Home / Romansa / DAISY / Bab 13

Share

Bab 13

Author: Min_Jikyu
last update Last Updated: 2021-07-10 15:20:02

Nyonya Smith memberikan amplop coklat pada Daisy sebagai upah satu bulan ini. Wanita berusia 53 tahun itu tersenyum hangat pada Daisy dan memberikan beberapa cupcake yang sengaja dia buat khusus untuk Daisy, katanya Daisy ingin sekali makan cupcake sedari kemarin.

Jangan sampai bayi mungil di dalam perut Daisy berliur karena tidak kesampaian makan cupcake.

"Nenek, ini terlalu banyak," kata Daisy setelah melongok melihat isi paperbag kecil yang diberikan Nyonya Smith.

"Tidak apa-apa, untuk Eve juga."

"Wah, terima kasih, Nek." Daisy tersenyum.

Ia dapat merasakan bayinya menendang di dalam perut, mungkin bentuk terima kasih juga. Daisy mengusap perutnya sambil tersenyum, lalu berpamitan pada Nyonya Smith untuk kembali ke apartemen.

"Kau sudah pulang?" tanya Daisy pada Eve ketika ia berhasil membuka pintu apartemen.

Eve sedang duduk di kursi meja makan, dengan secangkir kopi dan roti selai.

"Baru saja sampai, itu apa?"

Daisy memberikan paperbag di tangannya pada Eve. "Aku mandi dulu. Jangan dihabiskan, ya, dia mau makan juga." Daisy menunjuk perutnya yang membesar.

Eve terkekeh. "Siap!" Ia mengacungkan jempol.

***

Kehilangan kedua orang tua secara bersamaan, harta benda yang diraup oleh bibinya sendiri dan mahkota yang direnggut paksa yang membuat kehidupan Daisy lengkap untuk hancur.

Siapa sangka, Daisy bisa kuat sampai detik ini karena sesuatu yang terbentuk dari kesalahan. Yang saat pertama kali dikabarkan dengan bahagia, justru membuat Daisy berusaha untuk melenyapkannya.

Siapa sangka, dia yang tumbuh membesar setiap harinya di perut Daisy jadi sumber kekuatan. Mau diajak susah dan mengerti ketika Daisy berbisik, "Jangan rewel, ya." Dan akan selalu membalas dengan tendangan kecil. Jika Daisy bersedih, ia akan menendang juga, seperti mengatakan bahwa, "Mama tidak boleh sedih, semua akan baik-baik saja."

Yang awalnya dibenci, sekarang menjadi sesuatu yang paling Daisy sayangi. Ia sempat berpikir, mungkin jika tidak ada bayi ini, Daisy akan mengakhiri hidupnya tepat pada hari ia diusir dari rumah.

"Sebentar lagi kau akan lahir, sayang."

Daisy merasakan tendangan si kecil pada sisi kanan perutnya ketika ia mengguyurkan air di sana.

Ini adalah akhir pekan yang cocok untuk melakukan quality time bersama bayinya. Daisy memanjakan sang buah hati dengan guyuran air hangat dan aroma terapi.

"Kau menyukainya, hm? Nanti jika kau sudah lahir ke dunia, kita akan bermain air bersama."

Tidak sabar rasanya, beberapa hari lagi Daisy akan melakukan pemeriksaan terakhir sebelum bayi di dalam perutnya lahir. Sebentar lagi, Daisy tidak akan merasakan membawa beban berat setiap dia melakukan apa pun.

"Daisy, lama sekali. Jadi pergi tidak?" Suara Eve terdengar bersama ketukan di pintu.

Sepertinya Daisy sudah terlalu lama berendam. "Iya, sebentar lagi aku selesai."

Daisy keluar dari bath up, melilit tubuh polosnya dengan handuk dan berjalan keluar kamar.

Hari ini, rencananya Daisy akan pergi berbelanja keperluan untuk bersalin dengan Eve.

***

Senang sekali, bisa membeli keperluan untuk bersalin. Meski agak lelah, Daisy tetap semangat berkeliling mall.

