Home / Romansa / DAISY / Bab 1

Share

Bab 1

Author: Min_Jikyu
last update Last Updated: 2021-06-15 14:33:14

Tanpa disadari, terkadang waktu berlalu dengan cepat. Seperti baru saja kemarin Daisy diantar Mama untuk mendaftar pertama kali di salah satu universitas pilihannya. Dan hari ini, ia justru sudah menunggu pengumuman nilai dan kelulusan.

Dengan hati berdebar, kaki Daisy melangkah mendekati papan pengumuman yang dipadati oleh mahasiswa dan mahasiswi kampusnya, mereka semua berkerumun untuk melihat hasil nilai kelulusan.

Dari beberapa raut wajah yang Daisy temui, ada beberapa mahasiswa yang memasang wajah penuh bahagia—seperti baru saja memenangkan sebuah lotre. Beberapa lagi ada yang menekuk wajahnya, dan bahkan menangis.

Jelas saja, Daisy berdebar bercampur takut. Was-was sekali dengan nilainya sendiri, karena jujur, semester terakhir ini ia tidak terlalu banyak belajar, ia sibuk mempelajari bisnis yang dikelola Papa.

Papa bilang, ia harus bisa sedikit bisnis, karena sebentar lagi Daisy akan menggantikan Papa memimpin perusahaan.

“Daisy! Aku lulus!”

Seseorang memeluk Daisy begitu erat, sampai rasanya leher Daisy seperti tercekik. “Eve, aku tidak bisa bernapas!” pekik Daisy.

Eve—sahabat Daisy, melepas pelukannya. Ia meminta maaf sambil tertawa kecil, saking senangnya Eve tidak menyadari pelukannya terlalu kuat. “Kau sudah melihat nilaimu?”

“Ini, aku sedang berusaha membelah kerumunan,” jawab Daisy. Sesekali bibir mungilnya mengucapkan permisi pada beberapa mahasiswa yang menghalangi jalan. Dan Eve mengekor di belakang, menemani Daisy sampai berhasil berdiri di depan papan pengumuman.

***

“Ma, Daisy lulus.”

Terdengar helaan napas lega dan pujian dari seberang telepon. Daisy tersenyum kecil, menatap kedua kakinya yang terendam air kolam renang. Pantulan cahaya dari rembulan malam menambah kesan tenang untuk seorang Daisy. Ia begitu senang menyampaikan kabar baik mengenai kelulusan studinya pada Mama yang sedang berada di luar kota.

“Putri cantik Mama sudah lulus kuliah, ya. Sekarang, kau mau hadiah apa dari Mama dan Papa, Sayang?”

Sekilas, Daisy menggerakkan kakinya hingga menimbulkan guncangan pada air yang tenang. “Seminggu lagi, Daisy wisuda. Mama dan Papa bisa pulang, kan?”

“Tentu saja Mama dan Papa akan pulang. Kita akan merayakan kelulusanmu dengan pesta kecil.”

“Pesta kecil?”

Di seberang sana, Mama mengangguk. Meski Daisy tidak dapat melihatnya. “Iya, sebuah pesta sederhana untuk putri Mama.”

“Mama tidak bohong, kan?”

“Untuk apa Mama bohong, Sayang. Mulai sekarang, kau harus mempersiapkan gaun terbaik untuk menyambut kami.”

Daisy tersenyum lebar. “Oke, Ma. Aku akan memakai gaun terbaik untuk menyambut kalian.”

“Gaun warna hitam, ya, Sayang.”

“Hitam?” Daisy mengernyit. Tidak mengerti dengan permintaan Mama, kenapa harus hitam?

“Iya hitam, Mama dan Papa sudah menyiapkan tema khusus untuk perayaan kelulusanmu. Tidak perlu khawatir, kau pasti akan terkejut dengan kejutan yang akan kami diberikan.”

Semula Daisy ragu. Tapi, pada akhirnya ia menyetujui permintaan Mama untuk mengenakan gaun warna hitam. Tidak peduli bagaimana tema yang disiapkan Mama, Daisy hanya ingin berkumpul dengan kedua orang tuanya yang selalu sibuk bekerja.

***

Seminggu kemudian...

