum salam iya Ma,” sapa mas Faisal dengan sangat lembut dan penuh mesra pada lawan bicaranya, yang aku yakini adalah istrinya.

Mendengar kata Ma yang dia ucapkan dengan intonasi yang begitu lembut, hatiku bergetar. Ada sebuah rasa yang mirip dengan cemburu menjalari hatiku.

“Iya ini aku sedang makan siang kok. Nasi Padang? Oh ok, nanti aku belikan pas pulang kantor ya," ucap mas Faisal.

Dia masih berbincang, dengan raut wajah yang sumringah. Sedang aku mengaduk-aduk jus jerukku dengan rasa donkol.

Lima menit kemudian dia mengakhiri perbincangannya, lalu kembali menemuiku.

“Maaf ya, ada telepon barusan.” Dia meminta maaf namun dengan raut muka tanpa rasa bersalah.

“Tidak apa-apa. Istrinya ya Mas?” responku.

“Em iya," jawab mas Faisal.

Dia melanjutkan makannya dengan santai. Sedang diriku, sudah kehilangan selera makan. Aku abaikan Ayam betutu yang masih tinggal separuh itu.

“Lho, kok tidak dimakan?” tanya mas Faisal.

“Aku sudah kenyang Mas," jawabku.

“Tadi katanya kamu lapar?” tanya mas Faisal lagi.

“Laparku sudah hilang mas," jawabku lesu.

“Lho kenapa?” Dia masih mengintrogasiku, seolah tidak tahu apa penyebabnya.

Aku menjawabnya dengan gelengan kepala. Dia benar-benar tidak peka, jika nafsu makanku hilang gara-gara telepon istrinya barusan.

“Istriku sedang hamil muda. Dia ngidam Nasi Padang, aku harus membelikannya nanti setelah pulang dari kantor," ungkap mas Faisal.

Lagi-lagi sikap manisnya ini membuatku semakin terbuai sekaligus semakin hancur. Aku harus tahu bagaimana sih Istrinya, kenapa bisa seorang seperti mas Faisal begitu cinta mati kepadanya.

“Jujur ya Cri, kita berduaan begini membuatku merasa sangat berdosa kepada Istriku," ujar mas Faisal dengan penuh rasa bersalah.

Aku terdiam, makan siang ini memang akulah yang memaksanya. Aku menculiknya dari kantor. Aku gemas sih, sudah berkali-kali aku ajak dia jalan, tetapi selalu menolak.

“Kita kan enggak ngapa-ngapain Mas, terus apanya yang dosa?” ungkapku.

“Cri, dengar! Aku sudah menikah, jika istriku tahu kalu aku makan dengan wanita lain pasti hatinya akan terluka. Melukai hati istri itu dosa besar bagi seorang suami.” Dia sedikit berapi-api.

Ampun deh, dia ceramah panjang lebar. Coba semua para lelaki hidung belang satu pemikiran dengannya, aku pastikan bakalan pada mangkrak tuh tempat-tempat Prostitusi.

Aku beranjak dari dudukku, lalu aku hapus sisa makanan yang menempel di bibirku dengan tissue. Aku meletakkan beberapa uang keras di atas meja. Kemudian aku melangkah pergi.

“Cri, tunggu!” Dia menghentikan langkahku.

“Aku harus kembali ke kantor Mas," ucapku.

“Aku antar ya?” pinta mas Faisal.

“Tidak perlu Mas, aku bisa naik Taxi. Kalau Mas antar aku, nanti dosa Mas bertambah," ucapku. Dia tersenyum mendengar ucapanku.

“Bukan begitu maksudku," sanggah mas Faisal.

Dia meraih kunci mobil di atas meja, lalu mensejajarkan langkah denganku. Kali ini aku berhasil memperdayainya. Tidak lama lagi kupastikan dia akan jatuh kepelukanku, aku yakin itu.

Kantorku dan kantor mas Faisal memang tidak begitu jauh. Hanya berjarak sekitar 5 kilo meter saja. Jadi dengan menghantarku, dia tidak akan butuh waktu lama untuk kembali ke Kantornya sendiri.

Jalanan begitu panas, terik matahari begitu menyengat. Ac di dalam Mobil mewah ini seakan tidak mampu menghalau panasnya udara.

Aku meliriknya dari balik kaca Spion. Hidung mancungnya dipenuhi oleh bulir-bulir keringat. Sedang kemeja yang dia kenakan sengaja dilepaskan beberapa kancing pada bagian atasnya. Hal itu membuat aroma parfum yang berpadu dengan bau kringatnya semakin menguap. Aku semakin bergetar tak karuan.

“Cri, kenapa diam saja? Bicara dong, biasanya kamu cerewet kalau ditelepon," ujar mas Faisal di sela keheningan kami.

“Aku lagi malas bicara Mas," jawabku beralasan.

