"Berhati-hatilah pada setiap wanita di luar, sekalipun itu sahabatmu sendiri."
Amaliya sudah tertidur. Eliza terbangun karena ia haus. Eliza pun memutuskan keluar kamar sendiri tanpa membangunkan Amaliya yang terlihat lelah dan sudah pulas tertidur.Saat mengambil minuman, Eliza melewati ruang kerja Mihran. Terlihat, Mihran masih bekerja, walau sudah pukul 23.00."Bertahun-tahun aku bersembunyi darimu. Selama ini aku hanya melihat wajahmu yang tersimpan dalam kenanganku. Sekarang, kamu ada didekatku. Dan aku masih merasakan getaran yang sama saat memandangmu.""Aku harus pergi, sebelum Mihran melihatku," batin Eliza."Hei, El, ngapain kamu disitu? Ayo sini, masuklah, kita ngobrol di sini," tegur Mihran."Kamu kenapa belum tidur? Masih kepikiran soal tadi?" tanya Mihran sambil menyuruh Eliza duduk di dalam ruang kerjanya.Eliza hanya mengangguk."Kamu sendiri kenapa belum tidur?" tanya balik Eliza pada Mihran.Mihran pun tertawa."Kamu tahu nggak, selama 8 tahun menikah, baru kali ini aku tidur terpisah dari Amaliya dan hanya kamu yang bisa melakukannya," ujar Mihran tertawa.Eliza pun tersenyum."Jujur aku kagum dengan kemesraan kalian. Lebih tepatnya aku iri.Mihran, menurut kamu, apa aku berhak bahagia?" tanya Eliza dengan tatapan penuh tanya pada Mihran.Mihran menarik nafas panjang."El, semua orang berhak bahagia. Termasuk kamu. Aku yakin, suatu saat nanti kamu akan menemukan jalan bertemu dengan pria yang tepat. Pria yang Allah pilihkan untuk menjadi jodoh kamu," jawab Mihran sambil sesekali ia mencari lembar berkas kerjanya.Eliza say's"Selama ini aku selalu berdoa sama Allah, jika dia bukan jodohku maka jauhkanlah tetapi jika dia jodohku maka dekatkanlah. Hari ini jelas Allah menjauhkanku dari Dygta, karena dia bukan jodohku. Tetapi, apa alasan Allah terus mendekatkanmu padaku, Mihran, padahal sudah pasti, kamu bukanlah jodohku. Apa sebenarnya rencana Allah terhadapku?"Netra Eliza terus melihat ke arah Mihran yang sibuk dengan berkas-berkasnya walau ia sedang berbicara dengan hatinya sendiri."Kamu lagi ngerjain apa sih, Mihran?Kok sampai larut malam begini," tanya Eliza yang melihat kesibukan lelaki yang sangat dipujanya itu."Oh ini, aku lagi ikutan peaching salah satu brand ngetop. Dan ini memang jadi kesempatan besar banget buat perusahaan aku," terang Mihran.Eliza mengangguk mendengarkan penjelasan Mihran.Amaliya pun terbangun, mencari keberadaan Eliza yang sudah tidak ada dikamarnya lagi."Ke mana Eliza?" batin Amaliya."Karena aku yakin, kalau aku mendapatkan kesempatan ini maka ke depannya akan banyak brand-brand besar yang masuk ke digital agency aku. Ya maklumlah, selama ini yang kutangani banyak brand-brand kecil, makanya Papanya Amaliya suka meremehkanku, katanya perusahaanku nggak maju-maju," sambung Mihran.Eliza tersenyum, "Andai saja aku bisa bantu kamu.""Serius kamu mau bantuin aku?" tanya Mihran yang kini menatap ke arah Eliza.Mihran pun duduk disamping Eliza"Gimana kalau kamu aku ajuin jadi calon brand ambasadornya? Soalnya aku bingung nih, semua kandidat yang aku ajuin ditolak sama mereka. Aku bingung nih, mau cari kandidat lain. Gimana?" ujar Mihran setengah memohon.Eliza seketika berubah wajahnya"Ayo dong, katanya kamu mau bantuin aku? Kamu ini kan sekarang model terkenal, status kamu model internasional," imbuh Mihran.Seketika Eliza menyesal dengan perkataannya untuk membantu Mihran."Aku yakin, klienku setuju kalau kamu jadi brand ambasador mereka," ujar Mihran."Duh, gimana nih? Pakai acara nawarin bantuan segala tadi. Kalau nanti aku kepilih kan bakal terus bersama Mihran," batin Eliza."Eliza, please, tadi kamu bilang mau bantuin aku?" pinta Mihran sekali lagi."Kasihan Mihran, mungkin ini yang terakhir kalinya untuk membantu Mihran, sebelum aku menyingkir selamanya dari kehidupan Mihran," batin Eliza."Gimana?" tanya Mihran.Eliza pun mengangguk dan tersenyum"Serius mau bantuin aku?" tanya Mihran sekali lagi.Eliza tersenyum, "Iya.""Makasih ya," ujar Mihran memegang tangan Eliza sebagai ucapan terimakasih."Kamu itu memang sahabat terbaik aku," ujar Mihran.Eliza pun tersenyum.