Share

Psikopat

"Luka yang paling menyakitkan adalah saat mencintai dalam diam."

Oma Siska datang ke rumah Amaliya dan Mihran.

Bel pun dipencet

Alia membuka pintu dan menyambut oma buyutnya itu dengan ceria.

"Wah, Oma pasti mau baikan sama Alia kan? Sampai pagi begini udah datang? ujar Alia.

Oma Siska langsung masuk tanpa menghiraukan perkataan cicitnya itu.

"Oma .... "

"Oma datang ke sini bukan mau baikan sama kamu. Ayah sama Bunda kamu ke mana? Tante Eliza?" tanya Oma Siska memperhatikan sekeliling rumah Amaliya yang tampak sepi.

"Ayah udah berangkat ke kantor. Tante Eliza juga udah pergi, nggak tahu ke mana. Kalau Bunda .... "

Belum tuntas Alia menjawab, Amaliya datang mengambil segelas air dan terburu-buru untuk berangkat ke butiknya.

"Amaliya, Eliza bisa nginap di rumah kamu ini gimana ceritanya?" tanya Oma Siska dengan wajah sedikit kesal.

"Duh, Oma nanti aja ya ceritanya. Aku lagi buru-buru ditunggu sama klien. Lain kali aja ya. Dah, Sayang, Assalamualaikum," jawab Amaliya sambil mencium kening Alia.

Panggilan Oma Siska pun tak digubrisnya.

"Tenang, Oma! Oma mau tahu apa saja,tanya sama Alia aja, nanti pasti Alia jawab. Tetapi kita baikan dulu," ujar Alia memberikan jari kelingkingnya isyarat perdamaian. Oma Siska hanya diam dan memalingkan wajahnya.

****

"Ini saya berikan beberapa draft contentnya untuk mewakili brand Bapak. Tetapi dibalik semua content yang saya kasih, saya ada penawaran. Gimana kalau kita Pakai Eliza? Dia model internasional, untuk jadi brand ambasador produk brand Bapak," terang Mihran pada 2 klien yang ada di ruang meeting bersamanya itu.

"Saya rasa bagus," jawab salah satunya.

"Jadi kita pakai Eliza?" tanya Mihran meyakinkan.

"Ya, kami setuju!" ujar Pak Imran, sambil menatap rekannya.

Pak Imran dan Mihran pun bersalaman tanda kerjasama siap dimulai.

****

"Maafin aku, Pa, maafin aku yang nggak bisa mewujudkan impian papa untuk melihat aku menikah. Maafin aku yang nggak pernah bisa bikin Papa bahagia," ujar Eliza yang bersimpuh di samping Pak Bayu yang duduk dikursi mewah ruang tamunya.

"Kalau Dygta seperti itu, Papa justru bersyukur kamu tidak jadi menikah dengan dia. Kamu tahu, semalaman Papa nggak bisa tidur karena merasa bersalah sudah menyuruh kamu cepat-cepat menikah. Sekarang Papa sadar, kalau jodoh itu tidak bisa dipaksakan. Satu hal Papa minta, kamu jangan pernah menikah tanpa rasa cinta. Dan jika kamu sudah ketemu dengan orang yang kamu cintai, maka perjuangkanlah. Karena hidup dengan orang yang kita cintai, itulah hidup yang patut dijalani," ujar Pak Bayu memberi nasihatnya pada putri tunggalnya.

Tiba-tiba, gawai Eliza berbunyi, Eliza tak menggubrisnya.

"Siapa, Dygta?" tanya Pak Bayu.

"Eliza, jika kamu tidak mau menikah dengannya, setidaknya ucapkanlah salam perpisahan untuknya. Kamu ini sudah dewasa, Nak. Kamu selesaikan masalahmu secara baik-baik ya," pinta Pak Bayu. Eliza pun mengangguk.

Eliza dan Dygta bertemu di sebuah restoran.

Eliza berjalan penuh tegak menghampiri Dygta yang sudah menunggu nya di sebuah meja di lantai atas restoran itu.

"Eliza .... " sapa Dygta yang langsung memeluk erat Eliza.

"Akhirnya, kamu mau temuin aku. Sumpah, aku senang banget!" kata Dygta mempersilakan Eliza duduk dikursi di sampingnya.

"Kenapa kamu tinggalin aku di acara pernikahan kita? Aku malu tahu," tanya Dygta dengan mata berkaca-kaca.

"Maafin aku ya, Dygta. Di saat-saat terakhir, aku baru menyadari kalau aku tidak bisa melanjutkan pernikahan itu. Bahwa sebenarnya aku nggak pernah mencintai kamu," jawab Eliza penuh rasa bersalah.

Netra Dygta mulai berubah. Ia masih berusaha menyembunyikan kemarahannya yang tersirat.

"Kamu tidak pernah mencintai aku? Terus kenapa kamu membiarkan aku meneruskan rencana pernikahan kita? Kenapa?" tanya Dygta dengan nada sedikit tinggi.

"Ini semua memang salah aku. Dan aku minta maaf sama kamu. Tetapi sebenarnya kejujuran aku ini menyelamatkan kamu. Aku nggak mau kamu terperangkap dalam pernikahan yang semu. Sebenarnya pernikahan itu aku lakukan hanya untuk melupakan orang lain," terang Eliza.

Seketika wajah Dygta memerah, menatap tajam ke arah Eliza.

"Nikahin aku hanya untuk melupakan seseorang?"

Tubuh Dygta gemetar hebat. Ia masih berusaha menahan gemuruh emosi itu. Tetapi, akhirnya meledak juga.

Tiba-tiba, Dygta menghempas seluruh makanan yang ada di meja hingga berserakan ke lantai. Eliza pun kaget dengan kemarahan Dygta yang emosional itu. Ia pun bangkit dari tempat duduknya.

Eliza terperanjat

"Dy-gta, kamu kenapa?" tanya Eliza yang masih syok melihat Dygta yang tiba-tiba mengamuk.

"Kamu tanya aku kenapa?" hardik Dygta sambil terisak.

"Gara-gara kamu!" Netra Dygta menatap tajam, wajahnya memerah menyimpan amarah yang luar biasa hebat.

Eliza pun berusaha berlari menghindari Dygta yang mengamuk tidak terkontrol. Namun, Dygta berhasil menariknya dan nyaris membuatnya tercekik hingga Eliza terbatuk.

"Le-pas!" teriak Eliza meminta pertolongan sambil ia berusaha melepaskan genggaman tangan Dygta yang melingkar dilehernya..

"Lepas! Aku mohon Dygta, lepas!" teriak Eliza sambil terisak.

Dygta malah meledeknya dan ikut berteriak meminta pertolongan.

"Lepas .... " pekik Dygta.

"Kamu tahu? Ini restoran punyaku yang sudah kututup dan hanya kupersiapkan untuk kita, hanya berdua!"

"Aku hanya ingin mengembalikan hubungan kita. Di sini hanya ada aku dan kamu," kata Dygta keras.

Eliza akhirnya menginjak kaki Dygta dengan sepatu berhak lancip 13cm itu. Seketika Dygta kesakitan. Eliza pun langsung berlari mengambil tasnya yang ada di meja dan bergegas lari menuju pintu keluar dengan rasa penuh ketakutan.

"Toloooooonggg .... " teriak Eliza yang terus berusaha membuka pintu sambil menangis. Sayangnya, pintu sudah terkunci.

Dygta berjalan santai dan semakin mendekati Eliza.

Dan akhirnya ....

bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status