Surya menghilang begitu saja di tengah bulan madu mereka, meninggalkan Senja hanya dengan satu pesan: "Sebulan ke depan aku akan melakukan perjalanan bisnis. Jangan menungguku. Pulanglah ke Indonesia." Tersesat di kota asing, Senja berjuang menghadapi sepi dan pertanyaan yang tak terjawab. Tapi pikirannya justru terpaut pada sosok misterius yang disebut D—pria tanpa wajah, tanpa nama, yang konon terlibat dalam skandal perselingkuhan. Satu bulan berlalu, dan saat Surya dijadwalkan pulang, Senja dihadapkan pada kenyataan yang lebih mengejutkan. Seorang wanita -panutannya sekaligus kunci dari teka-teki D- mengungkap sebuah kebenaran: Bahwa Surya bukan hanya seorang suami. Ia adalah suami dari dua istri.
Lihat lebih banyakSenja menghembuskan napas berulang kali, mengibaskan kedua telapak tangan dan berjalan mondar-mandir. Sesekali ia melirik cermin memanjang yang terpasang di dinding, tepat di atas deret wastafel yang tersambung dengan lemari kecil sebatas perut, tempat menyimpan peralatan mandi. Ia berhenti sejenak, kembali mengambil napas lalu menghembuskannya perlahan.
"Jangan gugup, Senja! Kau sudah sangat menggoda malam ini!" semangatnya pada diri sendiri. Ia membusungkan dadanya dan mengangkat dagu angkuh. Tali yang tersimpul pita di bagian dada, ia lepas. Lalu menyingkap belahan lingerie dengan melepas dua kancing teratas. Telapak kanannya bergerak masuk menyelinap, menangkup dada kirinya, meremasnya perlahan. Kedua matanya terpejam, bibir bawah ia gigit dan lenguhan lirih pun lolos. "Senja! Kenapa lama sekali?" Tetiba suara rendah itu membuyarkan kesenangannya. "I-iya sebentar, aku lagi nyemprotin parfum, Mas." Segera, Senja menarik tangannya, ia berdeham guna membersihkan sesuatu yang terasa mengganjal di tenggorokan. Padahal, itu hanya ilusi ciptaannya, buah dari kegugupan yang melanda. Senja menyisir rambutnya dengan jemari kemudian menepuk-nepuk lingerie merah transparan yang sengaja ia pesan dari Victoria's Secret untuk malam istimewanya. "Ayo, Senja! Kau harus membuat Mas Surya ketagihan dengan permainan ranjangmu!" Wanita cantik yang terlihat cukup menantang itu pun keluar dari kamar mandi setelah cukup lama membuat suaminya menunggu. Ia melangkah dengan gemulai, berusaha menciptakan kesan seksi. "Mas ..." panggilnya mendayu. Surya yang setengah berbaring dengan ponsel di tangan, menoleh. Seketika, tubuhnya meremang. Sontak ia terbangun lalu menon-aktifkan ponsel dan menyimpannya di laci nakas samping ranjang. "Bagaimana penampilanku, Mas?" rayu Senja. Belahan atas lingerie ia singkap semakin lebar. "Kenapa harus memakai baju sialan itu, Sayang? Telanjanglah seperti biasa!" Senyum yang Senja pasang perlahan luntur, ia mengernyit. Apa maksud perkataan Surya? Ini malam pertama mereka. Kapan dirinya pernah telanjang di hadapan Surya? "Se ...perti biasa ...nya?" "Oh!" Gugup Surya. Ia buru-buru meraih pergelangan tangan Senja dan membanting tubuh Senja lembut ke atas ranjang. Mengungkung tubuh mungil itu dengan tubuh tegapnya. "Iya. Seperti biasanya saat kau hadir dalam mimpi-mimpi panasku." "A-apa, Mas?" Kedua mata mereka bertemu, Surya menatap lekat Senja. Sorotnya begitu membara, ada gairah pekat menyala di kedua bola kelam itu. Senja menelan ludah kepayahan, jantungnya bertalu. Sekujur tubuhnya seolah tersengat bara panas, memberikan sensasi asing nan menyenangkan. Tunggu! Apa yang baru saja Surya katakan pada Senja? Surya sering memimpikannya? Mimpi-mimpi, bukan mimpi! Itu berarti jamak, banyak mimpi! Oh, Tuhan! Mimpi panas macam apa yang Surya maksudkan? Apakah mimpi tentang pergumulan ranjang mereka? Sudah memahami maksud