"Sudah?" tanya Eve, memasukkan beberapa barang ke bagasi mobil.

"Mau beli apa lagi, ini saja sudah cukup."

Eve mengangguk, ia menggandeng tangan Daisy untuk masuk lagi ke dalam mall. Mereka belum makan malam, Eve berinisiatif untuk membeli makan di restoran.

"Lusa, kau akan memeriksakan kandunganmu, kan? Kebetulan aku libur, nanti kutemani, ya."

Daisy memotong steak daging di depannya sebelum beralih pada Eve yang terlihat sangat bersemangat. Sahabatnya itu begitu antusias mengenai perkembangan janin di dalam perutnya. "Iya, pemeriksaan terakhir sebelum persalinan."

Mereka terdiam, menikmati daging panggang dan beberapa makanan pelengkap yang tersaji dengan lahap. Sesekali juga bicara tentang pekerjaan dan lainnya.

Tiba-tiba, Eve terlihat memegangi perutnya. "Daisy," panggil gadis itu lirih.

"Ada apa?"

"Bisa tunggu sebentar? Sepertinya aku harus ke toilet. Kau di sini dulu, ya, jangan ke mana-mana."

Daisy mengangguk, ia tertawa kecil ketika memperhatikan Eve yang berjalan tergesa menuju toilet restoran.

***

Pemandangan kota dari jendela kaca di lantai tiga ini begitu indah. Rembulan malam bertabur bintang menghiasi langit cerat malam ini.

Tanpa sadar, Daisy tersenyum tipis. Mengusap perutnya dan berkata dalam hati, "Sebentar lagi, kau juga dapat melihat bintang bersama Mama."

Kebahagiaan sederhana dari rembulan yang menarik perhatian Daisy tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, seseorang menarik tangannya dengan kasar, menyeretnya keluar dari restoran dengan langkah lebar yang membuat Daisy terseok-seok.

"Mau apa lagi kau menemuiku?" Daisy menjauhkan dirinya dari sosok ini.

Layton. Di hadapannya sedang berdiri Layton yang sekarang masih mencengkeram kuat pergelangan tangan gadis itu.

"Ayo, ikut aku! Kita melahirkan di tempatku saja."

Daisy menggeleng, memaksa lepas dari genggaman Layton. Ia berusaha mempertahankan diri untuk tidak mengikuti desakan Layton, pergi bersama lelaki ini bukanlah ide yang baik.

"Aku tidak mau!" tegas Daisy.

"Lepaskan aku! Jangan memaksa seperti ini."

Layton mendengkus, tidak peduli. Lelaki itu berbalik, menelisik penampilan Daisy yang kacau. Gadis dengan balutan dress sederhana dan jaket jeans itu meneteskan air mata. Lemah sekali, pikir Layton.

"Berhenti menangis. Aku hanya menginginkan anakku!" Layton mendorong Daisy.

Daisy sudah bersiap, ia pasti akan jatuh ke lantai dan membentur benda keras itu. Pasti akan terasa sakit dan mungkin juga menyakiti janinnya. Entah itu akan membawa hal buruk atau tidak. Ia sudah memejamkan mata, menunggu tubuhnya terhempas.

Tapi, nyatanya itu tidak terjadi.

"Kau kasar sekali pada wanita."

Suara itu.

Daisy memberanikan diri untuk membuka mata, lagi-lagi ia bertemu dengan mata hijau itu lagi.

"Kau tidak apa-apa?"

Daisy terdiam, tidak dapat mengatakan sepatah kata pun. Bibirnya kelu.

"Siapa kau, berani sekali ikut campur dengan urusanku?" Layton menantang.

"Arthur," ucap Daisy lirih.

Arthur justru tersenyum kecil, ia membawa tubuh Daisy ke belakang tubuhnya. Bertindak melindungi.

"Siapa pun aku, tidak ada urusannya denganmu!"

Layton tertawa, tawa yang begitu menyebalkan. "Rupanya kau sudah memiliki seorang kekasih, ya? Ini yang akan kau kenalkan sebagai ayah untuk anakku?"

