"Tidak usah membantahku!" teriak Alice.
***
“Jessy, antarkan Putri Kimberley sampai ke tepian hutan! Baru setelah itu kau harus kembali!” Alice mengelus-elus punggung kuda putih itu.
“Ngiiiiiikkkk ... ngiiiiikkkk ...” Jessy meringkik seolah mengerti perintah Alice.
Meski berat, akhirnya Putri Kimberley naik ke punggung Jessy, kuda putih yang manis, yang selalu setia padanya.
Putri Kimberley pun melambaikan tangan pada Alice. Alice membalas lambaian tangan putrinya itu sambil matanya tampak berkaca-kaca.
Haaaap ... haaaaap ... haaaaap ... si gendut Rury pun ikut mengejar tuannya.
Sampai di tepi hutan, Jessy menghentikan larinya, Putri Kimberley pun langsung melompat turun dari punggung kuda itu.
“Terima kasih Jessy, Sayang! Doakan aku bisa berhasil menjadi perawat kuda Pangeran Alden, agar suatu hari kelak aku bisa membawa kau dan Rury hidup di dalam istana ayahku. Dan kau, Rury, jangan nakal! Sekarang naiklah ke punggung Jessy! Ingat jaga baik-baik ibuku!”
“Ngiiiikkk ... ngiiiiikkk ...” Jessy meringkik sambil mengangkat kedua kaki depannya dan langsung berputar sebelum akhirnya pergi meninggalkan Putri Kimberley. Di punggungnya, Rury berjongkok dan matanya masih terus memandang Putri Kimberley yang melambaikan tangan ke arah mereka.
“Jessy, Rury, aku pasti akan selalu merindukan kalian!” Putri Kimberly menahan tangisnya.
Jessy terus berlari. Ia enggan menoleh kebelakang. Jessy juga mencoba menahan air matanya, namun itu tak bisa ia lakukan. Akhirnya, air matanya pun jatuh, dan angin-angin menerbangkan tetesan air mata itu.
Si gendut Rury pun menangis. Ingin rasanya ia ikut bersama tuannya yang cantik dan baik hati itu, tapi ia takut Alice akan mencarinya.
Di balik rimbunnya hutan, Jessy dan Rury berusaha menyembunyikan kesedihannya. Namun Jessy terus berlari, ia ingin mereka segera sampai untuk menemani Alice yang saat ini pasti sedang menangis dalam kesendiriannya.
***
“Maaf, Nyonya, bisakah kau tunjukkan kepadaku di manakah Istana Kerajaan Strong?” Putri Kimberley memberanikan diri untuk bertanya kepada seorang wanita paruh baya yang terlihat sedang menemani sapi-sapinya merumput.
“Terus saja kau berjalan, nanti kau akan jumpai bangunan paling megah dan indah, yang dikelilingi oleh benteng-benteng tinggi. Untuk apa kau ingin ke sana?” tanya wanita itu pada Putri Kimberley dengan heran.
“Aku ingin ikut tes untuk bisa bekerja menjadi seorang perawat kuda Pangeran Alden, Nyonya," jawabnya lembut.
“Kau ...?”
“Ya, Nyonya!”
“Tapi kau terlalu cantik untuk menjadi seorang perawat kuda. Kau lebih cocok menjadi Permaisuri Pangeran Alden, ketimbang menjadi perawat kudanya.” Wanita itu terus menatap kearah Putri Kimberley dan sepertinya ia takjub sekali dengan pesona kecantikan gadis itu.
“Terima kasih. Tapi itu tak mungkin, Nyonya ...”
“Panggil aku Nyonya Dorothy.”
“Itu tak mungkin, Nyonya Dorothy, karena aku hanya anak seorang petani miskin yang hidup di hutan.”
“Oh, maafkan aku! Tapi siapa namamu gadis cantik?”
“Aku Wilona, Nyonya,” jawab Putri Kimberley sambil menunduk.
“Wilona, ayo beristirahat dulu di rumahku! Aku akan suguhkan kau steak daging rusa dan segelas susu murni hangat untukmu. Kau sepertinya lelah sekali.”