Eve mengarahkan ponselnya pada wajah Daisy yang terlihat murung. “Lihat Austin, sahabatku sejak tadi tidak bersuara sama sekali. Lemas seperti belum sarapan saja.”

Daisy menatap layar ponsel Eve yang menampilkan wajah bangun tidur Austin—kekasih sahabatnya. Lelaki dengan balutan kaus oblong hitam itu menunjukkan deretan giginya yang rapi. “Selamat atas kelulusanmu Daisy, kau cantik sekali memakai topi wisuda itu.”

Senyum kecil Daisy muncul, meski terlihat jelas terlalu dipaksakan. Bagaimana tidak, kedua orang tuanya belum juga sampai. Padahal mereka sudah berjanji akan datang sebelum wisuda dilaksanakan, tapi sampai wisuda selesai, mereka belum juga datang.

“Terima kasih, Austin,” jawab Daisy sekenanya.

Ponsel kembali diarahkan Eve ke wajah gadis itu. Sementara Daisy hanya bisa menarik napas dalam, mendengar bagaimana Eve tengah bercerita mengenai wisudanya pada Austin. Sungguh beruntung sekali menjadi Eve, dikelilingi orang-orang yang selalu ada dan menyayanginya. Berbeda dengan Daisy. Kedua orang tuanya ingkar janji, dan kekasihnya pun masih sibuk mengurus bisnis di luar kota.

Beberapa menit kemudian, ponsel yang ia genggam bergetar. Daisy tersenyum senang ketika nama Mama tertera di layarnya. “Halo, Mama? Sudah sampai di depan gerbang, ya? Aku susul sekarang.”

“Dengan keluarga Xavier?”

Daisy terpaku di tempatnya berdiri, ini bukan suara Mama. “Siapa?”

“Kami dari pihak rumah sakit, ingin memberitahukan bahwa Nyonya Xavier dan Tuan Xavier mengalami kecelakaan beruntun di jalan tol.”

Daisy meremas kuat ponselnya, jantungnya berdegup begitu kencang—terlalu kencang sampai ia berpikir akan terlepas. “Jangan bercanda!” ucap Daisy dengan bibir bergetar.

“Daisy, ada apa?” tanya Eve.

Eve tidak mendengar jawaban, gadis itu justru dikejutkan dengan ponsel Daisy yang terlepas dari genggaman dan sahabatnya yang terduduk lemas dengan air mata yang mulai mengalir deras.

Terlihat jelas, panggilan masih tersambung dengan Mama Daisy. Eve memberanikan diri untuk bicara di telepon. Tapi dia juga berakhir lemas di samping Daisy, memeluk tubuh sahabatnya yang tidak bergerak, dengan air mata yang juga mulai meluruh. Eve merasakan kehancuran, seperti apa yang sedang dirasakan Daisy.

***

Sejak kecil, Daisy benci rumah sakit.

Di tempat ini, Daisy pernah melihat Kakek tercintanya meregang nyawa sebelum ditangani Dokter. Ia juga pernah melihat, bagaimana seorang anak kecil meninggal karena sesak napas.

Daisy tidak ingin pergi ke rumah sakit, menurutnya, di tempat ini terlalu kental dengan suasana kepedihan.

Tapi, malam ini ia terpaksa datang ke rumah sakit bersama Eve dan Layton—kekasihnya, untuk menemui Mama dan Papa yang sedang ditangani di IGD. Tubuh lemas Daisy ditopang oleh Layton, ketika mereka sampai di depan pintu IGD yang tertutup rapat.

“Jangan menangis, Daisy,” bisik Layton, mengusap lengan Daisy lembut. Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh sang kekasih.

“Ba—bagaimana jika terjadi sesuatu pada Mama dan Papaku?” Daisy meremas kaus Layton.

“Mereka akan baik-baik saja Daisy, percaya padaku.”

Eve meremas ujung gaunnya, ia begitu iba dengan keadaan sahabatnya saat ini. Bahkan air matanya sejak tadi tidak mau berhenti mengalir. Tanpa sepengetahuan sahabatnya, kemarin Mama Daisy menelepon Eve dan memintanya untuk menjaga gadis itu. Eve menangis karena teringat percakapannya dengan Mama Daisy kemarin malam.

