“Alya! Kapan kita bertemu lagi?” tanya seorang pria dengan lembut.
Bara yang sudah bosan dan mengantuk seakan terkena petir dan langsung tersadar seratus persen mendengarkan percakapan itu.
“Nanti sore, bagaimana?” tanya balik gadis itu.
“Baiklah! Nanti saya tunggu di ruang perpustakaan!” tegas pria itu pergi menjauh.
Percakapan yang begitu singkat mengandung segerobak pesan dan arti yang begitu mendalam bagi Bara.
“Me-mereka ingin berselingkuh di perpustakaan? Apakah ini berarti selingkuhan Alya adalah sesama rekan kerjanya?” gumam Bara semakin tak tenang.
“A-apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya pria itu bingung menyikapi situasi yang tidak menentu itu.
“Se-sebentar! Aku belum tahu sama sekali kalau mereka berselingkuh. Ini hanya sebatas dugaanku sejauh ini!” tegas Bara yang sudah berdiri bolak-balik seperti orang yang memikirkan hutang yang begitu banyak.
“Tidak perlu terburu-buru. Aku harus mengumpulkan lebih banyak bukti untuk menguatkan tuduhanku.” Bara langsung menarik napas sebelum duduk kembali memata-matai istri tercintanya.
Tidak ada lagi percakapan yang menurut Bara aneh. Dia semakin waspada dan tidak ingin lengah demi mencegah terlewat informasinya sekecil apa pun.
“Hmm? Sudah jam empat sore. Waktu berlalu terlalu cepat,” ucap Bara dengan lirih.
Di meja tempat dia duduk, sudah banyak bungkus camilan dan beberapa kotak mie instan.
Bara tampak tidak makan dengan benar kali ini. Dia hanya ingin makan secepat mungkin tanpa lepas dari aksi mata-matanya.
“Seharusnya ini sudah waktunya, bukan?” gumam pria itu semakin berdegup dengan kencang menunggu sesuatu yang seharusnya tidak terjadi itu.
Alya yang tidak sadar kalau ada alat mini canggih yang berada di dalam tasnya terus membawanya pergi untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang dosen tanpa ragu.
Bara mendengar langkah kaki Alya dengan begitu seksama. Perasaan sedih semakin mencuat tidak menentu meski dia sadar kalau belum terjadi sesuatu yang aneh.
“Urgh! A-aku merasa sesak sekali napasku!” Bara mengeluh dengan sedihnya setiap mendengar selangkah demi langkah kaki pujaan hatinya itu.
“Alya! Ayo cepat masuk!” ucap seorang pria dengan sedikit lantang.
“Baik, Pak!” sahut Alya mempercepat langkah kakinya.
Deng!
Bara langsung terkejut ketika waktu yang begitu tidak dinantikannya akhirnya tiba begitu cepat.
Padahal jarak percakapan sebelumnya yang dicurigai olehnya dengan saat ini sudah dipisahkan waktu hingga beberapa jam lamanya yang tentu tidak cepat rasanya.
Perasaan cemas dan gugup kian meronta-ronta meski belum ada bukti yang mengarah ke sana. Pria itu tetap panik dengan sendirinya seperti orang yang sedang kesurupan roh dari laut selatan.
“Te-tenang, k-kumohon tenanglah hatiku!” tegas Bara berusaha keras untuk menstabilkan dirinya yang tak kunjung berhenti untuk bergetar karena tampak begitu menggigil.
Bara takluk dengan perasaannya sendiri. Dia adalah laki-laki yang terlalu lembut mencintai seorang wanita hingga sulit baginya menerima kenyataan yang begitu panas itu.
Langkah kaki Alya semakin membuat Bara tak tenang dibuatnya. Tetesan air keringat semakin menjalar seakan itu adalah momen untuk keluar melarikan diri dari pori-pori kulit yang selalu mengikatnya dengan rapat.
Tak lama bagi momen mencekam itu berlangsung, tetapi terasa begitu lama hingga sulit bagi pria yang aneh itu melewatinya seperti biasanya.