“Terima kasih, Nyonya! Tapi aku harus melanjutkan perjalanan, aku takut tidak bisa mengikuti tes itu.” Putri Kimberley menolak halus tawaran Dorothy.
“Kau tidak usah khawatir Wilona, aku akan minta Fredy, suamiku yang akan mengantarkanmu nanti.” Putri Kimberley berdiri mematung sambil menahan perutnya yang sudah terasa lapar.
Tangan keriput Dorothy menarik halus lengan Putri Kimberley. Membuat Putri Kimberley tak dapat menolaknya.
“Fredy, dengarkan aku, tolong selesaikan pekerjaanmu dulu! Kita kedatangan tamu, seorang gadis cantik. Aku akan menyuguhkan sajian istimewa untuknya!” teriak Dorothy pada seorang lelaki tua yang terlihat sedang memerah susu sapi.
“Baiklah, perempuan cerewet!” Lelaki itu tampak melambai-lambaikan topinya ke arah Dorothy dan Putri Kimberley.
“Ayo, Wilona!” Dorothy menggandeng tangan gadis itu, tampak ia bahagia sekali melakukannya.
Lima menit kemudian, mereka pun sampai di depan sebuah rumah kayu yang terlihat sangat bersih dan apik sekali.
“Nah, ini rumah kami, Wilona! Rumah kami sederhana, tapi semoga menyenangkan untukmu.” Putri Kimberley tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
“Ayo, masuk!”
Keduanya pun melangkah masuk ke dalam rumah kayu itu.
“Kau tunggu dulu di sini Wilona. Aku akan siapkan steak daging rusa dan susu hangat untukmu.” Dorothy langsung menuju ke belakang dan meninggalkan Putri Kimberley sendirian di ruang tamu rumahnya.
“Baik sekali dia! Beruntung aku bertemu dengannya. Kebetulan tubuhku sudah lelah sekali, dan perutku pun sudah lapar.” Sambil memegang perutnya, Putri Kimberly mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan yang tak terlalu luas itu.
“Ibu!” suaranya tercekat saat matanya melihat sesuatu. Matanya pun kian membesar, dan terus memperhatikan sebuah benda yang ternyata mampu mencuri perhatiannya.
Putri Kimberley terus nekat menuruni anak tangga untuk mendatangi kandang Jessy dan Rurry, dua hewan kesayangannya.Teriakan sang ibu tak lagi digubrisnya. Selama seminggu tidak pernah bertemu dengan keduanya membuat kerinduan di hati Sang Putri kian membuncah."Jessy! Rurry! Aku datang!" teriak Putri Kimberley memecah kesunyian malam.Dengkuran binatang malam pun seakan ikut berpacu mengisi kesunyian malam itu. Namun sedikit pun tidak membuat nyali Putri Kimberley menjadi ciut. Tak ada ketakutan yang menghinggapi hatinya saat itu."Ngghhhiiik! Ngghhhiiik!" ringkikan Jessy kuda kesayangan Sang Putri pun terdengar seolah ingin menyambutnya. Kreeeiiikkk …Tangan gadis cantik itu pun terlihat tak ragu saat membuka pintu kandang keduanya."Heiiii … apa kalian sudah tidur?" Bola matanya ia besarkan mencoba menembus pekatnya malam."Ngghhhiiik …" "Kau kah itu Jessy?" tangannya meraba-raba ruangan tempat tinggal kedua hewan kesayangannya itu, mencoba meraih keduanya.Haaaappp …Tiba-tiba a
"Kim, dari mana kau kenal dengan Dorothy?""Saat aku pertama kali hendak pergi mengikuti tes menjadi perawat kuda Pangeran Alden waktu itu, Bu. Aku beristirahat di rumahnya," jelasnya sambil bermanja memeluk tubuh ibunya. Kerinduannya pada sang ibu membuatnya ingin selalu dekat pada wanita ini."Oh, aku rasa Dorothy yang kau maksud adalah Dorothy yang aku kenal itu. Apa kau pernah menceritakannya padaku?" Lagi-lagi ia mencoba mengingat soal Dorothy."Sepertinya belum, Bu. Tapi, entahlah. Aku sering lupa dengan apa yang pernah aku katakan, mungkin karena kesibukan ku merawat kuda-kuda Pangeran Alden. Oh, ya, dua kesayanganku, Rury dan Jessy mana Bu?""Mereka ada di bawah. Besok kau bisa menemuinya." Permaisuri Alice masih penasaran dengan wanita bernama Dorothy tadi."Iya, Bu, aku sanga