Tak berapa lama, pintu IGD terbuka. Seorang Dokter bersama kedua suster keluar dari ruangan itu. Daisy berdiri dibantu oleh Layton, ia berjalan setengah berlari untuk menemui sang Dokter.

“Dok, bagaimana keadaan Mama dan Papa saya?”

Dokter itu menepuk bahu Daisy perlahan, “Kami sudah berusaha sebaik mungkin, namun Tuhan berkehendak lain. Nyonya Xavier meninggal terlebih dahulu, dan Tuan Xavier menyusulnya.”

Bagai dihantam godam besar, Daisy merasa oksigen di sekitarnya lenyap, tergantikan dengan sesak dan sakit yang teramat pada dadanya. Ia berharap ini hanya mimpi, tapi ketika Daisy menampar dirinya sendiri, ia merasakan sakit pada pipinya.

Daisy menyaksikannya sendiri, ketika dua orang perawat mendorong dua brankar dari ruang IGD. Di sana, tubuh kedua orang tuanya terbaring tak bernyawa, tertutup kain putih yang sebagian sisinya terdapat bercak darah dari luka-luka kedua orang tuanya.

Hancur sudah, kehidupan Daisy berantakan.

Ia tidak mengerti, kenapa tiba-tiba pandangannya begitu mengabur saat kedua tangannya mencoba menggapai brankar itu. Lalu ia tidak ingat lagi apa yang terjadi. Daisy kehilangan kesadarannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DAISY   Bab 40

    "Bagaimana jika honeymoon bersama?"Austin yang ada di sebelah Arthur sampai tersedak ketika sang istri mengatakan hal itu.Mereka berempat---Arthur, Daisy, Eve, dan Austin. Sedang makan malam bersama di sebuah restoran yang tidak jauh dari toko kue Daisy. Reunian dadakan, setelah hampir empat bulan tidak bertemu karena Eve menemani Austin ke luar negeri."Honeymoon lagi?" Austin agaknya keberatan. "Bulan kemarin kau sudah memintanya, sayang."Daisy yang mulai tahu akan ada perdebatan di antara pasangan itu, akhirnya bersuara. "Honeymoon, ke mana?""Ya, ke mana saja. Berempat.""Aku keberatan," sahut Arthur yang sejak tadi hanya diam, menyimak.Daisy sebenarnya ingin protes, tetapi ketika ia tahu mata Arthur mengarah ke mana, ia tidak jadi protes. "Aku tidak bisa untuk beberapa bulan ini.""Ya, tidak seru sekali." Eve menghela napas, kecewa."Tunggu sampai bayiku lahir dulu," ucap Daisy.Kehamilannya sudah memasuk

  • DAISY   Bab 39

    "Aku sudah memaafkan mereka," ungkap Daisy, mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polosnya bersama Arthur. Arthur yang hanya terpejam, mengangguk singkat. "Aku tahu kau sangat baik," bisiknya, mengecup puncak kepala Daisy begitu lama. "Mungkin, hukuman itu membuat Layton dan Seryl tidak bisa menikmati kebersamaan merawat anak mereka. Aku sering berpikir, apakah aku terlalu jahat menjebloskan lelaki itu ke penjara?" Arthur terkekeh. "Tidak ada yang jahat. Itu sudah menjadi tanggung jawab Layton. Berani berbuat berarti berani menanggung konsekuensi, sayang." Sejenak, Daisy menikmati usapan lembut Arthur di perut besarnya. Sebelum merespon ucapan Arthur. "Termasuk Seryl juga?" "Ya, Seryl dan mamanya juga pantas mendapatkan semuanya. Kau sudah lama tersiksa, sayang. Sekarang giliranmu bahagia, bukan?" Balas dendam bukan solusi terbaik untuk sebuah masalah. Meski Daisy sempat kesal dan membenci, bagaimana pun juga Seryl adalah keluarga.

