Share

Bab 6. Terlalu Jauh Melangkah

Tempat yang nyaman ternyata sama sekali tidak membuat Inka tidur dengan nyenyak. Ia sering terbangun dan memeriksa kembali keadaan di sekitarnya. Dalam pikirannya Candra akan datang dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Inka dalam mode waspada.

Rasa kantuk yang tak tertahan itu terpaksa dilawannya dengan serangan kafein. Ia baru saja menghabiskan satu gelas kopi dan akan menambah lagi. Saat di sana, bertemulah ia dengan Giselle.

“Hei, Inka. Selamat pagi!” sapa Giselle dengan riang. “Kenapa tidak membalas pesanku? Semalam aku sampai tidak bisa tidur karena memikirkan bantuan apa yang bisa kuberikan.”

“Ah itu ….” Jika sudah begini, ia tak tahu hars menjawab bagaimana. Bantuan yang diinginkannya telah dipenuhi orang lain. “Aku ingin pinjam uang tetapi tak jadi.”

“Astaga! Maafkan aku. Seharusnya aku segera membalas. Kamu pasti butuh sekali ya kemarin?”

“Tidak apa-apa. Aku mengerti kalau Anda sibuk.”

“Ah iya, ini memang masih pagi. Um … Pak Presdir memanggilmu.” Giselle menepuk bahu Inka. “Tenang saja, tidak akan ada hal buruk,” imbuhnya lagi.

Inka lalu ke ruangan Candra. Saat tiba di sana, pria itu tidak sendiri. Ada orang lain dengan pakaian yang sangat rapi juga berdiri di sana.

“Dia adalah pengacaraku—maksudnya untuk menjadi saksi juga tentang kesepakatan kita,” jelas Candra meski belum mendapatkan pertanyaan. “Duduklah.”

Inka seketika menjadi sadar jika semua ini sangatlah serius.

“Satu tahun saja,” ucap Candra lagi. “Aku akan menyewa orang lain untuk berpura-pura menjadi orang tuamu. Tenang saja, tidak akan ada yang tahu tentang ini.”

“Aturlah saja. Aku bahkan belum memikirkan tentang mereka.”

Ucapan yang menarik perhatian Candra.

“Bagaimana bisa kamu tidak memikirkan itu? Apa kamu ini lari dari rumah?”

“Hm. Ya. Tepat seperti dugaanmu.”

Candra tidak menyangka akan mendapatkan balasan seperti itu.

“Tulislah jika penambahan di sini. Ingat, ini adalah kontrak yang sangat rahasia. Setelah itu, kamu harus bersiap-siap. Sebentar sore akan ada perayaan ulang tahun keponakanku di rumah. Kamu harus datang. Aku akan memperkenalkanmu pada keluargaku. Dan juga tentang pernikahan kita.”

“Secepat itu?”

“Lebih cepat, lebih baik. Dengan begitu usai kontrak ini akan lebih cepat, ‘kan?”

“Baiklah.”

Gadis itu membacanya sekali lagi isi kontrak kemudian menanda-tanganinya. Pernikahan kontrak ini adalah dosa. Namun, ini lebih baik dibandingkan menyetujui pilihan Neneknya di sana. Pada akhirnya ia akan menikahi pria yang tidak dicintainya. Jadi, untuk apa menolak ajakan sang presdir.

“Tidak ada kontak fisik jika tidak diperlukan. Artinya kita hanya berpura-pura mesra ketika ada orang di sekitar saja,” terang Candra.

“Boleh aku tanya sesuatu padamu?”

“Apa itu?”

“Apa kamu gay?”

“Jangan sembarangan!” Candra membenarkan dasinya setelah merasa gerah dengan pertanyaan Inka. “Setelah ini banyak hal yang harus kamu persiapkan. Aku ingin tahu tentang keluargamu.”

“Keluargaku tinggal di Prancis. Ayah, tante, nenek, adik lalu sepupuku—haruskah aku menjelaskan semua?” Ia berhenti sejenak. Kemudian berpikir. Lalu berkata lagi, “Aku sudah memutuskannya. Aku akan memberitahukan keluargaku. Mungkin akan menyakitkan ketika mereka tahu tentang perceraian di tahun depan. Tidak apa-apa. Lagipula, Ayahku juga tidak akan datang.”

Mendengar ucapan Inka, Candra sedikit iba. Keluarga seperti apa yang dimiliki Inka?

“Akan kupastikan mereka semua datang. Tidak masalah dengan uang tiket.”

Inka ingin tertawa saat mendengar ucapan Candra. Ia bukanlah gadis yang sangat miskin. Mungkin benar jika di kota ini ia sangat miskin bahkan punya banyak hutang. Namun, keluarganya tidak kekurangan uang.

