Happy Reading . . . *** Satu minggu waktu telah berlalu, dan kini sikap Jacob mulai kembali berubah. Pria itu menjadi kembali memberikan perhatian yang memang seharusnya ia lakukan kepada kedua anak dan juga sang istri. Namun kini, justru sosok Nalla yang mulai dilupakan oleh pria itu. Dengan segala keresahan yang melanda perasaan wanita itu, Nalla sama sekali belum mendapatkan kabar dari Jacob. Yang dimana biasanya setiap hari pria itu akan datang ke Penthoue tanpa Nalla menghubunginya terlebih dahulu. Tetapi selama satu minggu belakangan ini, pria itu tidak pernah datang dan ponselnya pun sangat sulit untuk bisa dihubungi. Nalla sama sekali tidak mengerti dengan sifat Jacob yang tiba-tiba saja berubah seperti itu, dan bagaimana wanita itu harus melanjutkan rencana selanjutnya karena perubahan sifat Jacob tersebut sangat begitu berdampak pada setiap rencana yang sudah dimilikinya itu. Seperti hari ini, sudah yang kesekian kalinya Nalla terus mencoba menghubungi ponsel Jacob yang s
Happy Reading . . . *** Jacob membuka pintu Penthouse dan melangkah masuk sambil membawa beberapa tas belanja berisi gaun dan sepatu dari salah satu butik ternama. Pria itu melangkahkan kakinya menuju ruang tengah, disaat ia mendengar suara televisi menyambut pendengarannya yang berasal dari sana. "Kenapa seharian ini kau tidak menghubungi saya? Biasanya ponsel saya tidak pernah tenang karena selalu mendapatkan panggilan masuk darimu, sebelum sampai saya mengangkatnya." Tanya Jacob setelah melihat keberadaan Nalla yang sedang menonton televisi sambil berbaring di atas sofa. "Aku tidak ingin mengganggumu," balas wanita itu dengan singkat dan tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi di depan sana. "Bukankah itu pekerjaanmu? Jika tidak seperti itu kau tidak bekerja, bukan?" Ucap Jacob dengan tawa namun hal itu hanya dibalas dengan keheningan saja oleh Nalla. Dan tawa yang sangat terlihat dibuat-buat itu pun langsung membuat Jacob menghentikannya, disaat pria itu juga sudah te
Happy Reading . . . *** Wanita itu melangkahkan kakinya memasuki ruangan kerja pribadi milik sang suami, dimana pria itu sedang menikmati sebatang rokok di tangannya sambil memandang fokus pada ponsel di tangan satunya. Dengan sedikit raut wajah senyuman yang terbit di bibirnya itu, Nalla semakin mempercepat langkah kakinya untuk menghampiri keberadaan Benjamin, sosok yang sudah begitu ia rindukan karena sudah cukup lama tidak bertemu dengan sang suami tercinta itu. "Hai, Sayang..." Ucap Nalla dengan nada tidak bersemangatnya yang membuat Benjamin langsung mengalihkan pandangannya menuju kedatangan sang istri yang kini sudah mendudukkan dirinya di atas pangkuan pria itu. "Sayang, kau pulang? Mengapa tidak memberitahuku terlebih dahulu sebelumya? Aku sangat merindukanmu, kau tahu?" Balas Benjamin yang langsung memeluk tubuh Nalla dan tidak lupa menciumi wajah sang istri sebagai bentuk dari kerinduannya. "Aku juga sangat merindukanmu." "Hei, ada apa dengan kesayanganku ini, hah?"