dari Surya, Senja memalingkan wajah, menghindar dari tatapan mesum sang suami. Kedua pipinya merona. "Sudah paham, Sayang?" goda Surya. Ia mengecup gemas pipi Senja. Senja menjawab tanya itu dengan anggukan kepala. Kedua matanya sontak terpejam kala bibir Surya tak berakhir di pipinya saja. Kecupan-kecupan itu menjalar ke arah tengkuk. Senja merasakan jemari kokoh Surya menyingkap lingerie yang menutupi bahu. Kemudian, sensasi basah daging tak bertulang merayapi bahunya. Selanjutnya, yang terjadi adalah ritual wajib bagi setiap pasangan yang baru mengikat janji pernikahan. Malam pertama. Senja sedikit kaku, karena memang baginya ini yang pertama kali. Seperti petuah para senior dalam mahligai rumah tangga, akan terasa sakit di awal tapi tanpa disadari rasa sakit itu menjadi sebuah candu yang memabukan. Surya melakukannya dengan lembut dan sabar, tapi sesekali mempercepat permainan. Ia seperti seorang profesional, mampu membuat ketegangan yang dialami Senja menjadi santai. Pun paham titik-titik sensitif tubuh seorang wanita. Sepanjang permainan, Senja merasa terpuaskan. "Maafkan aku ya, Mas? Kalo permainanku tadi kaku." Mereka tidak langsung tidur setelah ritual malam pertama, Surya mengajaknya berbaring sebentar sembari melakukan pillow talk. Ia mendekap tubuh mungil Senja ke dalam pelukan, menarik selimut sampai sebatas dada. "Ini merupakan yang pertama bagimu, Sayang. Itu hal yang wajar." Surya mengelus punggung telanjang Senja. Perlakuan Surya membuat Senja mengeratkan pelukan. Ia mendekap pinggang Surya erat sembari menelusupkan kepalanya di dada bidang pria itu. "Memang Mas Surya pernah ngelakuin itu sebelum ini?" Niat hati Senja hanya bercanda, namun siapa sangka jawaban Surya membuat hatinya murung. "Aku akan jujur padamu, Sayang. Kami melakukannya pertama kali semasa kuliah." "Kami?" Senja mendongak, ia memandang wajah Surya yang sedang memandangi langit-langit kamar. Sepertinya sedang merenung, wajahnya terlihat sendu. Sebersit sakit pun hinggap. Apakah suaminya ini mempunyai cinta untuk wanita lain yang tak terbalaskan? Atau kisah asmara yang membekas? "Mantan pacar Mas, dulu." "Cantik? Baik?" Surya terkekeh, ia mengecupi pucuk kepala Senja. "Tidak baik ngomongin mantan di malam pertama kita, Senja." "Tapi, aku cemburu, Mas." Senja menatap Surya berkaca-kaca. Perkataannya adalah jujur. Membayangkan ada wanita lain yang pernah menjamah tubuh sang suami meski pun itu di masa lampau, sungguh membuat hatinya perih. "Itu berarti kau mencintaiku," kelakar Surya. Ia berusaha mencairkan suasana yang mendadak menjadi sendu. "Aku hanya tidak ingin ada rahasia di antara kita, Senja." Jempol Surya mengusap setitik airmata yang bersiap jatuh lalu jemarinya menangkup wajah Senja dan membawanya mendekat. Ia memberikan sebuah ciuman penenang. Berharap, dengan ciuman itu segala gundah dan kecemburuan yang memayungi hati Senja sirna. Sekaligus memberi Senja sebuah harapan tentang mahligai rumah tangga mereka. "Aku berjanji, seorang anak akan menyatukan ikatan ini dan ia akan mendapatkan segala perhatian dariku," yakin Surya kepada Senja. "Anak kita, Mas," bisik Senja. Napasnya masih tersengal karena ciuman intens yang Surya lancarkan barusan. "Iya. Anak kita kelak, Sayang." Senja tersenyum, mengangguk-anggukan kepala. Ia merasa lega, sekarang. Surya benar, kejujuran adalah komunikasi awal untuk memulai perjalanan mereka. Ia akan menerima kelemahan Surya di masa lalu, seperti ia yang telah mencintai pria itu semenjak SMA. Kedua mata Senja berkedip-kedip, kantuk mulai menyerang. Biarlah, mereka akan bebersih diri esok pagi. Sekarang yang mereka