“Te-tenang, a-aku harus tetap tenang!” Bara terus menguatkan hatinya berulang kali.
Alya yang sudah menghentikan langkah kakinya itu membuat momen semakin begitu menegangkan bagi pria itu.
“A-apakah sudah waktunya? Mereka tidak akan melakukan aksi yang tidak bermoral itu sekarang, kan?” batin Bara berkecamuk dengan liar.
Suara Alya tiba-tiba hilang digantikan suara kursi seakan wanita itu hendak duduk di kursinya yang begitu dekat dengannya itu.
“Su-suara kursi bergeser! A-apakah mereka akan melakukannya dengan mesra di kursi itu? Urgh! T-tidak, k-kumohon Alya!” gumam Bara semakin menjadi-jadi.
“Alya sudah tiba! Baiklah, kita akan bahas rapat pertemuan kali ini terkait pengembangan fasilitas kampus di Fakultas Teknologi Elektro!” tegas suara serak khas orang berusia 50-an ke atas.
Krik! Krik! Duut!
Bara tampak membatu hingga tanpa sadar buang angin dengan begitu leganya. Tampaknya dia selalu menahannya sejak tadi dan baru lepas dari sarangnya setelah perkataan pria tua itu terdengar jelas.
“Huuh…, lega sekali jiwa dan raguku!” gumam Bara tampak tidak ada rasa malu sedikit pun.
Hajatnya yang tertahan sejak tadi sudah lenyap, tentu saja raga menjadi tenang. Adapun batinnya menjadi lega karena istrinya tidak sedang berselingkuh melainkan rapat dengan rekan kerja dan atasannya.
“Oh iya! Alya tadi juga bilang akan ada rapat sore ini, kan? Bisa-bisanya aku melewatkan informasi itu! Hadeh…,” ucap pria itu tampak menyadari sesuatu hal.
Sang istri begitu luar biasa dalam rapat itu dengan menjelaskan semua gagasan yang tampak sangat canggih bahasa dan kata-katanya di telinga Bara.
Bara tentu dibuat melongo dan takjub beberapa kali. Mau bagaimana lagi, kan? Ini adalah performa sang istri yang memang selalu dikaguminya dengan begitu tulus.
“Istriku memang luar biasa dan selalu menjadi yang terbaik dihatiku. Seandainya saja aku tidak curiga kepadanya, mungkin hati ini akan lebih tulus mencintainya!” Bara dengan berat hati menghela napas panjang.
Rapat dengan atasan dan rekan-rekannya berlangsung selama beberapa waktu. Tanpa sadar hari yang senja telah berubah menjadi gelap dan hening tanpa suara.
“Urgh! Capeknya! Mereka ngomong apa sih dari tadi? Apa aku harus coba kuliah juga kali ya?” gumam Bara tampak lesu setelah mendengar semua diskusi itu.
Bara tetap sabar mengawasi semua yang terjadi di sisi Alya. Tidak ada yang aneh sama sekali sejauh ini.
Mereka selalu membahas tentang beberapa proyek pengembangan terkait masa depan Universitas Danoa yang memang terkenal menjadi salah satu yang terbaik di seluruh Indonesia.
Pria yang bahkan tidak lulus sarjana itu tentu tidak mengerti sama sekali. Bara hanya bisa berdiam diri terus mengamati semua yang terjadi.
“Ini sudah jam tujuh malam! Rapat macam apa ini? Mungkinkah kalau Alya melakukan ini setiap hari?” gumam Bara yang semakin bingung dan heran.
“Apakah aku salah menuduhnya selama ini?” ucap Bara tiba-tiba merasa bersalah meski dia tetap curiga.
“Aku tunggu sebentar lagi saja! Mungkin semuanya akan terungkap nantinya. Lagi pula ini baru hari pertama aku pergi. Tidak mungkin Alya langsung berselingkuh dengan lelaki lain saat ini, kan?”