Happy Reading . . . *** "Apakah ia akan datang ke pesta temanmu itu?" "Kemungkinan besar. Seperti yang sudah aku katakan kemarin, Sayang. Rupanya Larry mengenal baik juga dengan bajingan itu. Dan pesta malam ini semua yang berteman baik, akan diundang olehnya." "Bagaimana bisa Larry berteman denganmu, tetapi ia juga berteman baik dengan musuhmu? Aku sungguh tidak mengerti dengannya," tanya wanita itu dengan heran sambil memperhatikan dirinya di depan cermin, yang saat ini sudah begitu sempurna dengan penampilannya yang akan pergi ke sebuah pesta. Gaun bewarna merah yang mencetak tubuh sempurna wanita itu, dipadukan dengan sepatu hak tinggi bewarna senada setinggi 8 centimeter yang semakin memperlihatkan kaki jenjang Nalla di belahan gaun setinggi paha kaki kanan wanita itu. "Sayangnya dia teman lamaku. Jadi, mau tidak mau aku harus datang di pesta pertunangannya ini." "Dan jika sampai pria itu datang, sepertinya aku langsung diculik setelah mengingat sudah hampir 1 minggu, aku p
Happy Reading . . . *** Wanita itu hanya bisa mengeluarkan desahan kecilnya, disaat sang pria sedang memberikan kenikmatan dengan memenuhi dirinya. Nafas panas yang saling berhembus dan beradu, menjadikan bukti bahwa percintaan kedua insan itu begitu terbakar akan api gairah. Kedua tatapan yang saling berpandangan itu, seakan menghanyutkan mereka dalam sebuah kesenangan yang telah mereka ciptakan. Hingga pada akhirnya, kedua insan itu saling menahan teriakkan bersamaan dengan sampainya mereka pada hal yang sejak tadi sudah mereka saling gapai. Nafas memburu pria itu mengiringi dirinya yang sedang menidurkan tubuh di samping sang wanita yang sedang menarik selimut untuk menutupi tubuh polos keduanya. "Selamat pagi," ucap Nalla sambil menampilkan senyuman manisnya kepada sosok pria di sampingnya yang tidak lain adalah Jacob. Sapaan itu membuat Jacob tersenyum kecil dibuatnya. Seperti yang sudah pria itu katakan kemarin malam, jika ia ingin melakukannya bersama Nalla di pagi setelah
Happy Reading . . . *** Jacob melangkahkan kakinya dengan cepat setelah ia mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata untuk menembus jalanan, dan kini pria itu sudah berada di rumah sakit. Dan pada saat dirinya sudah berada di bagian gawat darurat, dari kejauhan pria itu sudah bisa melihat keberadaan Norah yang sedang memeluk Valyrea di kursi ruang tunggu, tidak jauh dari pintu ruang gawat darurat. "Hei, bagaimana ini bisa terjadi?" Tanya pria itu setelah ia mendudukkan diri di samping Norah dan langsung merangkul bahu sang istri ke dalam pelukannya. "Ini salahku, aku bukanlah Mommy yang baik." Balas Norah dengan air mata yang tadi sudah sempat reda, namun kini kembali menetes lagi. Berniat untuk menenangkan hati sangat istri, Jacob pun mengangkat Valyrea dan menggendongnya agar pria itu semakin dapat menarik tubuh Norah ke dalam pelukannya. "Ini bukan salahmu, Norah. Dan kau tidak perlu menjelaskannya dulu jika kau masih belum siap." "Tadi pagi setelah terbangun dari
Happy Reading . . . *** Dengan begitu sabar dan perhatiannya, Jacob menyuapi sesendok demi sesendok makan siang untuk Nalla yang masih terbaring di atas ranjang dengan lemah. Wanita itu begitu kehilangan banyak darah sehingga pemulihannya pun menjadi sedikit lama. "Aku bisa memakan makananku sendiri." "Kau cukup diam dan terima suapan ini saja," balas pria itu sambil memberikan suapan terakhir makanan Nalla yang sudah habis itu. "Sehabis ini kau bisa pergi. Aku bisa mengurus diriku sendiri." "Apa kau ingin buah apel? Saya bisa mengupaskannya." "Aku sudah kenyang." "Apa kau sedang menginginkan sesuatu yang lain? Saya bisa membelikannya." "Jacob, aku serius! Kau bisa pergi, jika kau tidak ingin di sini. Jangan memaksakan dirimu yang ingin berpura-pura berada di sini. Aku bisa mengurus diriku sendiri. Aku tidak ingin terus merepotkanmu." "Tetapi saya tidak merasa seperti itu. Dan saya memang ingin berada di sini, menemani dirimu dan merawatmu sampai kau pulih." "Aku tidak ingi
Happy Reading . . . *** Senyuman lebar terus saja terlihat mengembang di bibir wanita itu disaat tubuhnya kini berbaring di sofa panjang ruang tengah dan berada di dalam pelukan hangat seorang pria yang sejak tadi terus menerus memberikan kecupan-kecupan kecil di sekitar wajahnya. Kedua insan itu sudah menghabiskan waktunya sepanjang hari dengan menonton televisi dan saling berbincang atau berbagai cerita. Hal yang sebenarnya tidak terlalu istimewa untuk menghabiskan waktu berduaan saja dengan romantis, namun justru terasa hangat dan menggambarkan suasana romantis yang sesungguhnya. "Saya tidak pernah melihat senyumanmu yang terlihat selebar ini," ucap Jacob sambil menatap wajah Nalla dengan senyuman kecil yang juga terlihat pada raut wajahnya. "Benarkah? Dan sekarang kau sudah melihatnya." "Pertahankan yang seperti ini, okay? Saya ingin tetap ingin melihatmu yang terus bisa tersenyum." "Asal kau juga ingin berjanji untuk membuatku bisa tersenyum seperti ini terus." "Saya akan