butuhkan adalah tidur berpelukan. "Selamat malam, Mas," lirih Senja berucap karena di detik berikutnya dengkuran halus lolos dari bibirnya. Surya hanya diam, tidak menanggapi. Tangan kirinya masih setia mengelus punggung Senja dari balik selimut. Tatapannya juga masih sesendu ketika ia mengaku tentang saat pertama ia bercinta. "Maafkan aku, Senja. Aku terpaksa melakukan ini." Ia mengamati Senja untuk beberapa waktu. Seolah memastikan jika istrinya itu sudah benar-benar terbuai ke alam mimpi. Kemudian, dengan perlahan, ia mendorong tubuh Senja sedikit menjauh. Surya mengambil bantal lalu menjadikan bantal itu sebagai pengganti dirinya. Senja tidak merasa terganggu, justru pelukannya kian erat. Surya menjejakan kaki ke lantai, tangannya meraih laci tempat ia menyimpan ponselnya tadi. Pria itu menoleh sekali lagi ke arah Senja. Setelah ia benar-benar yakin, Surya pun berjalan keluar, ke arah balkon kamar. Ia mendial sebuah nomor yang tercantum dengan nama 'Malam' di kontak panggilan. Sedikit kesusahan melangkah karena ia harus memakai celana terlebih dahulu. Tidak mungkin, kan ia telanjang di balkon kamar nanti? Klik! "Syukurlah kau belum tidur. Aku merindukanmu, baby."[Aku mungkin tidak akan pulang malam ini]Pesan dari Mia muncul di layar. Senja mengerjab, ia segera mengetik balasan:[Jadi, itu bukan pertemuan bisnis? Kau bermalam dengan seorang pria?]Tulisan "Mia sedang mengetik..." berdenyut di layar. Senja menatapnya tanpa berkedip, jari-jarinya dingin, rasa tidak sabar menggerogoti dadanya.Terbersit keraguan di hati Senja. Apakah Surya dan Mia sungguh-sungguh sudah berakhir? Rasanya aneh ketika Surya justru meminta mantan kekasihnya untuk menjaganya, seolah tak ada orang lain yang bisa ia percayai. Terlebih, Surya tak pernah jujur bercerita tentang Mia padanya, seakan ada sesuatu yang disembunyikan.Tiba-tiba, ingatan malam pertama itu menyelinap. Pengakuan Surya mengenai seorang gadis yang diajaknya bercinta untuk pertama kali. Senja menahan napas. Jangan-jangan… gadis itu adalah Mia?[Hahaha… Kau benar-benar ingin tahu, Senja? Baiklah, akan kujawab. Ya, aku seorang petualang cinta. Aku bebas, dan aku menikmatinya. Kami bertemu di sebuah pe
"Senja…?"Tubuh Senja membeku. Napasnya tersendat saat menoleh ke belakang, ke arah suara itu. Arya berdiri di sana, senyum hangatnya mengembang -senyum yang mengingatkannya pada hari itu di hotel Esmeralda, saat tubuh mereka nyaris menyatu, hampir menembus batas yang tak seharusnya."Ma… Mas Arya…?" Suaranya gugup, hampir tak terdengar."Kau sudah di sini? Di Bogor?"Senja tidak menjawab. Pipinya memerah saat matanya menatap Arya, wajahnya terasa begitu tampan dari jarak dekat. Degup jantungnya meningkat. Bayangan ciuman mereka di hotel Esmeralda kembali melintas, setiap sentuhan Arya masih terasa di kulitnya.Senja menelan ludah, bibir bawahnya tergigit, dan pandangannya tak sengaja menelusuri lekuk tubuh kekar Arya yang terbalut kaos ketat. Ada getar yang menegangkan di perutnya, hangat dan sulit diabaikan."Jadi, kau sudah menemukan si Surya?"Suara lain memecah lamunan Senja. Perlahan, pandangannya bergeser dari lengan berotot Arya ke sosok wanita yang berdiri di sampingnya."Mba
