Share

Customer Service
Customer Service
Author: Gafiqih

Telepon misterius

Tertegun menatap layar komputer, wanita cantik berambut coklat sebahu memakai headset sambil menunggu telepon masuk. Ia terus mengetuk jemarinya sambil melirik ke pojok kanan bawah monitor, berharap waktu cepat berlalu dan ia bisa pulang ke rumah.

Rasa bosan tak terbendung lagi oleh wanita itu, dan ia pun beberapa kali menguap di susul dengan tangan yang mengucek kedua matanya. Jam sudah menunjukkan pukul 20:55 dan lima menit lagi shiftnya akan berakhir, akan tetapi lima menit terasa lama sekali jika terus dipandangi. Tidak banyak orang  tersisa di ruangan itu, hanya tinggal 10 orang termasuk wanita itu. Ada 8 orang pria yang memang jadwalnya selalu malam, dan 2 orang wanita yang tinggal menunggu shift kerjanya berakhir.

“Aku benci jika harus pulang selarut ini,” gumam wanita berambut coklat itu dalam hati. Wajah wanita berambut coklat itu cantik, dengan mata besar berwarna biru gelap dan bulu mata lentik asli ciptaan Tuhan.

Para pria di sana tak ada yang berani menggodanya, jangankan menggoda, menegur saja mereka enggan. Hal itu di sebabkan karena wanita itu terlalu pendiam dan sangat tertutup, alias introvert. Hanya ada satu pria yang berani menggodanya dan selalu dicampakkan olehnya, tapi sayangnya pria itu sedang libur hari ini, jadi wanita itu sedikit tenang tak ada yang menggodanya. “Ayolah... dua menit ini terasa seperti dua hari, lama sekali!” wanita itu menggerutu dalam hati, meluapkan rasa bosannya.

Menit pun berganti, dan tinggal satu menit lagi jam kerjanya berakhir. Tapi tiba-tiba “kring-kring...” Telepon yang tersambung ke komputer pun berdering, kemudian sistem mulai pop-up data si penelepon.

“Ah sial... kenapa di saat seperti ini malah ada telepon masuk,” ucapnya kesal dalam hati. Wanita itu pun langsung mengeklik icon telepon berwarna hijau yang muncul di layar komputernya, dan ia pun langsung mengucapkan salam.

“Happyshop selamat malam, dengan Stella ada yang bisa kami bantu?” ucap wanita itu menyambut customer dengan salam yang sudah ditetapkan perusahaannya. Salamnya pun tak terjawab, suara dari panggilan itu pun hening tetapi masih terhubung.

“Happyshop selamat malam, dengan Stella, ada yang bisa kami bantu?” wanita itu mengulangi salamnya, dan berharap ada balasan dari customer.

Salam ke dua pun masih tak ada respons dari si penelepon, dan ketentuan yang berlaku “jika penelepon tidak menjawab salam customer service yang sudah dilontarkan sebanyak tiga kali, maka customer service berhak mengakhiri panggilan agar tidak membuang-buang waktu.”

Wanita itu pun menarik nafas dan mengucapkan salam yang sama untuk ke tiga kalinya. “Happyshop selamat malam, dengan Stella, ada yang bisa kami ban—”

Ucapan wanita terpotong oleh suara tak jelas yang memekik keras, sampai ia menutup sebelah matanya dan mengangkat pundaknya.

“Tut-tut...” Telepon itu terputus, dan seketika bulu kuduk wanita itu pun terbangun.

Ia memperhatikan lagi data costumer yang meneleponnya barusan, dan ia terkejut saat mengetahui bahwa yang menelepon barusan adalah Hellen Watson, wanita tua berusia 72 tahun yang memang menjadi konsumen tetap di Happyshop. Wanita itu pun menutup aplikasi yang terhubung dengan telepon, agar tidak ada lagi panggilan yang masuk ke jalurnya. Ia juga tak lupa mengisi laporan panggilan terakhirnya itu, dan ia menuliskan “panggilan terputus.”

Stella mematikan komputernya dan merapikan meja kerjanya, kemudian ia berdiri dan memutar badanya. Kemudian Stella pun terkejut sampai sedikit lompat, saat teman wanita satu shiftnya sudah menunggu di belakangnya.