****"Kamu di sini sexy," ujar Mihran.Amaliya berjalan perlahan, mencari arah suara Mihran, suami yang sangat dicintainya.Mihran dan Eliza sedang memilih beberapa foto untuk diberikan pada Klien Mihran nantinya."Ini sexy." Mihran dan Eliza tertawa bersama."Coba yang satu lagi," kata Eliza."Nah, kalau yang ini agak mendingan," ujar Mihran.Amaliya pun menarik nafas panjang saat melihat Mihran sedang berbicara dengan Eliza di ruang kerjanya."Hei, Sayang," tegur Mihran saat melihat Amaliya masuk."El, kamu di sini?" tanya Amaliya.Amaliya pun memeluk mesra suaminya, duduk di kursi tempat Mihram duduk."Tadi aku kehausan terus lihat Mihran masih kerja," jelas Eliza."Tadi kami ngobrol, ElIza mau bantuin aku untuk dapatin project yang lagi aku tanganin. Jadi gini, aku ajuin Eliza jadi brand ambasador mereka. Tadi kita lagi cari foto. Foto Eliza tuh sexy-sexy, sedangkan, klien aku butuhkan yang elegan. Karena segmennya family. Kamu bantuin aku dong cari foto-foto Eliza buat presentasi aku," terang Mihran."Pantesan tadi aku dengar foto sexy, foto sexy, ternyata Eliza? Pikiran aku dah ke mana aja. Nggak tahunya Eliza. Uh, awas aja kalau perempuan lain," kata Amaliya menggerumus wajah Mihran manja."Oh, istri aku ini masih bisa cemburu ceritanya nih?" ejek Mihran."Iya dong. Kalau aku nggak cemburu tandanya nggak sayang sama kamu!" kata Amaliya bergelayut manja dengan Mihran di depan Eliza.Eliza pun dibuat kik kuk tetapi berusaha tersenyum menutupi kepahitan hatinya."El, makasih ya udah mau bantuin Mihran. Ini berarti banget buat dia," ujar Amaliya.Eliza pun mengangguk dan tersenyum pada kedua sahabatnya itu."Dan aku yakin pasti ada sesuatu kenapa kamu kembali ke sini. Terutama kembali pada kami," ujar Mihran."Iya, pasti takdir yang membawa kamu kembali ke sini," kata Amaliya tersenyum.Eliza berusaha tersenyumApakah ada takdir baik dengan kembalinya seorang sahabat?bersambung ...."Luka yang paling menyakitkan adalah saat mencintai dalam diam."Oma Siska datang ke rumah Amaliya dan Mihran. Bel pun dipencetAlia membuka pintu dan menyambut oma buyutnya itu dengan ceria. "Wah, Oma pasti mau baikan sama Alia kan? Sampai pagi begini udah datang? ujar Alia.Oma Siska langsung masuk tanpa menghiraukan perkataan cicitnya itu."Oma .... ""Oma datang ke sini bukan mau baikan sama kamu. Ayah sama Bunda kamu ke mana? Tante Eliza?" tanya Oma Siska memperhatikan sekeliling rumah Amaliya yang tampak sepi. "Ayah udah berangkat ke kantor. Tante Eliza juga udah pergi, nggak tahu ke mana. Kalau Bunda .... "Belum tuntas Alia menjawab, Amaliya datang mengambil segelas air dan terburu-buru untuk berangkat ke butiknya. "Amaliya, Eliza bisa nginap di rumah kamu ini gimana ceritanya?" tanya Oma Siska dengan wajah sedikit kesal. "Duh, Oma nanti aja ya ceritanya. Aku lagi buru-buru ditunggu sama klien. Lain kali aja ya. Dah, Sayang, Assalamualaikum," jawab Amaliya sambil mencium