Dia tersenyum mendengar jawabanku. Dan lagi-lagi aku begitu menikmati senyuman yang memabukkanku itu.  Aku begitu menikmati kebersamaan ini.

Aku begitu menikmati aroma tubuhnya yang menguap. Aku begitu menikmati senyum dan ketampanannya meski hanya dari balik kaca Spion. Dia benar-benar membuatku tergila-gila.

Rasanya aku ingin waktu terhenti sampai disini saja. Dan kebersamaan ini menjadi abadi.  Atau paling tidak aku harap jarak kantorku masih jauh, dan semakin menjauh. 

“Cri …," panggil mas Faisal.

“Hem, iya mas?” jawabku.

Mas Faisal menghentikan laju Mobilnya.

“Sudah sampai," ucap mas Faisal.

Aku melihat ke sekitar, dan ternyata memang benar. Kami sudah berada tepat di depan Lobi Kantorku. Aku merasa ini terlalu cepat, huft.

Aku turun, dia menganggukkan kepala tanda berpamitan, lalu melaju menuju ke Kantornya. Aku pun segera menuju ke ruanganku dengan penuh kegirangan dan hati yang dipenuhi oleh bunga-bunga asmara.

“Makan siang di mana, kok lama banget?” Nadia menggodaku. Dia teman satu ruangan denganku, sekaligus sahabat karibku.

“Ada deh," jawabku.

“Bareng Pak Faisal?” terka Nadia.

“Lho, kok tahu?” jawabku sambil melongo.

“Wajah bahagiamu itu enggak bisa bohong lho." Dia mencoba menerawang ternyata.

“Haha ... haha, yup anda benar.” Aku terbahak-bahak dibuatnya. Dia memang satu-satunya orang yang sangat mengenalku luar dan dalam.

“Cri …," Nadia mengusikku lagi.

“Hem …," jawabku.

Nadia memecah konsentrasiku, yang sedang ingin memulai bekerja.

“Hati-hati," pinta Nadia.

“Hati-hati? Maksud kamu?” Aku terbelalak dibuatnya.

“Kamu kan tahu, pak Faisal itu sudah punya istri," ungkap Nadia.

“Iya aku tahu, terus memangnya kenapa?” responku.

“Jangan main api! Atau lebih tepatnya, jangan merusak rumah tangga orang!” Dia menasehatiku.

“Tenang Nad, tidak akan ada yang rusak kok. Aku mainnya cantik," ucapku.

“Gila kamu Cri …." Nadia terheran-heran dengan sikapku.

Nadia menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar jawabanku. Aku hanya tersenyum simpul, lalu menghidupkan laptopku.

 Aku tahu Nadia tidak setuju dengan apa yang aku lakukan ini. Dia benar, tidak seharus aku punya ambisi untuk memiliki suami orang. Akan tetapi teori itu tidak mampu menghentikan kegilaanku yang semakin hari semakin menjadi.

Ini saatnya untuk fokus bekerja. Aku sudah merefresh pikiranku dengan cara bertemu dengan orang yang aku cintai.

Faisal Pranata, sebentar lagi aku pastikan kamu akan merasakan kegilaan yang sama denganku. Kegilaan yang akan membawa kita pada sebuah penyatuan cinta.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ladyfii
Faisal .........
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Criana   Bimbang

    “Aku ingin hidup bebas Cri, sama seperti orang kebanyakan.” Mas Faisal masih saja bicara dengan emosi yang meletup. Aku pun tetap terdiam, berusaha mencerna kalimat demi kalimat yang keluar dari mulutnya itu.Kali ini dia terdiam, wajahnya tertunduk. Aku menatapnya tanpa dia tahu. Ada rasa iba yang tiba-tiba saja menyeruak di dadaku.“Mas, mas tahu? Di luar sana banyak orang yang ingin menempati posisi Mas.” Aku memberanikan diri untuk angkat bicara, aku harus menghiburnya.“Mas itu sangat sempurna, semua apa yang orang impikan ada pada diri mas,” tambahku.“Haha … haha!” Dia terbahak, namun tampak jelas dia sangat depresi.“Mereka tidak tahu bebanku, mereka hanya tahu aku dari luar Cri,” ucapnya lirih, mendengarnya hatiku seakan teriris.Ternyata selama ini aku juga hanya mengenalnya dari lua

  • Criana   Sebuah Pengakuan

    “Kamu kenapa sih?” Mas Faisal terheran-heran dengan sikapku.“Ah tidak apa-apa mas, aku tadi satu lift dengan Rayvan. Dia mengajakku pulang ke Jakarta bersama, aku menolak. Setelah keluar dari lift, aku mendahului langkahnya. Aku takut dia mengutitku, dan mengetahui jika kita jalan bersama,” ungkapku dengan nafas yang masih terengah-engah seperti diburu hantu.Mas Faisal hanya tersenyum mendengar penjelasanku. Dia terlihat santai sekali, aku malah yang over panik. Aku takut Rayvan akan melihat kami, lalu mengadukan hal ini kepada istri mas Faisal.“Mask kok santai banget sih?” gerutuku.“Terus aku harus panik juga kayak kamu?” Dia tersenyum manis, manis sekali.Aku menghela nafas panjang, “ya bukan begitu maksudku. Memangnya mas tidak khawatir kalau Rayvan memergoki kita, lalu mengadukannya ke istri mas?” Aku menat

