Rafan terus berlari dan melalukan parkour cepat menuju tempat tujuannya, tetapi saat sampai terlihat kosong. “Sudah selesai kah?” Rafan langsung pergi dan mencari lagi sesuatu yang mengganjal pikirannya, atau mungkin sebuah firasat buruk?
Sejak berangkat ke sekolah, sudah merasakannya. Akan tetapi, selalu ditepis olehnya dan berusaha agar tidak memikirkan hal yang negatif. Namun, saat di sekolah semakin terasa dan terus mengganjal pikirannya.
“Sial! Mereka benar-benar melakukannya!” Rafan mengumpat kesal, terus berlari dan melakukan parkour cepat.
Di sisi lain, terlihat mobil hitam milik Rivo melintasi jalan raya, karena rapat yang diadakannya tadi—selesai cepat. Rivo memilih pulang, karena sudah tidak hal lagi yang perlu diurus. “Untung sudah selesai, pusing juga memikirkan banyak urusan penting,” gerutu Rivo, terus fokus menyetir.
Saat melewati melewati tikungan tajam, tiba-tiba ada truk yang melaju kencan
Kediaman keluarga Alexander, terlihat ramai karena kedatangan beberapa rekan kerja untuk bertanya mengenai kejadian yang menimpa Rivo.“Anda baik-baik saja ‘kan?” tanya Kean, terkejut saat mendengar berita kecelakaan yang menimpa Rivo.“Hanya luka lecet saja.”“Sebenarnya, masalah apa yang terjadi?” sahut Avian.“Entahlah, karena anak sulungku belum mau menjelaskan masalahnya.”“Begitu. Mungkin saja, anakmu tidak ingin keluarganya khawatir dan berusaha untuk menyelesaikannya sendiri," tutur Avian mencoba menebak.“Ya, tetap saja diberitahu atau tidak diberitahu membuat semuanya khawatir.” Kean kembali menyahut.“Anda benar, sudah dipaksa tetap saja anakku tetap tidak mau memberitahu.” Rivo menghela napas gusar, khawatir dengan anak sulungnya yang memiliki masalah dengan mafia.“Kemarin, Rafan yang menolong?” tanya Avian lagi.
Setelah membantai pembunuh yang disewa Bram, Rafan berjalan keluar dari gang sempit itu berniat kembali ke hutan. Namun langkahnya terhenti, merasa ada seseorang yang terus mengawasinya dari jauh.Rafan mulai menyadari, saat membantai pembunuh bayaran yang disewa Bram. Ada banyak sekali pasang mata yang melirik ke arahnya. Rafan kembali mengamati sekitar, setelahnya berjalan kembali. Lagi-lagi, mendadak terhenti saat seorang laki-laki paruh baya muncul—mulai tersenyum aneh ke arahnya.“Kau menakjubkan, bisa membunuh mereka sendirian.” Orion muncul setelah melihat aksi pembantaian yang dilakukan oleh Rafan.Rafan hanya melirik datar, kemudian berjalan lagi—melewati Orion begitu saja. Orion masih tersenyum aneh, lalu memberi sinyal agar anak buahnya mengejar dan menangkap Rafan. Bahkan, salah satu anak buah Orion langsung membidiknya. Namun meleset, karena Rafan cepat sekali menghindar, kemudian melakukan parkour.Rafan mengumpat kes
Di tengah kota, Orion semakin menatap licik Rafan. Sedangkan Rafan masih terdiam tidak mengatakan apapun, terus menatap Orion.“Kenapa diam? Kau tidak khawatir dengan orang tuamu kah?”Rafan tidak bergeming, tetapi semakin menatap diam Orion, yang terus saja mengoceh bahkan menatap licik dirinya.“Atau jangan-jangan ... kau tidak bisa memikirkan cara untuk menyelamatkan orang tuamu, kah?” sahut Orion lagi, mulai menatap remeh Rafan.“Cara ya?” Rafan akhirnya berbicara lagi, dengan nada agak pelan, bahkan mulai menatap dingin Orion.“Tentu saja. Bukankah kau ingin menyelamatkan orang tuamu?” balas Orion, semakin menatap remeh Rafan.Rafan terdiam lagi, tiba-tiba tertawa. Sepertinya depresi berat yang dialami Rafan, kembali terlihat. Hal itu membuat Orion bingung.“Haha!” Rafan terus tertawa gila, tangannya mulai memegangi kepalanya.“Apa-apaan kau? Orang tuamu dia
Rafan terus-menerus terhempas keras, akibat serangan anak buah Orion. Kondisinya benar-benar parah, sebelah tangan patah, perut tertusuk, dan darahnya terus merembes. Rafan tetap diam, setelah menerima semua serangannya.“Kali ini kau akan mati!” Langsung menendang tubuh Rafan.Rafan kembali terhempas jauh dan tergeletak di jalan raya, Orion mendekatinya dan menatap remeh Rafan.“Haha! Lemah kau!” tutur Orion, melihat Rafan yang sama sekali tidak bergeming. “Mati kau!”Ssssh apa benar aku akan mati?Rafan berusaha menggerakkan tubuhnya dan berhasil, langsung menangkap kaki anak buah Orion, yang ingin menginjak kepalanya dan dengan cepat melintir paksa.“Aaarghh le—lep—” teriakan anak buah Orion, kembali terdengar karena sebelah kakinya dipelintir paksa hingga patah.Rafan berhasil bangkit, langsung memberi tendangan telak semua anak buah Orion yang
