Home / Horor / Customer Service / Senyum tulus

Share

Senyum tulus

Author: Gafiqih
last update Last Updated: 2021-05-19 01:58:58

Stella membuka matanya dan dia merasa heran karena sudah berada di apartemennya, dia lantas menyingkap selimut dan bangun dari kasurnya. Ia pun melihat ke ruang santainya dan tak ada seseorang pun di sana, kemudian Stella pun menyalakan TV dan tak sengaja ia langsung melihat berita yang sedang menyiarkan kasus lanjutan nyonya Hellen.

Stella teringat kembali terakhir kali dia membuka mata, dan ia baru sadar kalau waktu itu ia di hajar menggunakan gagang pistol oleh sahabatnya sendiri, dan ia bingung kenapa sekarang ia bisa berada di apartemennya.

Breaking news “Pembunuhan Hellen Watson akhirnya terungkap, tersangka yang tidak lain adalah menantunya sendiri dan di bantu adik perempuanya. Anehnya tak ada penyesalan di wajah mereka berdua, dan senyum lebar terpampang jelas di wajah mereka berdua.”

Stella terdiam dan tak menyangka kalau Ellie benar-benar melakukan itu, tapi kenapa dia mengajak dan menyeret Stella ke kasus nyonya Watson?

“Tok-tok-tok” terdengar suara pintu apartemen Stella di ketuk seseorang dari luar. Dengan langkah perlahan dan hati-hati pun Stella berjalan mendekat ke arah pintu dan ia pun langsung membuka pintu itu dengan perlahan.

Stella pun terkejut karena ia melihat sosok Harris Watson tepat berdiri di depan pintu, dengan membawa plastik berisi buah-buahan dan ia pun tersenyum melihat Stella baik-baik saja.

“Dari mana kamu tahu tempat tinggalku?” tanya Stella.

“Apa kamu lupa? Kemarin aku yang mengantarmu pulang saat kamu pingsan di rumah mami,” jawab Harris.

“Lariiiii!” teriak nyonya Hellen tepat di telinga Stella.

Stella pun menutup telinganya dan tiba-tiba Harris mengeluarkan pisau dari dalam jaketnya dan sudah siap menikam Stella. Stella yang sadar akan hal itu pun langsung menerjang Harris, sampai mereka berdua terjatuh.

Pisau yang di pegang Harris pun terpental, namun Harris langsung bergegas bangun dan mengambil pisau itu. Stella masih tergeletak di lantai, kemudian ia pun melihat sosok nyonya Hellen di belakang Harris sambil mengeluarkan air mata.

Posisi nyonya Hellen seperti ingin memeluk Harris dari belakang, Stella yang melihat itu pun akhirnya paham kesedihan nyonya Hellen.

“Tu—tunggu dulu Harris! Ibumu tak ingin kamu seperti ini!” bentak Stella.

“Diam! Tahu apa kau tentang mami?” balas Harris.

“Aku memang tak mengenal beliau secara langsung, tapi aku yakin semua orang tua ingin anaknya menjadi anak yang baik,” ucap Stella.

Harris pun terdiam, dan ia terlihat tampak gemetar. Tiba-tiba air mata Harris pun menetes perlahan dan ia berkata, “Aku sayang mami.”

Stella pun tersenyum dan ia pun mulai bangkit dan menghampiri Harris untuk mengambil pisaunya. Harris yang sedang menunduk itu tiba-tiba menatap Stella dengan kebencian dan ia pun tanpa ragu langsung menikam Stella.

“Ak—akan ku sampaikan rasa sayangmu ke nyonya Hellen,” ucap Stella sambil tersenyum tulus.

Darah Stella pun mulai menetes di lantai, sepertinya Stella mampu menghindari tikaman Harris dan hanya menggores pinggangnya saja. Harris pun menjatuhkan pisaunya, dan tubuhnya pun bergetar hebat.