  • Criana   Hari Terakhir

    Hari ini adalah hari terakhir tugas dinasku di kota Malang. Tiga hari, aku rasa sangat kurang. Aku ingin berlama-lama disini bersama mas Faisal.Kebersamaan kami di kota ini memang tidaklah intens, dan bahkan sangat jauh dari kata intim. Namun bagiku bisa bersama dengannya dalam satu tempat, itu saja sudah cukup.Pagi ini dia kembali menjadi pembicara. Dan aku hanya bisa mengagumi sosoknya dari kejauhan, dari sudut ruangan yang penuh sesak dengan ratusan manusia lain. Suaranya menggema, intonsi suaranya lantang memikat. Semua hadirin diam membisu serasa terhipnotis dengan apa yang ia sampaikan.Aku seperti para peserta yang lain, begitu khidmat mengikuti serangkaian acara di hari terakhir ini. Acara yang begitu melelahkan dan menguras banyak pikiran. Hingga waktu makan siang tiba, dan masing-masing dari kami segera menyerbu ruangan sebelah yang memang dikhusus

  • Criana   Masa Lalu yang Terkuak

    Sesampainya di taman, aku celingukan mencari keberadaan Rayvan. Hingga dia berkode dengan melambaikan tangannya ke arahku. Aku langsung menghampirinya yang sedang duduk santai di sebuah pojok. Dia terlihat menikmati sekaleng soft drink.“Aku pikir kamu tidak akan datang,” ucap Rayvan dengan nada mengejek.“Aku tidak bisa tidur, jadi aku putuskan untuk turun,” jawabku sambil memeluk tubuhku sendiri dengan kedua lengan. Ternyata udara malam di kota ini begitu ekstrim, aku lupa tidak mengenakan sweater.Aku langsung duduk di hadapannya. Benar yang dia katakan, malam ini bulan purnama bulat sempurna, temaramnya begitu syahdu. Andai malam seindah ini bisa aku habiskan dengn seseorang yang aku cinta.“Ray, ini sudah malam. So, to the point saja apa maksud kamu sangat protektif terhadap mas Faisal?” ungkapku.“Haha … haha ….” Dia mal

  • Criana   Tentang Masa Lalunya

    “Hai … aku Rayvan,” ucap seorang lelaki yang tiba-tiba datang menghampiriku di sela-sela coffe break. Dia mengulurkan tangannya untuk kujabat.“Criana …,” responku dengan menyambut uluran tangannya.“Boleh aku duduk?” tanya Rayvan.“Silahkan,” jawabku sambil menggeser tubuhku. Tanpa canggung dia langsung mengambil tempat tepat di sebelahku. Kini kami duduk bersebelahan. Aku yang merasa kurang nyaman, menggeser kembali tubuhku sedikit lagi.“Aku lihat kamu dekat sekali dengan Faisal?” ucap Rayvan dengan menatapku. Mendengarnya aku langsung mengernyitkan dahi. Bagaimana bisa, dia orang baru tetapi sudah berani-beraninya mengulik kehidupan pribadiku.“Iya, kami memang dekat. Kami partner kerja,” ucapku mantap dengan menatapnya balik.“Faisal adalah sahabat karibku waktu kuliah dulu. Bahkan istri dia itu mantan ke

  • Criana   Perjalanan Dinas

    Bandara Soekarno HattaRiuh lalu-lalang para penumpang cukup memadati ruang tunggu. Aku merasa gerah dan bosan, karena tak ada satu pun orang yang bisa aku ajak untuk ngobrol. Aku pun memilih untuk memainkan game kesukaanku di ponsel.Beberapa menit kemudia aku merasa ada bunyi langkah sepatu menghampiriku. Semakin dekat, dan dekat. Aku menoleh, aku lihat orang itu dari bawah, dari ujung sepatu sampai ke ujung rambutnya. Dia mengenakan sepatu cat, celana jeans dan jaket kulit berwarna cokelat tua. Aku seperti mengenalnya, tetapi aku tidak bisa menebak persisnya dia siapa. Hingga dia membuka kaca mata hitamnya, dan aku pun terngaga.“Mas Faisal …,” ucapku sambil menutupi mulutku dengan telapak tangan, saking terkejutnya. Dia tersenyum dan mengambil duduk tepat di sebelahku. Kini kami duduk berdampingan. Aroma parfume k

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status