Refan hanya memejamkan mata, ketika Orion ingin membunuhnya. Namun, aneh karena mendengar teriakan Orion dan tubuhnya tidak merasakan sakit, perlahan membuka matanya dan terkejut. Tiba-tiba ada besi yang menusuk tubuh Orion, dari belakang, hingga menembus ke perutnya. Membuat besi yang di cengkeraman Orion terjatuh.Orion meringis, lalu menoleh ke belakang dan terkejut melihat pelaku yang menusuk tubuhnya.“K-kau ma—”Langsung ditarik kasar besi yang tertancap diperut, dan menendang keras tubuh Orion hingga terhempas jauh.“Se-ser—” teriak Orion saat ingin memberi sinyal kepada semua anak buahnya terhenti, sang pelaku ralat Rafan langsung menusuk tubuhnya lagi.Rafan berulang kali menusuk seluruh tubuh Orion, dengan besi yang tadinya tertancap di perutnya. “Ma-mati! Mati! Mati! Mati!” racau Rafan, terus menusuk tubuh Orion bahkan mengoyaknya. Lalu menginjak kepala Orion dengan keras berulang kali, hin
Satu tahun telah berlalu, bahkan mulai tersebar berita baru—padahal sebelumnya sudah tidak pernah didengar lagi. Namun, ternyata ada yaitu terjadi lagi teror yang menggemparkan satu perusahaan yaitu LAN Corp. Kebetulan baru satu tahun berdiri.Pagi ini, ditemukan banyak sekali potongan tubuh manusia. Tidak hanya itu saja, bahkan semua berkas dan data-data penting sudah diacak-acak bahkan disabotase, hingga pemilik perusahaan mengalami kerugian besar.“Sudah periksa CCTV?” tanya Polisi, pada pemilik perusahaan.“Sudah, tapi CCTV dinonaktifkan oleh peneror. Sebelum memulai mengacak-acak ruang pemilik perusahaan, dan membuat empat petugas keamanan yang berjaga sekarat dan dua lainnya tidak ditemukan.”“Dua lainnya tidak ditemukan, artinya potongan tubuh manusia itu ... mayat mereka, kah? Mungkin saja, enam petugas berusaha menangkap. Namun, gagal dan peneror meninggalkan bukti dengan membunuh dua petugas, sisanya dibiarkan
Terlihat sepasang kekasih tidak lain adalah Refan dan Vio—sedang berjalan dengan keheningan—terus saja menyelimuti mereka. Hingga akhirnya, memutuskan singgah sebentar di salah satu kedai yang letaknya hampir mendekati perumahan.Salah satu dari mereka mendadak haus, terbukti jelas hanya Refan yang membeli minuman, sedangkan Vio langsung menolak, meskipun sebelumnya sudah ditawarkan oleh Refan. Refan mulai membuka tutup botol dan menenggaknya hingga habis tidak tersisa, kemudian tatapannya beralih ke arah Vio—yang sedari tadi diam saja.“Berhenti cemburu,” celetuk Refan.“Bagaimana tidak cemburu! Aku selalu melihat dia menatapmu terus! Tebakanku kali ini benar, dia pasti suka denganmu!"Vio membalas celetukan Refan dengan nada sewot—ditambah masih terbakar api cemburu. Membuatnya semakin kesal, dan terus-menerus terbawa emosi. Sedangkan Refan, hanya menghela napas pasrah.“Hanya dia, sedangkan aku tid
Di kediaman Adriano, seperti biasa Asya selalu terbangun tengah malam. Bahkan, kini tengah melangkah keluar dari kamarnya. Melirik sejenak ke ruang tengah, lagi-lagi melihat adiknya tertidur pulas di sofa.“Aksa bangun! Pindah ke kamar sana!” Asya langsung menguncang-guncang tubuh adiknya.“Diamlah!” Aksa menepis pelan tangan Asya, dan tidur lagi.Asya menghela napas pasrah, karena Aksa terus saja keluar rumah. Pulang-pulang, berakhir tidur di sofa. Seketika badmood, karena sifat Aksa amat keras kepala sekali. Asya kembali ke tujuan awal, yaitu pergi ke dapur.Untuk mengambil botol air mineral. Kemudian, kembali ke ruang tengah dan mendudukan diri di sebelah Aksa. Ternyata, Aksa bangun. Terbukti, tengah duduk bersandar. Mendadak mulai menatap aneh Aksa, karena terus mengamati dirinya—entah apa itu?“Apa?” tanya Asya, sembari meminum habis air dalam botol, dan itu membuat rasa hausnya menghilang.