“Aaaaaaahhhkkk!” teriak Harris, “apa yang aku lakukan? Maafkan aku mami.”

Stella pun melirik ke arah nyonya Hellen dan Stella pun tersenyum saat melihat nyonya Hellen wajahnya bersinar dengan senyum lebar yang membuat Stella nyaman.

“Terima kasih,” ucap nyonya Hellen yang perlahan menghilang.

“Diam, jangan bergerak!” ucap polisi sedang mengarahkan pistol ke arah Harris.

Kemudian sekelompok polisi datang menghampiri Stella dan Harris, kemudian salah satu polisi langsung meringkus Harris. Kemudian dari sekelompok polisi itu tiba-tiba ada yang menyapa Stella, “Kamu baik-baik saja, Stell?

Stella pun terkejut melihat Joe menyapanya, “Ka—kamu polisi?”

Joe menganggukkan kepalanya, dan ia pun menghampiri Stella yang sedang memegangi pinggangnya. Tampaknya luka goresan itu cukup dalam, dan darah terus bercucuran melalui sela-sela jari Stella.

Kemudian Joe mengangkat Stella, dan langsung berlari menuju lift. Stella pun sudah merasa pusing dan akhirnya ia pun pingsan saat di gendong oleh Joe.

“Kamu sudah sadar?” tanya Joe saat melihat Stella membuka matanya.

Stella pun bingung karena ia terbangun tidak berada di kamarnya dan ia pun bertanya “aku dimana?”

“Kamu di rumah sakit, dan syukurlah luka yang di tinggalkan Harris tidak terlalu dalam,” jawab Joe.

Stella pun melihat ke sekeliling dan ia pun meraba bagian pinggangnya yang sudah di lilit oleh perban dan merintih kesakitan.

“Jangan terlalu banyak bergerak nanti jahitannya terlepas!” ujar Joe.

“Iya aku mengerti, dan aku tak ingin berlama-lama di sini!” tegas Stella.

Joe pun tersenyum mendengar perkataan Stella, tapi Stella justru memalingkan wajahnya dan tak ingin melihat Joe ada di sebelahnya.

“Maaf jika aku mendekati sahabatmu, karena ingin menyelidiki Anne menantu nyonya Hellen,” ucap Joe.

“Jadi kamu sudah mengetahuinya, kalau Ellie itu adiknya Anne?” tanya Stella.

Joe pun menganggukkan kepalanya, Stella pun mulai berbalik arah dan menatap Joe yang sedang murung. “Bukannya misimu sudah selesai? Kenapa kamu memasang wajah murung seperti itu?” tanya Stella.

“Aku hanya tidak menyangka kalau Ellie terlibat dalam kasus pembunuhan berencana ini,” jawab Joe.

Stella pun teringat kalau terakhir ia berada di rumah nyonya Hellen, ia pingsan dan ketika bangun sudah ada di apartemennya. Kemudian Joe menjelaskan kalau waktu itu, saat ia pingsan polisi datang dan langsung menangkap Anne dan Ellie.

“Karena kemarin aku sedang tidak bisa meninggalkan TKP, maka dari itu aku menyuruh petugas untuk mengantarkan kamu dan Harris pulang, tentunya setelah Harris di mintai keterangan singkat,” ucap Joe.

“Bagaimana kamu tahu kalau aku dan Ellie berada di rumah nyonya Hellen?” tanya Stella.

“Karena aku melacak nomor telepon Ellie yang sebelumnya susah ku hubungi,” jawab Joe.

Stella pun menganggukkan kepalanya dan memalingkan lagi wajahnya sambil berkata, “Tolong tinggalkan aku sendiri, aku ingin istirahat.”

Joe pun akhirnya bangun dari tempat duduknya dan ia pun meninggalkan Stella, tanpa berkata satu kata pun. Stella pun terdiam dan masih memikirkan tentang semua kejadian ini.