“Kamu betah banget, Stell!” ujar wanita berkaki jenjang dengan setelan blus berwarna biru tua.

“Jika kamu melakukan itu lagi, maka aku akan betah berada di rumah sakit, karena serangan jantung!” tegas Stella sambil mengusap-usap dadanya.

Teman Stella pun tertawa sambil menutup mulutnya yang sudah dilapisi gincu berwarna merah seperti apel. Ia pun menggandeng Stella dan berjalan meninggalkan ruangan kerjanya. Delapan pasang mata pria genit pun tertuju ke arah Ellie yang sedang menggandeng Stella.

“Ellie, pulang bareng aku saja...” sayup-sayup terdengar suara-suara dari pria yang menggoda Ellie.

Ellie hanya tersenyum dan mempercepat langkah kaki jenjangnya itu. Rok mini di atas lutut menjadi faktor utama Ellie digoda malam ini, didukung dengan bentuk tubuhnya yang aduhai dan paras cantik bak model, menjadikan ia incaran para pria genit yang bekerja di sini.

“Kalau bukan karena gajinya besar, aku tak sudi bekerja di kandang buaya ini...” bisik Ellie.

“Sudah tahu masuk kandang buaya, tapi kamu malah memberikan tontonan gratis padanya.”

“Apa maksudmu dengan tontonan gratis, Stell?” tanya Ellie sambil menyenggol Stella.

Stella menggelengkan kepala diiringi senyum culasnya, kemudian Ellie membuka pintu dan meninggalkan kandang buaya itu, mereka pun langsung menuju loker untuk mengambil tas mereka. Saat berjalan di lorong yang sepi menuju loker, tiba-tiba Stella merasa aneh dan bulu kuduknya berdiri. Sontak ia pun menghentikan langkahnya dan Ellie pun menatapnya.

“Ada apa, Stell?” tanya Ellie bingung.

“Tiba-tiba bulu kudukku berdiri, El!” tegas Stella.

“Kamu jangan bercanda Stell, ini sudah malam!” tegas Ellie yang perlahan menghampiri Stella.

Stella pun merasakan ada angin yang bertiup dari belakang, dan membuatnya semakin merinding. Bola mata Stella pun bergerak melirik ke arah kiri, tepat di bawah lukisan ikan koi.

“Ahhhkkkk!” teriak Stella sambil menutup matanya.

Ellie pun berlari ke arah Stella dan langsung merangkulnya, dengan menepuk perlahan pundak Stella, ia pun bertanya, “Ada apa, Stell?”

“Ada nenek-nenek berdiri tepat di bawah lukisan dengan lidah menjulur sampai ke dagunya...” jawab Stella lirih.

Ellie yang penasaran dengan ucapan Stella pun memberanikan diri melihat ke bawah lukisan, dan ternyata tidak ada apa-apa di sana. “Tidak ada apa-apa di sana, Stell!” tegas Ellie.

“Di bawah lukisan itu, tepat di bawah lukisan, El!” ucap Stella mempertegas ucapannya.

Ellie melihat lagi ke arah lukisan dan tidak ada apa-apa di sana. Ellie melepaskan rangkulannya dan dengan lembut ia memegang tangan Stella dan menyuruhnya melepaskan tangan yang menutupi matanya itu secara perlahan. Stella pun menuruti apa kata Ellie dan menurunkan tangannya, matanya masih tertutup dan dahinya pun mengkerut.

“Buka matamu dan lihat sendiri, tidak ada apa-apa di sana!” tegas Ellie yang mencoba meyakinkan Stella.

Stella pun membuka matanya perlahan dan— “Aaaaaaaaaaaaaaaaa!” teriak Stella pun terdengar kencang sekali.

Kemudian saat ia membuka mata, ia melihat wanita tua yang menjulurkan lidahnya tepat berada di depan matanya dan hanya berjarak satu jengkal saja. Stella pun teriak sekuat tenaga sampai ia tak sadarkan diri. Ellie pun kalang kabut melihat Stella yang tiba-tiba pingsan dan untungnya ia masih sempat menahan badan Stella, agar tidak langsung jatuh ke lantai.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
adiwahyubowo
Can't wait for the next updates!!! This is so great! I wish you could share any social media I could follow so I can send you lots of love!!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status