Bara terus bergumam tidak jelas seakan saling berseberangan hati dan pikirannya. Hatinya cemas, tapi pikirannya menduga-duga tanpa bukti.
Hal ini terus berlanjut seakan semua menjadi sirna tak kenal waktu. Bara kembali melirik ke arah laptopnya yang menunjukkan hampir pukul delapan malam.
Laptop Bara sudah begitu panas karena digunakan seharian tanpa henti. Dia berusaha mengarahkan kipas angin yang tidak jauh darinya.
Lelaki itu berharap kalau laptopnya akan terus bertahan untuk berjuang menemaninya mengungkapkan semua kepalsuan yang belum datang juga itu.
Dia khawatir kalau nantinya akan menimbulkan kesalahpahaman lagi dengan Bara yang dapat berakibat fatal hingga akan mampu menghancurkan keluarga barunya itu.“Tidak bisa terus seperti ini! T–tapi apa yang harus lakukan sekarang?” batin Hana dengan bimbang dan penuh kehati-hatian di dalam hatinya yang semakin waspada.Tidak bisa lagi bagi Hana hanya berdiam diri dengan perasaan bingung saja sebab perkara ini semakin dibiarkan akan semakin menambah masalah yang nantinya akan jauh lebih besar hingga sulit diselesaikan oleh Hana seorang diri.“Tidak ada jalan lain selain melibatkannya dan mempercayainya sebagai seorang pria yang telah memutuskan untuk berjanji menemani hidupku dalam suka dan duka!” batin Hana telah membuat keputusan bulat untuk melibatkan Bara dalam penyelesaian masalahnya ini.“Ha-ha-ha! Hana, cepatlah mandi dan berpakaian yang menggoda agar nanti ketika aku tiba bisa langsung menikmati ragamu yang begitu eloknya itu!” ucap Jaka begitu bangganya menikmati suasana yang ti
“Apa?! Hanya itu kau bilang?! Sesuatu yang engkau remehkan adalah segala-galanya bagiku! Beraninya kamu mengolok-olokku! Kau pasti sengaja mempermainkanku, kan?! Kurang ajar sekali kau!” teriak Jaka begitu histerisnya.Jaka Fape adalah seorang pria yang benar-benar tidak ingin dianggap remeh oleh siapa pun. Selama hidupnya ini, bahkan orang tuanya hanya bisa menahan ketidakpuasan mereka di dalam hatinya dan tidak akan seenaknya menentangnya.Namun, hal yang sangat berbeda telah dilakukan oleh Hana selaku istrinya kala itu yang dengan percaya dirinya berusaha menasehatinya bahkan memarahinya secara terang-terangan ketika melakukan beberapa kesalahan yang seharusnya tidak masalah baginya.Hal ini membuat Jaka semakin tak senang dengan Hana sejak saat itu. Satu-satunya alasan Jaka tidak memukuli wajahnya Hana sebab wanita itu memang sangat cantik dan begitu memuaskan ketika diajak untuk memuaskan kebutuhan hasrat terpendamnya.Mengetahui hal itu, orang tuanya Jaka membuat Hana untuk mena
Sebuah karakter pria yang tidak pantas dimuliakan sedikit pun. Hanya kehinaan saja yang pantas dilontarkan kepada sosok pria sepertinya. Meski begitu, Hana tetap sabar kala itu dalam menyikapi karakter mantan suaminya yang jauh dari kata terpuji itu.Namun, seiring berjalannya waktu, wanita cantik yang penuh kesabaran dalam menjalankan kehidupan pada akhirnya harus kandas juga karena batas kesabarannya sudah berulang kali diabaikan oleh sang mantan suaminya.Hafa yang masih kecil bahkan ikut dipukuli hingga menjerit kesakitan yang membuat Hana semakin sakit hati dan marah besar kepada mantan suaminya hingga beberapa kali terlibat adu mulut hingga bahkan Hana dipaksa untuk membela dirinya ketika suaminya mencoba memukulinya.Beberapa memar yang jelas terlihat terkadang harus diterimanya dengan rasa sabar. Namun, demi keselamatan dirinya dan sang putra, wanita cantik itu terpaksa berpindah-pindah tempat ke beberapa penginapan terdekat agar setidaknya terhindar dari amukan Jaka Fape.Aka