“Pasti Ellie sudah di pengaruhi kakaknya, sampai ia mau melakukan ini,” gumam Stella dalam hati.

Saat sedang melamun tiba-tiba angin kencang datang dan dari jendela yang berhadapan dengannya muncul bayangan anak perempuan dengan wajah lebam di mana-mana. Kemudian Stella menutup matanya dan saat ia buka kembali matanya, bayangan anak perempuan itu pun menghilang.

Stella menghela nafasnya dan mengira kalau itu hanya halusinasinya saja karena kurang istirahat, kemudian Stella membetulkan posisi tidurnya dan ia memejamkan matanya. Saat matanya terpejam, ia mendengar banyak sekali jeritan-jeritan anak kecil di telinganya.

Suara yang mengganggu itu pun semakin keras, dan Stella pun tak tahan dengan teriakan-teriakan itu, namun ia tak bisa membuka matanya. Semakin ia berusaha membuka matanya, ia merasa teriakan itu semakin dekat dan semakin keras.

“Aaaaaaaaaahhhhkkkk!” Stella pun berteriak karena sudah tak sanggup menahan teriakan-teriakan yang menggangu itu, dan ia pun pingsan seketika.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Customer Service   Lama tak jumpa, sahabat

    Tiga hari berlalu, masa-masa membosankan saat berada di rumah sakit akhirnya selesai juga. Stella tersenyum saat meninggalkan rumah sakit, dan ia berkata “semoga aku tak berakhir di sini, lagi.”Saat perjalanan pulang Stella tak banyak berbicara, seperti biasanya. Gibran juga tak membuka pembicaraan seperti biasanya. “Mau sampai kapan berdua tidak saling sapa?” cetus Eva yang berada di kursi belakang.Stella hanya tersenyum dan memalingkan wajah, kemudian ia berkata “aku ingin menemuinya.”“Siapa?” tanya Gibran tanpa melihat ke arah Stella.“Ellie. Aku ingin bertemu dengannya,” jawab Stella dengan raut wajah masam.Gibran melirik Stella dan perlahan ia mulai tersenyum. Eva yang melihat hal itu ikut tersenyum dan ia memeluk Stella dari belakang.Tidak lama kemudian mereka sampai ke apartemen Stella, G

  • Customer Service   Ruang hampa

    “Dimana aku? Kenapa semua hitam, dan aku tidak bisa melihat apa-apa,” ucap Stella panik. Stella berjalan perlahan, langkah kakinya diseret dengan tangan meraba. Stella terus berjalan sampai ia merasa putus asa dan menghentikan langkah kakinya.“Se—seorang… tolong aku, aku takut…” ucap Stella lirih sambil merendahkan badannya dan jongkok perlahan. Tiba-tiba saat ia menundukkan kepala, ada cahaya biru bergerak lambat di atas kepala Stella.Spontan Stella mengangkat kepalanya dan melihat cahaya biru itu, dan ia pun tersenyum. “Cantik sekali,” ucap Stella saat melihat cahaya biru itu yang perlahan berubah bentuk menjadi kupu-kupu hitam dengan corak biru yang bercahaya.Saat sedang asyik menatap kupu-kupu itu, tiba-tiba ada suara bergema yang berkata “jangan menyerah, Stella!”Stella melihat sekeliling dan cahaya dari kupu-kupu itu tak bi