"Tidak dikatakan beriman, sebelum Allah mengujinya.""Gimana hasil meetingnya?" tanya Amaliya, saat keluar kantor menggandeng mesra Mihran. "Tebak dong?" jawab Mihran tersenyum. "Kalau dari muka kamu sih, aku yakin meetingnya berhasil," kata Amaliya tertawa.Mihran pun tertawa"Pokoknya clientku langsung setuju waktu aku ngajuin Eliza jadi brand ambasador produknya," terang Mihran pada sang istri. "Kalau gitu, kamu harus terimakasih sama Eliza," ujar Amaliya tersenyum. Mihran dan Amaliya pun berpelukan."Elizanya di mana?" ujar Mihran."Coba kamu telepon, Sayang, tadi sih dia bilang mau ke rumah Papanya," ujar Amaliya. Mihran pun mengeluarkan benda pipih itu dari saku celananya. Sekali dua kali, tidak ada jawaban. Mihran pun mulai bertanya, Amaliya pun jadi khawatir. Amaliya pun mengeluarkan gawai dari tasnya untuk menghubungi Papa Eliza. [Hallo, Om, ini Amaliya. Eliza ada di sana?][Iya, tapi dia lagi ketemu sama Dygta]Amaliya pun menatap nanar ke arah Mihran. Mihran bingung,
Eliza membuat podcast"Terkadang kita sudah membuat rencana begitu rapi. Tetapi takdir menghancurkan segalanya. Seperti ombak memporak-porandakan istana pasir. Dan dia adalah ombak, karena aku selalu ada didekatnya. Istana pasirku akan hancur. Aku tidak punya pilihan lain lagi, selain menjauh darinya. Begitu selesai aku membantunya, aku akan kembali ke Amerika. Di mana ombaknya tidak dapat mencapaiku. Dan tidak dapat menghancurkan istana mimpiku.""Eliza!"Panggilan Mihran, membuat Eliza yang sedang asyik membuat podcast digawainya pun dibuat kaget. Mihran pun mendekati posisi Eliza yang kini sedang menikmati debur ombak pantai. "Kamu lagi apa?" tanya Mihran. "Nggak apa-apa. Gimana, setnya udah siap?" tanya Eliza mengalihkan pembicaraan. "Udah, Yuk!" ajak Mihran, menarik tangan Eliza menuju lokasi tempat mereka akan syuting. Rumah Mihran dan AmaliyaOma pun datang, berjalan perlahan, memperhatikan sekitar dalam rumah sang cucu yang nampak tak berpenghuni itu. "Liya, Liya .... "
"Takdir dapat merubah doa. Namun, saat mencintai pria beristri, apakah itu takdir Allah?"Sebelum melanjutkan, jangan lupa follow, subscribe and rate ya! Terimakasih atas dukungannya. Yang belum, jangan lupa subscribe biar author semangat update ya dan kalian nggak ketinggalan ceritanya ❤****"Kamu ini apa-apaan sih? Aku ini sudah punya istri, sahabat kamu sendiri! Nggak mungkin aku mengkhianati istriku!" Mihran pun beranjak pergi, meninggalkan Eliza begitu saja. Eliza yang merasa bersalah, akhirnya mengejar Mihran. Eliza setengah berlari dan berteriak memanggil Mihran hingga akhirnya Mihran menghentikan langkahnya. "Mihran, tunggu! Maaf, aku mencium kamu untuk membuktikan sesuatu," ujar Eliza yang kini berhadapan dengan Mihran. "Apa yang mau kamu buktikan?" tanya Mihran tegas, dengan wajajmh sedikit kesal. "Selama ini, aku pikir, aku mencintai kamu. Tetapi, setelah mencium kamu tadi, aku nggak merasakan getaran apapun. Itu tandanya aku nggak pernah mencintai kamu. Dan sekarang,
Rumah Amaliya"Alia, cepat siap-siap! Katanya mau ikut Bunda ke butik," teriak Amaliya yang sudah siap berangkat ke butik. Bel berbunyi"Siapa sih yang datang pagi begini, kayaknya nggak ngundang siapa-siapa," lirih Amaliya. Amaliya pun bergegas menuju pintuSaat Amaliya membuka pintu, ia pun kaget karena pagi itu ia kedatangan seseorang yang tidak diharapkannya. "Kamu .... "Amaliya terperanjat "Ngapain kamu datang ke sini? Kamu tahu dari mana alamat saya, Eh!" cecar Amaliya saat melihat ternyata Dygta, mantan tunangan Eliza yang kasar. Dygta yang datang mencari keberadaan Eliza pun yakin jika wanita yang telah meninggalkannya dihari pernikahan, ada di rumah Mihran, lelaki yang sangat dicintai Eliza. "Eliza, Eliza! Kamu di mana, Sayang?" teriak Dygta, berkeliling rumah Amaliya, mencari keberadaan Eliza. Teriakan Amaliya yang memintanya keluar pun tak digubrisnya. Dygta tidak perduli. Ia hanya ingin segera bertemu Eliza. "Eh, kamu jangan masuk sembarangan ya, saya nggak suka!"
