"El, kamu makan ya. Nanti kasihan bayi kamu kalau nggak makan," bujuk Amaliya."Aku suapin ya," kata Amaliya yang langsung memasukkan makanan ke mulut Eliza. Tiba-tibaEliza batuk dan makanan yang ada di mulutnya sengaja disemburkan ke Amaliya."Mel, maafin aku ya. Aku nggak sengaja," ujar Eliza meminta maaf."Iya nggak apa-apa. Kamu minum dulu ya," ujar Amaliya memberikan gelas berisi air putih. "Aduh, Mel, maaf, aku nggak sengaja ...." ujar Eliza yang kembali menyemburkan air yang baru diminumnya."El, kamu harus makan yang banyak dan bergizi ya biar anak kamu sehat," seru Amaliya."Mihran, aku mau mandi. Kamu temani aku mandi ya," pinta Eliza memelas.Mihran pun salah tingkah. Rasanya sulit menolak permintaan Eliza. Tapi, Mihran sadar jika ini akan menyakiti hati Amaliya. Amaliya pun hanya terdiam ketika Mihran memapah Eliza masuk ke dalam kamar mandi.-----Alia kesepian. Ia menghubungi Oma Siska dan mengadukan semuanya. Alia ingin kembali tinggal di rumah Omanya.[Alia kesepian
Mihran dan Amaliya akhirnya keluar dari ruang dokter Ferry. Mihran marah karena menganggap jika Amaliya memfitnah Eliza yang sedang sekarat."Kamu tega memfitnah Eliza?!" gertak Mihran."Demi Allah, Mihran. Aku melihat sendiri kalau ini tuh tempat syuting," balas Amaliya membela dirinya."Oh, jadi kamu menganggap penyakitku ini bohongan? Semua hanya rekayasa? Enggak ada yang mau sekarat, Mel!" pekik Eliza."Kamu tenang saja, Mel. Setelah aku mati, kamu bisa memiliki Mihran seutuhnya," ucap Eliza dengan wajah sedih dan menahan kecewa.Eliza akhirnya pergi meninggalkan Amaliya dan Mihran. Penuh tanda tanya di benak Amaliya."El, Eliza ...." panggil Mihran."Aku semakin yakin jika Eliza mempunyai niat buruk sama aku ....""Eliza, tunggu!" cegah Mihran yang akhirnya berhasil membuat Mihran menghentikan langkahnya."Kamu jangan emosi dulu. Nanti berpengaruh sama anak kita," seru Mihran."Terus aku nggak boleh emosi ketika kamu, Amaliya dan semua orang menganggap aku merekayasa semua penya
Wajah panik nampak terlihat di wajah Mihran dan Amaliya. Begitupun dengan Della. Ibu Arumi dan Oma Siska ketika menunggu Eliza yang sedang di tangani di ruang UGD.Beberapa jam berlaluDokter yang menangani Eliza akhirnya keluar dari ruangan UGD. Mihran pun langsung menanyakan kondisi istri keduanya itu."Bagaimana keadaan Eliza, Dok?""Istri anda berhasil diselamatkan. Tapi, mohon maaf, bayinya tidak selamat ...." ucap sang dokter yang berlalu pergi."Anakku ....." Della seketika mengamuk. Dia merasa jika Mihran dan Amaliya harus bertanggungjawab atas meninggalnya anak Eliza."Puas kalian?""Darah dibayar dengan darah, nyawa dibayar dengan nyawa!" gertak Della yang langsung pergi meninggalkan area ruang UGD."Tante, semuanya sudah hancur. Aku kehilangan anak aku, Tante ...." lirih Eliza yang menangis kehilangan bayinya.Mihran dan Amaliya serta Oma Siska dan Ibu Arumi pun masuk ke kamar perawatan Eliza. Nampak Della sedang mencoba menenangkan keponakannya."El, aku juga sedih atas k
Alia merasakan kesedihan setiap kali mendengar jika kedua orang tuanya bertengkar. Melihat Bunda yang sangat disayanginya itu terus saja menangis."Ya Allah, tolong kembalikan kebahagiaan di keluarga Alia. Alia rindu Ayah dan Bunda seperti dulu. Saling sayang, mesra dan selalu sayang sama Alia ...."Doa-doa itu terus dipanjatkan Alia di setiap salatnya. Walau saat ini Alia tinggal terpisah dari kedua orang tuanya, Alia dapat merasakan jika Bundanya di rumah sedang tidak baik-baik saja.------"Aku harus telepon Ibu Siska. Dia harus memberitahu aku di mana anakku sebenarnya," gumam Della. Della pun malam itu juga menghubungi Oma Amaliya itu."Della, mau apa dia malam begini menghubungi aku? Apa jangan-jangan dia mau menanyakan soal keberadaan anaknya?" pikir Oma Siska. Oma pun memutuskan mengangkat panggilan mantan menantunya itu.[Hallo, mau apa kamu menghubungi saya?][Ibu Siska, saya mau ketemu kamu besok. Kamu harus memberitahu di mana anak saya. Awas aja kalau kamu bohong. Saya ak