[Aku sudah mendarat di Indonesia sejak dua hari yang lalu, temui aku di hotel yang biasa, aku sangat menginginkanmu. Jangan khawatir, ini bukan bagian dari imbalan]Mia mengerjab membaca pesan chat dari Surya yang masuk. Senyumnya mengembang membentuk sebuah seringai. Kebetulan sekali ia sedang membutuhkan kehangatan. Alih-alih Surya menghubungi istrinya setibanya ia di Jakarta, pria itu justru memilih bersembunyi selama dua hari lalu menghubunginya untuk sebuah ranjang panas. Padahal ia sudah bersiap dengan pakaian kasualnya untuk berkeliling Bogor di pagi mendung dengan mengendarai Vespa bersama Senja. Haruskah ia membatalkannya?[Aku ke sana agak siangan, kami akan berburu kuliner terlebih dahulu. Kau gila S! Pagi-pagi sudah minta begituan! Di mana Mawar? Kenapa tidak minta pada istri pertamamu?]Mia mengirimkan balasan. Ia dan Surya berbagi satu nomor rahasia yang tidak diketahui oleh siapa pun, baik Senja atau Mawar. Ini ide Surya semenjak malam pesta mereka di Roma.[Kami sempa
"Aku akan menetap di Bogor untuk sementara..."Senja menoleh, ia melihat Mia menatap langit senja dengan mata berkaca-kaca. Wanita cantik itu menyusulnya ke lantai dua usai sarapan, meminta maaf kepadanya karena telah membuatnya tersinggung."Itu hakmu untuk tidak percaya pada apa yang kuutarakan," ucap Mia, suaranya pelan namun sarat makna. "Hanya satu pesanku: jangan terlalu menggantungkan hidup pada Surya. Sayangi dirimu sendiri. Kadang, melepaskan di saat kau begitu mendamba justru satu-satunya cara untuk membebaskanmu.""Aku akan membuktikannya sendiri, Mia. Aku yakin Mas Surya mencintaiku. Dan si Mawar itu... pasti hanya masa lalunya, seperti dirimu."Keduanya duduk bersisian di balkon lantai dua, menikmati senja yang kian memerah. Meski seharian telah berbagi pikiran, Senja tahu Mia tidak sepenuhnya terbuka. Ada kabut misteri yang masih menyelimuti wanita itu, seolah ia menyembunyikan sesuatu yang berat."Baiklah! Tapi saranku, lihat situasi. Jika Surya pulang seorang diri, jan
Pengakuan Mia dua hari lalu terus menghantui Senja. Istri kedua Surya? Mustahil! Terlebih, Mia mengaku bahwa Surya hanya mengincar rahimnya, ia butuh seorang penerus untuk menjaga keberlangsungan garis keturunan keluarga.Senja memeluk bantal, wajahnya murung sementara pikirannya dipenuhi prasangka. Satu per satu tanda yang dulu tak ia sadari kini muncul, seakan membenarkan pengakuan Mia.Dimulai dari riwayat keluarga Waringin. Skandal penyimpangan orientasi seksual anak sulung pasangan Waringin sempat menghebohkan media. Sang kepala keluarga murka dan mencoret Langit Biru Waringin dari daftar ahli waris. Anak kedua mereka, Rembulan, meninggal karena kanker sebelum sempat memiliki keturunan. Sementara itu, adik bungsu Surya, Fajar, tewas di tempat dalam sebuah kecelakaan. Dengan begitu, beban ahli waris dan penerus garis keturunan sepenuhnya berada di pundak Surya.Kemudian, Surya yang berubah secara mendadak. Bertahun-tahun Senja mengejarnya, hanya untuk berakhir dengan penghinaan. N
Pintu galeri terbuka perlahan, memperlihatkan ruangan luas yang temaram namun bernuansa hangat. Aroma cat minyak dan kayu tua menyeruak pelan, menyambut langkah-langkah kecil Senja. Mia tidak berkata apa-apa, ia hanya berdiri di ambang pintu, membiarkan Senja menjelajah dalam diam.Dinding-dinding ruangan dipenuhi karya seni. Beberapa lukisan terbuka lebar. Sebuah lukisan ruang makan dengan chandelier kristal menggantung rendah atau sebuah tangga spiral yang meliuk anggun, dan taman mawar merah yang tertata sempurna, dengan air mancur kecil di tengah bundaran jalan depan rumah. Setiap goresan tampak begitu akurat, seolah sang pelukis menaruh ingatannya sendiri ke dalam kanvas.Namun, yang paling mencuri perhatian Senja justru bukan lukisan-lukisan yang dipamerkan, melainkan yang disembunyikan. Beberapa pigura besar berdiri kokoh di sisi ruangan, masing-masing terselubung kain putih, tebal dan berat, seolah menyembunyikan rahasia yang tak boleh dilihat.Senja melangkah pelan mendekatin
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen