Stella membuka matanya dan dia merasa heran karena sudah berada di apartemennya, dia lantas menyingkap selimut dan bangun dari kasurnya. Ia pun melihat ke ruang santainya dan tak ada seseorang pun di sana, kemudian Stella pun menyalakan TV dan tak sengaja ia langsung melihat berita yang sedang menyiarkan kasus lanjutan nyonya Hellen.
Stella teringat kembali terakhir kali dia membuka mata, dan ia baru sadar kalau waktu itu ia di hajar menggunakan gagang pistol oleh sahabatnya sendiri, dan ia bingung kenapa sekarang ia bisa berada di apartemennya.
Breaking news “Pembunuhan Hellen Watson akhirnya terungkap, tersangka yang tidak lain adalah menantunya sendiri dan di bantu adik perempuanya. Anehnya tak ada penyesalan di wajah mereka berdua, dan senyum lebar terpampang jelas di wajah mereka berdua.”
Stella terdiam dan tak menyangka kalau Ellie benar-benar melakukan itu, tapi kenapa dia mengajak dan menyeret Stella ke kasus nyonya Watson?
“Tok-tok-tok” terdengar suara pintu apartemen Stella di ketuk seseorang dari luar. Dengan langkah perlahan dan hati-hati pun Stella berjalan mendekat ke arah pintu dan ia pun langsung membuka pintu itu dengan perlahan.
Stella pun terkejut karena ia melihat sosok Harris Watson tepat berdiri di depan pintu, dengan membawa plastik berisi buah-buahan dan ia pun tersenyum melihat Stella baik-baik saja.
“Dari mana kamu tahu tempat tinggalku?” tanya Stella.
“Apa kamu lupa? Kemarin aku yang mengantarmu pulang saat kamu pingsan di rumah mami,” jawab Harris.
“Lariiiii!” teriak nyonya Hellen tepat di telinga Stella.
Stella pun menutup telinganya dan tiba-tiba Harris mengeluarkan pisau dari dalam jaketnya dan sudah siap menikam Stella. Stella yang sadar akan hal itu pun langsung menerjang Harris, sampai mereka berdua terjatuh.
Pisau yang di pegang Harris pun terpental, namun Harris langsung bergegas bangun dan mengambil pisau itu. Stella masih tergeletak di lantai, kemudian ia pun melihat sosok nyonya Hellen di belakang Harris sambil mengeluarkan air mata.
Posisi nyonya Hellen seperti ingin memeluk Harris dari belakang, Stella yang melihat itu pun akhirnya paham kesedihan nyonya Hellen.
“Tu—tunggu dulu Harris! Ibumu tak ingin kamu seperti ini!” bentak Stella.
“Diam! Tahu apa kau tentang mami?” balas Harris.
“Aku memang tak mengenal beliau secara langsung, tapi aku yakin semua orang tua ingin anaknya menjadi anak yang baik,” ucap Stella.
Harris pun terdiam, dan ia terlihat tampak gemetar. Tiba-tiba air mata Harris pun menetes perlahan dan ia berkata, “Aku sayang mami.”
Stella pun tersenyum dan ia pun mulai bangkit dan menghampiri Harris untuk mengambil pisaunya. Harris yang sedang menunduk itu tiba-tiba menatap Stella dengan kebencian dan ia pun tanpa ragu langsung menikam Stella.
“Ak—akan ku sampaikan rasa sayangmu ke nyonya Hellen,” ucap Stella sambil tersenyum tulus.
Darah Stella pun mulai menetes di lantai, sepertinya Stella mampu menghindari tikaman Harris dan hanya menggores pinggangnya saja. Harris pun menjatuhkan pisaunya, dan tubuhnya pun bergetar hebat.
“Aaaaaaahhhkkk!” teriak Harris, “apa yang aku lakukan? Maafkan aku mami.”
Stella pun melirik ke arah nyonya Hellen dan Stella pun tersenyum saat melihat nyonya Hellen wajahnya bersinar dengan senyum lebar yang membuat Stella nyaman.
“Terima kasih,” ucap nyonya Hellen yang perlahan menghilang.
“Diam, jangan bergerak!” ucap polisi sedang mengarahkan pistol ke arah Harris.
Kemudian sekelompok polisi datang menghampiri Stella dan Harris, kemudian salah satu polisi langsung meringkus Harris. Kemudian dari sekelompok polisi itu tiba-tiba ada yang menyapa Stella, “Kamu baik-baik saja, Stell?
Stella pun terkejut melihat Joe menyapanya, “Ka—kamu polisi?”
Joe menganggukkan kepalanya, dan ia pun menghampiri Stella yang sedang memegangi pinggangnya. Tampaknya luka goresan itu cukup dalam, dan darah terus bercucuran melalui sela-sela jari Stella.
Kemudian Joe mengangkat Stella, dan langsung berlari menuju lift. Stella pun sudah merasa pusing dan akhirnya ia pun pingsan saat di gendong oleh Joe.
“Kamu sudah sadar?” tanya Joe saat melihat Stella membuka matanya.
Stella pun bingung karena ia terbangun tidak berada di kamarnya dan ia pun bertanya “aku dimana?”
“Kamu di rumah sakit, dan syukurlah luka yang di tinggalkan Harris tidak terlalu dalam,” jawab Joe.
Stella pun melihat ke sekeliling dan ia pun meraba bagian pinggangnya yang sudah di lilit oleh perban dan merintih kesakitan.
“Jangan terlalu banyak bergerak nanti jahitannya terlepas!” ujar Joe.
“Iya aku mengerti, dan aku tak ingin berlama-lama di sini!” tegas Stella.
Joe pun tersenyum mendengar perkataan Stella, tapi Stella justru memalingkan wajahnya dan tak ingin melihat Joe ada di sebelahnya.
“Maaf jika aku mendekati sahabatmu, karena ingin menyelidiki Anne menantu nyonya Hellen,” ucap Joe.
“Jadi kamu sudah mengetahuinya, kalau Ellie itu adiknya Anne?” tanya Stella.
Joe pun menganggukkan kepalanya, Stella pun mulai berbalik arah dan menatap Joe yang sedang murung. “Bukannya misimu sudah selesai? Kenapa kamu memasang wajah murung seperti itu?” tanya Stella.
“Aku hanya tidak menyangka kalau Ellie terlibat dalam kasus pembunuhan berencana ini,” jawab Joe.
Stella pun teringat kalau terakhir ia berada di rumah nyonya Hellen, ia pingsan dan ketika bangun sudah ada di apartemennya. Kemudian Joe menjelaskan kalau waktu itu, saat ia pingsan polisi datang dan langsung menangkap Anne dan Ellie.
“Karena kemarin aku sedang tidak bisa meninggalkan TKP, maka dari itu aku menyuruh petugas untuk mengantarkan kamu dan Harris pulang, tentunya setelah Harris di mintai keterangan singkat,” ucap Joe.
“Bagaimana kamu tahu kalau aku dan Ellie berada di rumah nyonya Hellen?” tanya Stella.
“Karena aku melacak nomor telepon Ellie yang sebelumnya susah ku hubungi,” jawab Joe.
Stella pun menganggukkan kepalanya dan memalingkan lagi wajahnya sambil berkata, “Tolong tinggalkan aku sendiri, aku ingin istirahat.”
Joe pun akhirnya bangun dari tempat duduknya dan ia pun meninggalkan Stella, tanpa berkata satu kata pun. Stella pun terdiam dan masih memikirkan tentang semua kejadian ini.
“Pasti Ellie sudah di pengaruhi kakaknya, sampai ia mau melakukan ini,” gumam Stella dalam hati.
Saat sedang melamun tiba-tiba angin kencang datang dan dari jendela yang berhadapan dengannya muncul bayangan anak perempuan dengan wajah lebam di mana-mana. Kemudian Stella menutup matanya dan saat ia buka kembali matanya, bayangan anak perempuan itu pun menghilang.
Stella menghela nafasnya dan mengira kalau itu hanya halusinasinya saja karena kurang istirahat, kemudian Stella membetulkan posisi tidurnya dan ia memejamkan matanya. Saat matanya terpejam, ia mendengar banyak sekali jeritan-jeritan anak kecil di telinganya.
Suara yang mengganggu itu pun semakin keras, dan Stella pun tak tahan dengan teriakan-teriakan itu, namun ia tak bisa membuka matanya. Semakin ia berusaha membuka matanya, ia merasa teriakan itu semakin dekat dan semakin keras.
“Aaaaaaaaaahhhhkkkk!” Stella pun berteriak karena sudah tak sanggup menahan teriakan-teriakan yang menggangu itu, dan ia pun pingsan seketika.
Stella yang sudah 2 jam tak sadarkan diri, akhirnya terbangun dan terkejut setelah melihat sosok pria duduk di sampingnya.“Kamu sudah sadar?” tanya pria itu. Stella menganggukkan kepalanya dan ia pun merubah posisi yang awalnya telentang menjadi duduk.“Kamu sedang apa di sini?” tanya Stella.“Menjengukmu, apa lagi?” jawab pria itu sambil tersenyum.Stella pun menggelengkan kepalanya dan ia pun melipat tangannya diperutnya, “kamu libur hari ini?”“Aku masuk nanti sore, makanya aku sempatkan utnuk menjengukmu,” jawab pria itu.Pria itu adalah Gibran Triguna, pria yang menyukai Stella dan selalu di campakkan oleh Stella. Wajahnya tidak terlalu buruk, tapi memang ia bukan tipe pria yang di sukai Stella. Meskipun Stella sering mencampakkannya dan cuek kepadanya, Gibran tetap berusaha untuk mendapatkan h
“Tolong…” “Ampun papa, aku janji tidak akan nakal lagi.” Terdengar suara anak perempuan yang meminta ampun. Gelap pun berubah menjadi terang dan Stella terbawa ke suatu kamar yang ia sendiri tak tahu di mana itu. Stella membuka matanya dan ia melihat sosok anak perempuan yang sedang terbaring di lantai sambil menangis. Badan anak perempuan itu penuh memar dan tampaknya ia tak bisa berdiri, Stella yang melihat itu pun langsung menghampirinya. “Hei, kamu tidak apa-apa?” tanya Stella. Anak perempuan itu tak menjawab, bahkan ia seperti tak menyadari kehadiran Stella. Stella pun menghampiri amak itu dan ia ingin membantu anak itu bangun, tapi ternyata Stella tak bisa menyentuh anak itu. Stella pun mencoba lagi dan lagi, tetapi tetap saja tak bisa. Tiba-tiba air mata anak itu jatuh dan ia berbisik, “Aku rindu kamu, mama….” Anak itu berusaha bang
Seketika semua orang yang ada di dalam ruangan menjadi panik dan suasana di dalam ruang kerja pun menjadi bising seperti di pasar. Semua orang menyalakan senter dari ponsel mereka masing-masing untuk penerangan.Stella berusaha agar tidak panik dan tetap duduk di kursinya, tapi tampaknya pikirannya terganggu oleh suara anak perempuan yang baru saja meminta tolong. “Apakah ini sama dengan kasus nyonya Hellen?” gumam Stella dalam hati.Tidak lama kemudian listrik kembali menyala, dan pak Diky masuk ke ruangan mengarahkan anak buahnya untuk kembali bekerja. Stella yang masih duduk di bangkunya langsung menyalakan kembali komputernya, dan lanjut bekerja seperti biasanya.Setelah listrik menyala kerjaan Stella kembali normal dan tak ada telepon yang aneh-aneh, sampai akhirnya waktu menunjukkan pukul 13:00 dan Stella meninggalkan ruangan kerjanya untuk makan siang. Stella berjalan ke loker room untuk mengambil domp
Stella dan Gibran akhirnya tiba di loker room, kemudian Stella menceritakan mimpinya yang melihat Maldeva bunuh diri. Gibran pun fokus mendengarkan dan tak banyak berkomentar, ekspresinya terlihat seperti memikirkan sesuatu.“Yang buat aku bingung itu, mimpinya terlalu nyata,” ucap Stella mengakhiri ceritanya.Gibran masih belum berkomentar, dan ia terlihat menarik nafas dalam-dalam. Stella yang melihat tingakah laku Gibran, langsung mendorong bahunya sambil berkata “jika kamu tidak percaya, silahkan saja!”Gibran menggelengkan kepalanya dan ia pun menjawab, “Aku bukannya tak percaya, tapi aku sedang mencerna setiap ucapanmu, dan menurutku sepertinya itu bukanlah mimpi.”“Lalu kalau itu bukan mimpi, apa?” tanya Stella sambil berjalan menuju lokernya untuk menaruh dompetnya.“Mungkin itu ingatan Maldeva yang di transfer ke inga
Stella membuka matanya dan ia sudah berada di kamarnya lagi, ia membasuh pipinya yang basah karena air matanya, lalu ia melihat ke langit-langit dan bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi barusan. Ia pun kemudian bangun dan terkejut ketika melihat jam dinding sambil berkata “ah sial, kenapa aku terbangun di tengah malam.”Ia pun pergi ke kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya dan menyalin pakaiannya, setelah keluar dari kamar mandi Stella pun mengambil ponselnya yang masih berada di dalam tasnya.Saat ia memeriksa tasnya, ia menemukan kertas yang sudah berbentuk seperti bola. Ia pun mengambilnya dan merapikannya.“Astaga, bukannya ini sudah aku tinggalkan di meja kerja,” ucap Stella dalam hati. Ia pun terlihat bingung kenapa kertas ini bisa ada di
Gibran tersenyum saat mendengar Stella menyebut nama Maldeva, ia tak menyangka kalau kali ini ia harus terlibat dengan kasus ini.“Kenapa kamu tersenyum?” tanya Stella.“Akhirnya aku dapat kesempatan untuk menyelidiki kasusnya,” jawab Gibran.Pelayan pun datang ke meja mereka dan mengantarkan iced cappuccino milik Stella, Stella pun menanggapi dan tersenyum sambil berterima kasih. Saat pelayan itu pergi Stella pun berkata, “Kali ini aku bukan ingin membahas tentang kasusnya.”Ekspresi bingung pun terlihat di wajah Gibran kemudian Stella menceritakan lagi tentang mimpinya yang baru saja di alaminya, dan Gibran pun terlihat antusias mendengarkan cerita Stella. Eva yang duduk di sebelah Gibran juga ikut fokus memperhatikan mereka berdua.“Jadi intinya kamu ingin membantumu, mencari ibu dari anak itu?” tanya Gibran setelah mendengar cer
“Selamat pagi kak Stella,” sapa Eva saat melihat Stella terbangun dari tidurnya. Stella pun tersenyum dan membalas sapaan Eva, “selamat pagi juga.”Stella menyingkap selimut dan ia mengambil ponselnya yang berada tepat di meja samping ranjangnya, kemudian ia mengecek pemberitahuan di ponselnya seperti biasanya, dan kali ini banyak sekali pesan dari Gibran.“Astaga, aku merasa bodoh karena telah menghubungi pria ini tadi malam…” ucap Stella lirih.Eva yang mendengar itu pun tersenyum dan berkata, “Cepat balas pesannya dan segera mandi kak, hari ini kan kakak harus kerja!”Stella yang mendengar itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah jam yang ada di ponselnya. Ia pun menghebuskan nafasnya dan berkata “masih ada waktu untuk memblokir nomor ini.”“Jangan kak! Ingat dia kan ingin membantu kita,” ucap
Akhirnya Gibran sampai di kantor polisi tempat Ellie di tahan, karena belum sidang maka Ellie belum di pindahkan ke rutan. Eva juga mengikutinya di belakang Gibran sambil menoleh ke kanan dan ke kiri seperti mencari seseorang.Gibran yang sudah dapat izin untuk menjenguk Ellie pun hanya mempunyai waktu 15 menit saja. Dengan gelisah Gibran menunggu Ellie yang sedang di jemput polisi.“Kak ini kantor papaku,” ucap Eva, “jangan sampai ia tahu dan mencurigai kak Gibran.”Gibran pun menganggukkan kepalanya dan tak lama kemudian polis datang membawa Ellie. “Hai Gibran apa kabar?” teriak Ellie saat melihat Gibran.“Baik, bagaimana kondisimu?” tanya Gibran.“Sangat menyenangkan!” jawab Ellie dengan nada tinggi. Gibran yang mendengar jawaban Ellie hanya bisa tersenyum.“Langsung saja! Ada apa kamu ke si