  • DAISY   Bab 38

    Kring ... kring ....Bel yang menandakan pelanggan baru saja masuk ke dalam toko kue kembali terdengar. Daisy menunjukkan senyum manisnya dan berdiri dari tempatnya duduk."Selamat datang di toko DaisyMilk, ada yang bisa saya bantu?"Daisy memberikan buku menu yang berisi bermacam-macam roti yang ada di toko ini. Toko kue peninggalan Mama Erisya yang sedikit diubah Arthur menjadi toko minimalis.Setelah usia kandungan Daisy memasuki enam bulan. Ia diberi kesibukan untuk mengurus toko bernama DaisyMilk ini bersama empat karyawan lain yang bertugas di dapur."Baik, satu kue tart yang akan diambil besok, ya. Mohon dicek kembali pesanan anda."Daisy menyodorkan tulisan pesanan yang sudah ia tulis di note pada pelanggan.Sudah pukul dua lewat lima belas menit. Waktunya Daisy untuk pulang ke rumah, tetapi masih ada beberapa pesanan yang belum dicek ulang."Nona, lebih baik istirahat saja. Nanti biar saya yang menyelesaikan pesanan."

  • DAISY   Bab 37

    Dokter dan beberapa perawat mencoba untuk menenangkan Seryl yang histeris karena kontraksi. Sementara Daisy sudah tidak tahan lagi harus terus berdiri dengan tangan yang di genggam Seryl kuat-kuat. "Dokter, aku sudah tidak kuat," lirih Daisy, memegang perutnya sendiri yang sejak tadi kram. Arthur sedang keluar untuk menelepon polisi. Tidak ada keluarga lain yang bisa dihubungi dan satu-satunya orang yang dapat menemani Seryl melahirkan adalah Layton. "Nona, kau bisa duduk dulu di sini. Perutmu kram?" Daisy mengangguk. Seorang suster memberikan kursi pada Daisy dan membantu gadis itu untuk duduk. Jeritan Seryl sama sekali tidak bisa membuatnya tenang. Daisy diselimuti rasa khawatir juga mengenai persalinan ini. Tadi, ia sempat mendengar percakapan Arthur dengan dokter yang menangani Seryl. Ketuban yang pecah dini, membuat bayi di dalam rahim Seryl kekurangan oksigen. "Daisy," panggil Arthur. Bagaimana?" "Perizinan

  • DAISY   Bab 36

    2 bulan kemudian .... Arthur menatap setiap inci rumah peninggalan Erisya. Menyerap semua memori dan memutarnya kembali dalam kepala. Kenangan demi kenangan muncul, bagai skenario indah yang Tuhan ciptakan untuk Arthur. "Jika memang belum siap, kenapa terburu-buru?" Daisy mengusap bahu Arthur sebagai bentuk menenangkan. "Menunggu terlalu lama akan semakin membuatku sulit melepaskan ini semua, Daisy." Arthur memilih untuk menjual rumah peninggalan Erisya, karena tidak ada yang akan menempati rumah itu. Ia sudah bertekad untuk pindah ke rumah sederhana yang dibangun untuk Daisy. "Apa kita pindah lagi saja di sini? Kita bisa menjual rumah baru kita, sayang," putus Daisy. "Tidak, kita harus bisa merelakan Mama dan semua kenangannya." Dua bulan kepergian Mama, baik Arthur dan Daisy, mereka sama-sama merasakan ruang kosong di hati masing-masing. Mereka kehilangan sosok yang paling berjasa dan dicintai. Terlalu larut dalam kes

  • DAISY   Bab 35

    "Mama!"Arthur berlari sekuat tenaga untuk bisa cepat sampai di ruang rawat inap Mama. Ia bahkan sampai menabrak beberapa perawat hingga peralatan medis yang mereka bawa terjatuh.Dia tidak peduli lagi, Arthur terus berlari.Tapi, ternyata sudah terlambat.Tubuh Mama sudah ditutup dengan kain putih, dengan Daisy yang menangis meraung-raung memeluk jasad Mama. Entah sejak kapan gadis itu ada di sini, Arthur bahkan lupa jika Daisy ada di sini. Ia terlalu kalut.Arthur berjalan perlahan untuk mendekat. Ia tak menyangka hal ini akan terjadi dalam hidupnya. "Mama." Hanya itu yang bisa ia keluarkan, berharap ketika Arthur memanggil Mamanya lagi, beliau akan menjawab dengan suara merdunya."Mama," panggil Arthur sekali lagi, membuka penutup kain di wajah Mama dengan tangan yang gemetar.Arthur dapat melihat wajah Mama yang begitu pucat dan bibir yang sudah membiru. Sakit sekali, sesak sekali. Lelaki itu tidak dapat menggambarkan bagaimana ha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status