 Daisy meremas dress yang ia kenakan. Ia tidak dapat berkonsentrasi pada dua laki-laki yang masih saling menatap tajam. Perutnya kembali menegang, sakit sekali.

"Minggir, aku akan membawa Daisy pergi!"

"Tidak bisa!" Arthur menepis tangan Layton yang mencoba meraih Daisy.

Layton marah. Jemarinya terkepal dan urat-urat di lehernya menonjol. Lelaki ini hanya menghalangi rencananya saja, dan ia tidak dapat menunggu lama lagi.

"Apa urusanmu?!" kesal Layton. "Kau tidak punya hak atas Daisy."

"Apa pun hakku, itu bukan urusanmu!"

Arthur menghantam rahang Layton, begitu pula sebaliknya. Mereka berdua saling tinju, dan Daisy tidak dapat melakukan apa pun. Berteriak pun rasanya sia-sia.

Ia hanya berharap Eve segera menemukannya. Untuk menghentikan kekacauan ini. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DAISY   Bab 40

    "Bagaimana jika honeymoon bersama?"Austin yang ada di sebelah Arthur sampai tersedak ketika sang istri mengatakan hal itu.Mereka berempat---Arthur, Daisy, Eve, dan Austin. Sedang makan malam bersama di sebuah restoran yang tidak jauh dari toko kue Daisy. Reunian dadakan, setelah hampir empat bulan tidak bertemu karena Eve menemani Austin ke luar negeri."Honeymoon lagi?" Austin agaknya keberatan. "Bulan kemarin kau sudah memintanya, sayang."Daisy yang mulai tahu akan ada perdebatan di antara pasangan itu, akhirnya bersuara. "Honeymoon, ke mana?""Ya, ke mana saja. Berempat.""Aku keberatan," sahut Arthur yang sejak tadi hanya diam, menyimak.Daisy sebenarnya ingin protes, tetapi ketika ia tahu mata Arthur mengarah ke mana, ia tidak jadi protes. "Aku tidak bisa untuk beberapa bulan ini.""Ya, tidak seru sekali." Eve menghela napas, kecewa."Tunggu sampai bayiku lahir dulu," ucap Daisy.Kehamilannya sudah memasuk

  • DAISY   Bab 39

    "Aku sudah memaafkan mereka," ungkap Daisy, mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polosnya bersama Arthur. Arthur yang hanya terpejam, mengangguk singkat. "Aku tahu kau sangat baik," bisiknya, mengecup puncak kepala Daisy begitu lama. "Mungkin, hukuman itu membuat Layton dan Seryl tidak bisa menikmati kebersamaan merawat anak mereka. Aku sering berpikir, apakah aku terlalu jahat menjebloskan lelaki itu ke penjara?" Arthur terkekeh. "Tidak ada yang jahat. Itu sudah menjadi tanggung jawab Layton. Berani berbuat berarti berani menanggung konsekuensi, sayang." Sejenak, Daisy menikmati usapan lembut Arthur di perut besarnya. Sebelum merespon ucapan Arthur. "Termasuk Seryl juga?" "Ya, Seryl dan mamanya juga pantas mendapatkan semuanya. Kau sudah lama tersiksa, sayang. Sekarang giliranmu bahagia, bukan?" Balas dendam bukan solusi terbaik untuk sebuah masalah. Meski Daisy sempat kesal dan membenci, bagaimana pun juga Seryl adalah keluarga.

  • DAISY   Bab 38

    Kring ... kring ....Bel yang menandakan pelanggan baru saja masuk ke dalam toko kue kembali terdengar. Daisy menunjukkan senyum manisnya dan berdiri dari tempatnya duduk."Selamat datang di toko DaisyMilk, ada yang bisa saya bantu?"Daisy memberikan buku menu yang berisi bermacam-macam roti yang ada di toko ini. Toko kue peninggalan Mama Erisya yang sedikit diubah Arthur menjadi toko minimalis.Setelah usia kandungan Daisy memasuki enam bulan. Ia diberi kesibukan untuk mengurus toko bernama DaisyMilk ini bersama empat karyawan lain yang bertugas di dapur."Baik, satu kue tart yang akan diambil besok, ya. Mohon dicek kembali pesanan anda."Daisy menyodorkan tulisan pesanan yang sudah ia tulis di note pada pelanggan.Sudah pukul dua lewat lima belas menit. Waktunya Daisy untuk pulang ke rumah, tetapi masih ada beberapa pesanan yang belum dicek ulang."Nona, lebih baik istirahat saja. Nanti biar saya yang menyelesaikan pesanan."