Pembicaraan itu berhenti di sana dan Inka diperbolehkan pulang. Tentu saja ada banyak hal yang perlu dipersiapkannya nanti. Ini tentang perubahan penampilan untuk ke pesta sore nanti.

Saat pulang, ia melihat satu kotak berwarna merah—lengkap dengan sebuah tulisan tangan di sana. Inka memeriksa isi dan terpana. Gaun yang sangat indah.

“Memangnya acara seperti apa di rumahnya sampai aku harus berpakaian seperti ini?’

Ting tong!

Gadis itu membuka pintu dan lebih terkejut lagi. Ada beberapa wanita di sana. Mereka datang dengan koper yang besar.

“Hari ini kami akan membuat Anda bersinar!”

Meski tidak mengerti apa yang mereka ucapkan, Inka mengikuti saja. Ini pasti tentang menjadi gadis yang sempurna di hari spesial. Dan tentu ini keinginan Candra.

***

Sebuah pesta meriah sama sekali tidak ada dalam bayangan Inka. Untuk acara ulang tahun anak kecil, acara ini terlalu mewah. Ia mulai berjalan perlahan—mencoba terlihat anggun.

Candra menangkap kedatangan Inka. Beberapa detik ia tidak bisa memalingkan pandangannya. Gadis itu sangat cantik. Ia tidak menyangka bila Inka bahkan lebih cantik dari semua gadis yang ada di acara ini.

“Inka, kemarilah,” katanya saat mendekat. “Tanganmu,” tambahnya lagi. Ia meminta Inka untuk menggandengnya. “Kita akan ke sana. Akan kukenalkan kamu pada banyak orang.”

Candra benar-benar melakukannya. Satu per satu ditemui Inka sampai ia mulai lelah.

“Ini Bella teman kuliahku di Sydney. Dan ini Roby kekasihnya.”

“Halo, senang berkenalan.”

“Ini Inka.” Candra lalu mengenalkan Inka pada Bella dan Roby.

“Aw, aku pikir kamu Giselle—ah, maafkan aku.”

Muncul banyak tanya dalam benak Inka. Namun, pada saat itu ia memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut. Giselle adalah nama anak perempuan yang dimiliki banyak orang. Tidak mungkin jika Giselle yang dimaksudkan adalah sekretaris Pak Candra.

Hanya sebentar saja setelah itu, lalu Inka dibawa untuk berkenalan dengan orang tua dan keluarga Candra. Jantung gadis itu berdetak sangat kencang. Bagaimana pun bertemu dengan orang yang lebih tua adalah hal yang menegangkan.

“Saya Inka, Om,” sapanya dengan ramah dan ditutup dengan senyuman paling manis.

“Jadi, apa yang kamu sukai dari anak saya?” Tanpa basa-basi, pria itu langsung memberikan pertanyaan.”

“Um … apa aku boleh mengatakan yang sejujurnya?” tanya Inka. Ia mulai memikirkan kalimat yang bagus. “Anak Anda sangat kurang ajar dan suka seenaknya.”

“Apa? Hei jangan berbicara sembarangan tentang keponakan saya!” Bi Desti yang mendengar itu langsung angkat bicara.

Suasana menjadi tegang. Inka tahu ini tidak akan berjalan dengan mudah. Meski hanya pernikahan kontrak, tetap saja ia harus bisa meyakinkan pihak keluarga Candra.

“Gadis ini hanya mengatakan hal yang sejujurnya. Itu bagus, hahaha!”

Inka sedikit lega setelah mendengar tanggapan dari ayah Candra. Wajah seram dan suaranya yang keras ternyata tidak seburuk yang dipikirkan. Setidaknya ia sudah cukup ‘mengenal’ keluarga Candra. Sepanjang perjalanan pulang, Inka tidak bisa berpikir tenang. Semua sudah terlanjur. Tidak ada celah jika ingin mengembalikan keadaan.

Satu bulan lagi acara pernikahan itu akan diadakan. Inka sama sekali tidak pernah berpikir akan menikah karena sebuah perjanjian. Bermimpi pun tentang pernikahan tidak pernah.

Ia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. Ditariknya napas yang sangat dalam sebelum akhirnya memulai percakapan.

“Bagaimana kabar Ayah?”

“Senang sekali Ayah mendengar suaramu, Nak. Ayah baik-baik saja. Bagaimana denganmu?”

“Ayah, aku punya sebuah kabar bagus untukmu—tidak, ini untuk keluarga kita.”

“Katakanlah, Nak. Apakah akhirnya kamu mau pulang dan kerja di kantor Ayah saja?”

“Bukan. Aku akan menikah.”

“Apa? Menikah?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status