Share

S1: Pengintaian Menuju Kelam Terdalam

"Gulungan perkamen terkutuk yang dituliskan oleh almarhum ayah kami tepat pada hari kelahiran kami berdua, dituliskannya dalam kesedihan karena kematian ibu kami saat melahirkan kami berdua." terang Ocean, masih dalam nada lirih getir yang sama kepada Emily yang masih terpana sekaligus begitu ketakutan pada beberapa kalimat yang baru saja ia dengarkan.

Pedang panjang dan tipis di dalam kotak kaca tebal itu terbuat dari perak, tampak masih berkilat dengan ujung tajam mengancam, seakan memberitahukan bahwa rambut saja bisa ia belah menjadi tujuh, apalagi tubuh manusia.

"Makanya pedang terkutuk ini harus dijaga dengan baik agar jangan sampai jatuh ke tangan orang yang tak bertanggung jawab. Sudah sedari dulu kami berusaha menjaganya baik-baik sesuai warisan ayah kami. Padahal kami tahu, sebenarnya harta karun Vagano adalah incaran para kolektor benda antik, kurator serta rumah lelang besar di seluruh Dunia Ever! Harganya sangat tinggi, karena selalu dianggap sebagai peninggalan bersejarah." ungkap Ocean lagi.

"Gulungan perkamen juga ada dalam kotak kaca sebelah sana, ayah kami menulisnya sebagai omen, peringatan akan kelahiran kami. Bukan sesuatu yang menyenangkan untuk dibaca, bahkan kami pun kurang mengerti artinya. Untuk menanyakan kepada orang lain, well, mungkin yang mengerti sudah tiada semua?" Sky mengangkat bahu.

"Mana, bolehkah aku lihat?" Emily merasa takut namun penasaran juga. Ia selalu suka kisah misteri dan ingin memecahkan sesuatu yang kali ini ia dengar sendiri.

"Tentu saja."

Emily dan kedua pemuda kembar mendekat ke sebuah kotak kaca tak jauh dari pedang mengerikan tadi.

"Ini dia."

Di dalam gulungan perkamen terbuka itu tertulis beberapa kalimat dengan tulisan tangan rapi dalam tinta merah darah :

"Kutukan Angka Tiga"

"Tiga, terkutuklah engkau!

Jangan pernah kau lepas dari manapun kau berada

Jangan pernah ada mentari pagi di atasmu,

Sebab kemanapun engkau pergi, bahaya besar selalu mengikuti!

Lindungi satu dan dua,

Sebab tiga bisa segera datang kapan saja

Tiga, kau sumber malapetaka

Kau awal dari kehancuran!

Jangan ada yang pernah menemukanmu!

Archduke Zeus Calamity Vagano."

"Nama dan gelar ayah kami." ucap Ocean masih dalam nada lirih. "Ia meninggal dunia dalam kesedihan karena ditinggalkan ibu yang sangat ia cintai. Tapi ada juga yang berpendapat ia mati diracun. Kami tak tahu apa-apa, masih sangat muda waktu itu. Jadi kami tak pernah mengenal kedua orangtua kami. Seumur hidup kami dirawat oleh Hannah saja. Kami hidup di sini hanya sampai usia balita, lalu bersekolah dan kuliah di kota. Kami hidup dari hasil peternakan dan perkebunan. Jadi, semua sejarah ini juga masih sangat baru bagi kami."

"Oh, aku turut prihatin. Aku juga belum begitu mengerti maksud puisi Kutukan Angka Tiga ini." ucap Emily. "Kalau ada ide akan kuberitahukan kepada kalian berdua. Tapi mungkin juga ini hanya folklore, legenda saja. Ayah kalian mungkin berusaha mencegah pencuri datang menjarah puri ini."

"A ha ha ha! Puri tua terpencil di tengah lautan Evertika yang bahkan luput dari Mbah Gugel Bumi!" Sky tertawa terbahak-bahak mencairkan ketegangan suasana.

"Betul juga! Di mana-mana selalu ada legenda termasuk puri tua ini, imajinasi yang hebat!" Ocean ikut tertawa dengan gestur yang begitu menggemaskan di mata Emily.

"Baiklah, ayo kita kembali ke ruang makan karena sebentar lagi saatnya makan siang!" ajak sang kakak kepada adik kembarnya serta tamu agung mereka yang cantik.

Emily sedikit kecewa, Ocean belum juga berkata apa-apa lagi sejak kejadian semalam. 'Apakah ia lupa atau segan? Tapi apa yang dapat kuharapkan? Aku hanya seorang asing di sini. Tak boleh terlalu ingin dekat dengan salah satu pemuda yang luar biasa tampan, kaya dan ningrat, karena nanti kecewa terlalu berharap.'

Siang hari berlalu seperti biasa, demikian pula malam, khususnya saat makan malam selesai dihidangkan. Kali ini Emily melihat, wadah penyimpanan sisa makanan yang disisihkan Hannah hampir penuh.

Wanita setengah baya itu tergesa-gesa membawanya ke suatu tempat.

"Maaf, aku duluan ya, mau ke kamar mandi dahulu." pamit Emily pada kedua kembar Vagano yang masih duduk ngobrol di meja makan asyik membicarakan berbagai macam isu politik  dan olahraga.

"Silahkan." ujar Ocean dan Sky ramah, "Jangan lama-lama ya."

Kali ini aku harus tahu Hannah akan apakan sisa makanan itu! demikian tekad Emily.

Ia diam-diam mengintai dalam kelamnya lorong-lorong puri Vagano, berhati-hati agar Hannah tak tahu ia sedang dibuntuti.

Lorong yang mereka berdua lalui semakin berliku, kelam dan dalam. Mulai turun ke lantai bawah tanah melewati deretan anak tangga batu licin dan curam. Pemandangan baru, area baru, asing dan gelap nyaris tanpa penerangan. Emily seperti masuk ke dalam labirin berliku-liku tanpa punya petunjuk untuk kembali.

'Di mana aku? Tapi sudah terlambat bagiku untuk mengundurkan diri.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status