  • Customer Service   Tikam

    “Aku tahu dia ada di dalam kamarku,” ucap Joe yang sudah berada di depan Stella. “Dia? Dia siapa maksudmu?” tanya Stella sambil melangkah mundur perlahan. Senyum Joe tiba-tiba hilang begitu saja, kali ini tatapan mata Joe sangat tajam kepada Stella. Stella merasa ketakutan dan langkah kakinya semakin cepat berjalan mundur. Keringat Stella sudah sebesar biji jagung, menetes dari kening dan terhalang oleh alisnya. Tingkat kesabaran Joe sudah mulai habis dan ia lari menghampiri Stella. Stella yang ketakutan langsung memutar badannya dan berlari menuju tangga, ia hanya mengikuti langkah kaki membawanya tanpa berfikir terlebih dahulu. Sementara itu di lantai dua, Gibran sudah menemukan apa yang ia cari. “Ketemu!” teriak Gibran sambil menunjukkan amplop coklat kepada Eva. Eva terlihat bingung dan bertanya “itu apa, kak?” “Ini adalah….” Ucapan Gibran terpotong oleh teriakan Stella dari bawah, kemudi

  • Customer Service   Senyum Jonathan Liem

    “Dimana kamu, Gibran…” ucap Stella lirih sambil berlarian di lobby. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok Gibran yang tiba-tiba menghilang begitu saja. Langkah Stella terhenti dan ia mengeluarkan ponselnya lagi dan menghubungi Gibran.“Ah sial, kali ini malah tidak aktif,” gumam Stella dalam hati.Sedang panik-paniknya, tiba-tiba Eva muncul di hadapan Stella. “Ada apa kak?” tanya Eva dengan tenang.“Dari mana saja kamu?” jawab Stella, “Gi—gibran hilang.”“Kalian bertengkar?” tanya Eva dengan ekspresi bingung. “Ceritanya panjang … yang penting kita harus menemukan dia dulu,” jawab Stella yang kemudian berjalan meninggalkan Eva.Eva mengikuti Stella berjalan di belakang, dan langkah kaki Stella yang cepat membuat Eva bertanya-tanya dalam hati. Sebenarnya apa yang sudah t

  • Customer Service   Air mata Gibran

    “Jadi apa idemu, Stell?” tanya Gibran dengan wajah penasaran.Stella hanya tersenyum ia pun sudah selesai dengan makan siangnya. Ia juga langsung meninggalkan Gibran untuk membayar makanannya dan langsung kembali ke kantor. Gibran berlari menyusul Stella, sesekali Stella menoleh ke belakang dan tersenyum melihat Gibran yang mengejarnya.“Hei Stell, tunggu!” panggil Gibran saat jaraknya sudah dekat dengan Stella. Stella menghentikan langkahnya dan bertanya “ada apa sih?”Sambil terengah-engah Gibran menanyakan lagi apa ide Stella. “Nanti saat di loker room akan aku beritahu ideku!” bentak Stella, kemudian ia kembali berjalan menuju kantornya. Sedankan Eva menghilang sedari tadi, tapi Stella dan tidak ada yang menyadarinya.Saat di dalam lift Gibran hanya terdiam saja, tapi mulutnya sudah gatal ingin bertanya kepada Stella. Mereka pun hanya terdiam sampai

  • Customer Service   Liza Magdalena III

    Sebelum menjalankan mobilnya Gibran melihat kertas yang di berikan oleh wanita itu, dan di kertas itu tertulis alamat Cendrawasih VII no 21. Gibran pun bertanya-tanya alamat siapa ini sebenarnya, apakah alamat Liza Magdalena?Eva melihat tulisan itu dari bangku belakang dan Gibran yang terkejut langsung melipat kertas itu. “Cendrawasih VII no 21, bukannya itu rumahku?” tanya Eva yang tiba-ttiba sudah duduk di kursi depan.“Hah? Ini alamat rumahmu?” tanya Gibran, “tapi kenapa dia memberikan alamat rumahmu kepadaku.”“Mungkin ia menyuruh kakak untuk bertanya langsung kepada papa,” jawab Eva sambil menundukkan kepalanya. Gibran menggelengkan kepalanya dan ia pun menjalankan mobilnya, ia berniat kembali ke kantornya untuk menyampaikan semuanya kepada Stella.Saat perjalanan Eva selalu saja mengatakan kalau ia tak suka dengan Ellie, sampai Gibran bosan mende

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status