Hana yang mendengar suaminya mengeluh itu hanya bisa tersenyum tipis dan perlahan-lahan tak lagi mampu menahan tawanya. Hal ini membuat Bara sedikit cemberut mendengar tawanya sang istri.“Ha-ha-ha, maafkan saya kalau tertawa seperti ini! Kamu baru dua bulan saja sudah mengeluh seperti ini, Mas Bara. Coba bayangkan nantinya harus seperti apa di masa depan, kan? Sabar ajalah dahulu sayangku! Seorang ayah memang sudah seperti ini seharusnya membesarkan anak kesayangannya!” tegas Hana memberikan nasihat kepada Bara yang masih cemberut di sampingnya.Tak ingin membuat suaminya patah semangat, wanita cantik itu menjalankan tugasnya sebagai seorang istri sambil memberikan kecupan di pipinya Bara dengan sukacita. Hal ini membuat Bara yang cemberut perlahan tersenyum-senyum sendiri.“Ehem! Baiklah, karena istri tercintaku yang memintanya, maka sebagai seorang suami dan sekaligus ayahnya Hafa, aku akan menjalankan tugas sebagaimana mestinya!” tegas Bara tanpa ragu sedikit pun.Hal ini membuat
Hafa yang melihat ibunya menyingkir juga terkejut sesaat sebelum akhirnya kembali serius menatap ke arah Bara dengan tatapan yang penuh kesungguhan bahkan ada rasa amarah terlihat di sana walaupun juga hatinya sedikit takut dengan sosok tinggi dan kekar Bara beserta wajahnya yang jelek itu.“Mama biasanya selalu melindungiku selama ini! Namun, tiba-tiba berubah menjadi diam dan menepi bahkan menjauh seperti ini sehingga membuat diriku langsung berhadapan muka dengan Monster menyeramkan ini!”“Sudah jelas sekali kalau semua ini pertanda serius bahwa Mamaku telah dikendalikan oleh Monster tak tahu malu ini! A–apa yang harus aku lakukan sekarang?! Mungkinkah ini saatnya menunjukkan kehebatanku dengan cara melawan Monster ini dan sekaligus menyelamatkan Mama?!”Hafa termenung dalam pikirannya hingga keringat dingin mulai bercucuran di sekitar wajahnya yang mungil itu. Hafa perlahan mengambil ancang-ancang sebagai bentuk kewaspadaannya bahkan dirinya juga sudah bersiap untuk melarikan diri
Sebenarnya ketika Hana dan Bara telah memutuskan untuk menikah dan bergegas menuju KUA, Hafa ditinggalkan oleh Hana kepada petugas apartemen yaitu wanita gemuk sebelumnya untuk dijaga sebentar.Meski itu bukanlah tugasnya, wanita gemuk itu merasa harus mengiyakan permintaan Hana yang karena ulahnya terjadi kesalahpahaman sebelumnya hingga berakibat kepada atasannya yang harus rela dihajar oleh banyak orang hingga babak belur seperti dadar gulung.Alhasil, Hafa ditinggalkan pergi oleh ibunya itu. Uniknya, Hafa tidak merengek sedikit pun dan bahkan dengan santai membiarkan ibunya pergi. Menurutnya hal ini sudah biasa dilakukan oleh ibunya ketika dahulu seringkali ditinggal kerja atau waktu ditakuti oleh preman-preman rendahan kiriman ayah kandungnya sendiri.“Hmm…, apakah Mama benar-benar berhasil menaklukkan Monster ini? Rasanya daripada menaklukkan, kok lebih terkesan seperti berbaikan ya? Aneh sekali!” batin Hafa yang terus memandangi sosok Bara dari sela-sela belakang ibunya itu.Ba