Setelah pertengkarannya di cafe bersama Arumi, Taher akhirnya pulang ke rumah setelah semua pekerjaannya di kantor selesai."Oh, masih ingat jalan pulang?" sindir Arumi."Emangnya kalau aku nggak pulang ke rumah, mau ke mana?" celetuk Taher."Ya pulang ke tempat mantan istri siri kamu itu!" gertak Arumi."Cukup, Ma! Aku sudah muak dengan ini semua. Lama-lama aku nggak nyaman. Malas mau pulang ke rumah!" bentak Taher."Aku nggak akan seperti ini, kalau kamu tidak ketemu dengan perempuan itu lagi, Mas!" bentak balik Arumi. Taher pun terdiam. Dia tidak menyangka jika istrinya yang penurut dan pendiam itu justru bersuara lantang kini di hadapannya."Sekali lagi kamu pergi menemui perempuan itu, aku akan keluar dari rumah ini!" tegas Arumi. Ia pun berlari masuk ke kamarnya.Setelah Arumi pergi, Ibu Siska pun. mendatangi anak lelakinya itu. Oma sudah mendengar keributan menantu dan anaknya."Kamu ketemu perempuan itu lagi?" tanya Oma Siska. Taher hanya diam dan tertunduk. Oma pun tahu jawa
"Ayok, El," ajak Amaliya.Wajah Eliza terlihat panik. Namun, ia sedikit bernapas lega saat telepon Amaliya berdering.[Hallo, Oma. Ada apa?][Mel, kamu cepat ke sini. Mama kamu mau keluar dari rumah. Dia mau minta cerai sama Papa kamu. Kamu cepat ke sini ya.][Iya, Oma.]Setelah mematikan teleponnya, Amaliya pun menceritakan semuanya pada Mihran dan Eliza."Aku harus ke rumah Mama. Orang tua aku lagi ada masalah. Aku harus ke sana sekarang," terang Amaliya."El, apa nggak sebaiknya periksa dulu? Sudah tanggung loh ini," ujar Mihran."Enggak bisa, Mihran. Kamu temani Eliza aja. Aku bisa pergi sendiri kok," jawab Amaliya."Kalian pergi saja. Aku bisa kok sendiri," sahut Eliza. Mihran dan Amaliya akhirnya pergi meninggalkan rumah sakit.Beberapa menit berlaluMihran dan Amaliya berdebat di lobi rumah sakit. Amaliya yang sudah curiga dengan Eliza meminta agar suaminya itu menemani Eliza."Mihran, kamu sebaiknya temani Eliza aja. Aku bisa naik taksi kok," ujar Amaliya."Mel, aku ini suami.
Eliza dan Della akhirnya sampai di rumah. Keduanya pun bersyukur akhirnya bisa terbebas dari Mihran dan Amaliya saat di rumah sakit."Untung aja tante datang tepat waktu. Kalau datang terlambat sedikit aja, Mihran bisa mengantar aku ke dokter dan semuanya akan terbongkar," ujar Eliza yang sedikit bisa bernapas lega."Kamu tenang aja, Eliza. Tante akan selalu berusaha agar kehamilan pura-pura kamu ini bisa tetap aman sampai melahirkan nanti," sahut Della tersenyum."Tapi, mau sampai kapan aku terus seperti ini, Tante?" tanya Eliza."Saat kamu keguguran, usia kandungan kamu sudah mencapai 5 bulan. Artinya kita butuh waktu 4 bulan lagi sampai waktu kelahiran anak kamu itu," seru Della."Ingat, Eliza. Kamu itu nggak punya apa-apa sekarang. Hanya anak itu. Kamu memangnya mau kalah dari Amaliya?" ujar Della."Iya, tante benar. Aku sekarang nggak punya apa-apa. Yang ku kandung ini hanya bohongan. Sedangkan Amaliya, dia sedang mengandung anak Mihran. Aku nggak akan membiarkan Amaliya memang b
Mihran mengajak Amaliya berbicara berdua di teras depan. Ia membicarakan kondisi Eliza. Bagaimanapun, Amaliya dan Eliza pernah menjadi sahabat yang sangat dekat layaknya saudara. Mihran pun menunjukkan pada istri pertamanya itu hasil USG Eliza."Anak kamu laki-laki," ucap Mihran. Amaliya pun membuka amplop putih dan membacanya."Kondisi Eliza semakin parah. Kemungkinan aku akan calon anak kami juga Eliza," lirih Mihran."Tidak ada yang tidak mungkin, jika Allah sudah berkehendak, Mihran. Bisa aja kan Eliza sembuh dan anak kamu selamat," jawab Amaliya memberi suaminya itu semangat."Tapi jika Allah berkehendak lain, kita sebagai manusia harus berusaha ikhlas dan ridho," ujar Amaliya. Mihran pun menoleh ke arah Amaliya."Mel, kayaknya kamu nggak benar-benar ingin Eliza sembuh ya? Kamu nggak ingin anak aku lahir ke dunia? Itu kenapa kamu selalu memfitnah Eliza," kata Mihran membust Amaliya kecewa."Mihran, kamu tahu aku tidak mungkin berpikiran seperti itu," balas Amaliya."Kamu sepertin