Bandara di New York sore ini ramai sekali. Suara roda koper yang diseret, pengumuman dari maskapai dan langkah tergesa-gesa dari penumpang menjadi satu. Aku berjalan dibelakang Josh, masih sedikit lelah setelah penerbangan panjang dari Sydney. Aku hanya ingin cepat pulang dan beristirahat. Ngomong-ngomong setelah kejadian waktu itu, aku dan Josh sudah kembali mengobrol seperti biasa. Tentu saja Josh tidak merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan, hanya aku yang terlalu memikirkannya secara berlebihan. "Hati-hati, disini sangat ramai." Josh menarik tanganku yang lain saat tidak sengaja beberapa orang menabrak bahuku saat berjalan. mau tak mau aku jadi berjalan disebelahnya, "terimakasih pak." kataku sopan, dan dia hanya mengangguk singkat saat kami berjalan tiba-tiba langkahku melambat saat melihat seseorang sudah berdiri digerbang kedatangan. Seorang wanita dengan senyum lebar menatap kearah kami, penampilannya sangat sempurna, rambut pirangnya tergerai rapi, bibirnya b
Pagi itu, udara di Sydney terasa sangat berbeda dari new york. kami sudah berada disini selama dua hari dan ini adalah hari terakhir kami disini, karena itu aku memutuskan untuk pergi keluar berjalan-jalan. Awalnya aku ingin berjalan-jalan sendirian saja namun Josh memintaku untuk menemaninya bertemu dengan rekan bisnisnya. Sebagai karyawan yang baik aku tentu saja harus mengangguk mengikuti perintahnya, dan disinilah kami, dijalan yang ramai dari Sydney. Aroma kopi dan roti panggang dari cafe ditrotoar yang berjajar rapi tercium sangat jelas terbawa oleh angin. burung-burung kecil terbang rendah diantara beberapa orang hanya untuk mencuri sedikit roti dari tangan mereka. Aku berjalan disamping Josh, yang tampak tenang dengan kemeja putihnya yang digulung dibagian lengan dan celana chino krem. Kami sedang menuju sebuah cafe untuk bertemu dengan rekan bisnisnya. Katanya ini pertemuan singkat, jadi aku boleh duduk sambil menikmati minuman yang tentu saja ditraktir olehnya. Tapi
Hari ini setelah menyelesaikan semua pekerjaanku dan duduk berjam-jam hingga punggung dan bokongku keram, akhirnya aku bisa pulang. Kantorku sudah mulai sepi, lampu-lampu pun sudah banyak yang dimatikan, hanya tersisa beberapa karyawan yang lembur, hari ini aku tidak lembur. Aku meraih tas dan jaketku, dan berjalan perlahan kearah lift untuk turun kelantai satu. Sesampainya di lobi langkahku terhenti. Dibalik pintu kaca besar yang menghadap jalan utama, aku melihat sosok Josh yang berdiri tegap, membelakangi kantor, menatap langit malam yang mendung. Dia hanya berdiri diam disana seperti sedang menunggu seseorang. awalnya aku ragu tapi akhirnya ku beranikan diri untuk menghampirinya, "Malam pak." sapaku pelan Dia menoleh dan tersenyum kecil, "sudah selesai kerja?" tanyanya santai aku mengangguk, "iya, tapi bukankah.....hari sudah sangat malam, kenapa bapak belum pulang?" Josh tersenyum lebih lebar, "aku sedang menunggumu." aku terdiam beberapa detik. menungguku? "oh ti
Dipagi hari ini cuaca terasa dingin. Awan mendung terlihat dibalik jendela apartemenku, aku menghela napas pelan lalu berjalan untuk mengambil syalku lalu kulilitkan dileher. Setelah pesta semalam aku langsung pulang, aku bahkan tidak mendengar apa yang dipidatokan oleh Josh. Dia sempat menyebut namaku dan menyuruhku naik keatas panggung untuk berdiri disampingnya, banyak orang bertepuk tangan dan mengucapkan selamat padaku. Ku ucapkan beberapa kata terimakasih atas pujian yang kudapatkan. Aku tak tau pasti, seperti kejadian semalam terlalu cepat berlalu. Aku minum terlalu banyak semalam hingga kepalaku pusing pagi ini. Perutku terasa mual, membuatku harus kekamar mandi dua kali. aku bahkan belum sarapan, jadi kuputuskan untuk memakan roti panggang dengan isian keju dan telur goreng. Setelah mengetahui bahwa max telah mempunyai seorang istri aku merasa kesempatanku untuk mendekatinya telah pupus. Tetapi aku tidak bersalah, kan? Aku bahkan tidak tau bahwa dia telah beristri, lagipu
Aku tak tau apa yang terjadi selanjutnya. Yang aku tau adalah ketika aku terbangun, sudah banyak orang yang mengelilingiku. Aku terbaring dikursi panjang, mataku menangkap beberapa wajah yang menatapku dengan pandangan khawatir, terutama Maddie yang berlutut menatapku. "apa dia tidak apa-apa?" tanya seseorang yang aku yakin salah satu karyawan disini "mungkin, aku rasa dia hanya kelelahan.“ "malang sekali.” dan banyak lagi suara-suara yang cukup kukenali ketika pandanganku mulai jelas, aku bangkit dan duduk dikursi panjang itu, menatap Maddie meminta penjelasan. Namun Maddie hanya menggelengkan kepalanya, “aku tidak tau pasti, kau tiba-tiba saja pingsan dan ya, disinilah kau sekarang.” jelasnya Aku menatap sekeliling, rupanya banyak sekali yang khawatir padaku atau mereka hanya terlalu kepo dengan apa yang terjadi. "tidak apa. aku sudah membaik, terimakasih karena sudah khawatir padaku, aku benar-benar tidak apa-apa.” ucapku sambil menatap mereka satu persatu seolah m
Pagi itu aku berjalan lesu menuju kantor, aku yang biasanya akan tampil memukau kini hanya mengenakan kemeja putih polos dan rok hitam diatas lutut tanpa hiasan apapun. Langkahku sedikit berat, perasaan malu masih bersarang didadaku. bagaimana bisa aku salah mengirim file? itulah kenapa ibuku selalu bilang "jika lelah maka tidurlah, jangan memaksakan diri." setibanya aku dikantor, aku dapat melihat beberapa karyawan yang sudah mulai berdatangan. Kulihat resepsionis yang biasanya menyapaku ramah kini mulai sedikit tersenyum padaku walau masih belum menyapaku lagi. Aku menaiki lift untuk kelantai 5 tempat ku bekerja. Saat lift terbuka aku langsung masuk kedalam namun saat pintu lift hendak tertutup sebuah tangan menahannya, dia max. Aku langsung menghentikan tombol lift agar dia bisa masuk max menahan pintu lift lalu tersenyum padaku yang ku balas dengan senyuman juga tentunya. "terimakasih." ucapnya yang ku balas dengan anggukan kecil hari ini max terlihat lebih ceria, dia