Lokasi pemotretan Eliza"Aku harus melewati syuting terakhir ini. Aku harus bersikap professional agar Mihran tidak melihat kalau aku masih mencintainya. Aku harus terlihat biasa saja," batin Eliza. "Udah nih, Mbak. Semangat ya syutingnya," ujar Wita, asisten Eliza. "Eh, Mbak Wita itu make-up saya tolong dibawain ya jangan lupa," ujar Eliza berjalan sambil menengok ke arah asistennya. Tanpa sadar, ia bertabrakan dengan Mihran.Sesaat mereka beradu pandang "Aku harap kejadian kemarin tidak merubah persahabatan kita dan juga mood kamu bekerja hari ini," kata Mihran.Eliza berusaha tersenyum, "Kamu tenang aja. Aku bisa bekerja professional kok."Eliza berjalan terus meninggalkan Mihran yang masih menatapnya dari belakang. Eliza terus melangkah, meski ia tak bisa lagi menahan bulir bening itu jatuh. ****Rumah Amaliya"Bismillah. Semoga kali ini Oma uyut mau jawab telepon Alia. Tolong Alia, Alia takut," ujar Alia terisak. Rumah Oma SiskaOma Siska pun mulai merasakan kejanggalan meng
Pantai AnyerEliza says:"Kenapa hidupku jadi terombang-ambing seperti ini? Ke mana sebenarnya takdir membawaku. Kenapa betapa sulitnya aku berpisah dengan Mihran? Ya Allah, apa sebenarnya rencana-Mu padaku? Eliza termenung. Di sebuah batu besar, di atas bukit, ia merenungi nasib hidupnya yang terombang-ambing di antara cinta Mihran dan Amaliya. Ingin rasanya melepaskan, tetapi sulit baginya menghilangkan cintanya pada Mihran. Rumah AmaliyaAlia yang masih trauma atas kejadian Dygta yang datang dan hendak mencelakai sang Bunda pun ingin selalu ditemani tidur.Alia takut jika lelaki psikopat itu kembali datang saat ia tertidur pulas sendirian. "Alia takut kalau orang jahat itu datang lagi," ujar Alia, gadis cilik bermata bulat dan berpipi chubby.Amaliya pun berusaha menenangkan sang putri, "Alia nggak usah takut. Kita punya Allah. Allah yang akan jaga kita.""Sekarang kita salat bareng yuk. Kita berdoa meminta kekuatan dari Allah. Karena nggak ada kekuatan yang jauh lebih besar dar
Amaliya dan Mihran pun menjauh dari tempat Eliza yang masih saja tidak beranjak dari tempatnya duduk saat ia berbicara dengan Amaliya. "Tadi kamu mau ngomong apa ya?" tanya Amaliya yang bergelayut mesra pada Mihran. "Tadi aku .... "Mihran melirik ke arah Eliza duduk "Kayaknya Eliza nggak cerita apapun ke Amaliya. Buktinya dia nggak nanya ke aku dan sifatnya juga nggak ada yang aneh," gumam Mihran. Mihran pun mencoba mengalihkan pembicaraan. "E-ee, nggak sebenarnya kalian ngomongin apa sih?!" tanya Mihran penasaran. "Kayaknya Mihran nggak perlu tahu deh soal Dygta. Lagian aku percaya sama Mihran. Eliza juga nggak mungkin kan mencintai Mihran. Dia kan sahabat aku, sahabat kita," batin Amaliya. "Kalau aku kasih tahu, bukan rahasia namanya," ledek Amaliya.Mihran dan Amaliya pergi ke kamar, sekilas Mihran melirik ke arah Eliza duduk. ****Kamar Mihran dan ElizaMihran dan Eliza duduk santai dekat ranjang. Amaliya bergelayut manja dipundak Mihran. "Oma tuh parno, takut kamu kegod