  • DAISY   Bab 37

    Dokter dan beberapa perawat mencoba untuk menenangkan Seryl yang histeris karena kontraksi. Sementara Daisy sudah tidak tahan lagi harus terus berdiri dengan tangan yang di genggam Seryl kuat-kuat. "Dokter, aku sudah tidak kuat," lirih Daisy, memegang perutnya sendiri yang sejak tadi kram. Arthur sedang keluar untuk menelepon polisi. Tidak ada keluarga lain yang bisa dihubungi dan satu-satunya orang yang dapat menemani Seryl melahirkan adalah Layton. "Nona, kau bisa duduk dulu di sini. Perutmu kram?" Daisy mengangguk. Seorang suster memberikan kursi pada Daisy dan membantu gadis itu untuk duduk. Jeritan Seryl sama sekali tidak bisa membuatnya tenang. Daisy diselimuti rasa khawatir juga mengenai persalinan ini. Tadi, ia sempat mendengar percakapan Arthur dengan dokter yang menangani Seryl. Ketuban yang pecah dini, membuat bayi di dalam rahim Seryl kekurangan oksigen. "Daisy," panggil Arthur. Bagaimana?" "Perizinan

  • DAISY   Bab 36

    2 bulan kemudian .... Arthur menatap setiap inci rumah peninggalan Erisya. Menyerap semua memori dan memutarnya kembali dalam kepala. Kenangan demi kenangan muncul, bagai skenario indah yang Tuhan ciptakan untuk Arthur. "Jika memang belum siap, kenapa terburu-buru?" Daisy mengusap bahu Arthur sebagai bentuk menenangkan. "Menunggu terlalu lama akan semakin membuatku sulit melepaskan ini semua, Daisy." Arthur memilih untuk menjual rumah peninggalan Erisya, karena tidak ada yang akan menempati rumah itu. Ia sudah bertekad untuk pindah ke rumah sederhana yang dibangun untuk Daisy. "Apa kita pindah lagi saja di sini? Kita bisa menjual rumah baru kita, sayang," putus Daisy. "Tidak, kita harus bisa merelakan Mama dan semua kenangannya." Dua bulan kepergian Mama, baik Arthur dan Daisy, mereka sama-sama merasakan ruang kosong di hati masing-masing. Mereka kehilangan sosok yang paling berjasa dan dicintai. Terlalu larut dalam kes

  • DAISY   Bab 35

    "Mama!"Arthur berlari sekuat tenaga untuk bisa cepat sampai di ruang rawat inap Mama. Ia bahkan sampai menabrak beberapa perawat hingga peralatan medis yang mereka bawa terjatuh.Dia tidak peduli lagi, Arthur terus berlari.Tapi, ternyata sudah terlambat.Tubuh Mama sudah ditutup dengan kain putih, dengan Daisy yang menangis meraung-raung memeluk jasad Mama. Entah sejak kapan gadis itu ada di sini, Arthur bahkan lupa jika Daisy ada di sini. Ia terlalu kalut.Arthur berjalan perlahan untuk mendekat. Ia tak menyangka hal ini akan terjadi dalam hidupnya. "Mama." Hanya itu yang bisa ia keluarkan, berharap ketika Arthur memanggil Mamanya lagi, beliau akan menjawab dengan suara merdunya."Mama," panggil Arthur sekali lagi, membuka penutup kain di wajah Mama dengan tangan yang gemetar.Arthur dapat melihat wajah Mama yang begitu pucat dan bibir yang sudah membiru. Sakit sekali, sesak sekali. Lelaki itu tidak dapat menggambarkan bagaimana ha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status