Putri Kimberley menunduk. Gadis itu bingung harus melakukan apa. Mengaku tentang siapa dia sebenarnya, atau terus menyimpan semuanya rapat-rapat sampai saatnya tiba ia bisa mengungkapnya.“Wilona, seperti ada yang kau sembunyikan padaku. Apa kau tidak menganggap aku ini sebagai orang yang kau sayangi?” suara Dorothy mulai merendah, ia tak ingin gadis cantik yang membuatnya jatuh hati ini merasa takut mendengar suaranya yang keras.“Heeem, Nyonya boleh aku habiskan susu ini?” Putri Kimberley berusaha mengalihkan pembicaraan, padahal susu dalam gelasnya sudah habis.Dengan tersenyum tipis, Dorothy mengangguk kecil.“Tapi, susu dalam gelasmu itu sudah habis, Sayang,” ucapnya sambil menahan rasa gelinya melihat tingkah canggung gadis itu,“Oh…” mu
“Sebentar, Nyonya Dorothy, biar aku lihat Tuan Freddy. Semoga tidak terjadi apa-apa dengannya,” ujar gadis itu, dan langsung bangkit dari duduknya.Setelah berada di luar kamar, Putri Kimberley, mengedarkan pandangannya, matanya mencari-cari arah sumber suara lelaki itu. Akhirnya, ia mendapatkannya.Putri Kimberley, melangkahkan kakinya menuju ke luar arah depan rumah itu.“Ada apa Freddy?” tanyanya saat ia sudah berada di dekat lelaki itu.“Lihat Wilona, rombongan prajurit istana baru saja lewat!” jawabnya, sambil tangannya menunjuk ke arah jalanan.Ekor mata Putri Kimberley melihat apa yang dikatakan lelaki itu barusan.Dilihatnya memang banyak sekali para prajurit dari istana Kerajaan White Tiger di sana, mereka menunggangi
Bab 37. Kedatangan Tamu Istimewa “Dorothy coba lihat siapa yanga datang!” Freddy menggerakkan tubuh istrinya itu. Matanya membuka sedikit, lalu membesar setelah tahu siapa yang datang. “Freddy, apakah aku tidak salah lihat?” “Nyonya Dorothy … apa kau tidak suka aku datang?” Wilona alias Putri Kimberley mendekat dan duduk di sisi ranjang. “Ooooohhhhh … Wilona, sungguh aku mengharapkan kau datang. Dari tadi malam aku dan Freddy hanya membicarakanmu dan berharap kau datang mengunjungi kami di sini,” mata itu mulai berair, dan jatuh di kedua pipinya yang keriput. “Betulkah, Nyonya Dorothy?” tangannya langsung memeluk tubuh itu. Dorothy hanya mengangguk, mulutnya tak mampu untuk bicara, hanya isakannya saja yang kini mulai terdengar.
"Bukan … bukan aku sok tahu, Freddy, tapi itu hanya dugaanku saja.""Sama saja, Dorothy!" Bibir tebal lelaki itu mencibir pada sang istri.Dorothy hanya diam, ia tak ingin menanggapi lagi ucapan Freddy, lelaki yang sedikitpun tak pernah bersikap romantis pada dirinya."Ayo, kita pulang! Matahari sudah mulai meninggi!" Lelaki itu bangkit dan berjalan menuju sapi-sapinya.Dorothy yang masih terlihat diam, akhirnya mengikuti juga langkah sang suami."Ayo, kita pulaaaang!" Freddy dengan suaranya yang melengking meminta pada sapi-sapinya itu untuk kembali ke kandang mereka.Dorothy pun membantunya.Setelah selesai memasukkan sapi-sapinya masuk ke dalam kandang, lalu keduanya pun masuk ke dalam rumah mereka yang sederhana namun