“Mas, kamu baru pulang?” aku menyambutnya yang baru tiba di rumah pukul 01,20 dini hari.“Kamu belum tidur?” dia tersentak melihatku yang masih menunggunya di ruang tamu.“Kamu sangat bekerja keras belakangan ini,” ucapku sambil meraih tas kerja dan jas miliknya.Dia hanya menjawab dengan senyum sambil berdalih bahwa mesin penggoreng kopi di restoran sudah mulai rusak. Pukul 21.00 malam adalah jadwal tutupnya restoran, setelahnya suamiku menggoreng kopi untuk diolah esok hari, itu alasan yang dia beri.Namun ada yang aneh, senin dan jum’at, Mas Bastian selalu memakai parfum sebelum pulang ke rumah. Tapi itu tidak sepenuhnya menutup aroma wanita. Mas Bastian sudah mulai cuek padaku, jarang tersenyum apalagi mengecup pipiku sebelum pergi bekerja, terkadang dia langsung melongos pergi tanpa memeluk atau menciumku. Aku berharap suamiku bisa kembali seperti dulu. Jika dia terus begini, aku juga harus kembali pada posisiku.Terkadang amarah menghantam hatiku. Suatu malam, aku diam-diam meng
“Tenang aja, sangat mudah berurusan dengan istri yang gak tau kejamnya dunia.”Ucapan Jessica saat itu membuatku bertekad, aku akan melakukan hal yang mereka inginkan, mati di depan mereka!Sebelum memulai rencana ini, aku membutuhkan seseorang untuk membantuku menciptakan adegan kematian ini.Esok harinya, aku berjalan-jalan di sekitar lingkungan tempat tinggal Denis, adik kelasku saat kuliah seni dulu. Pria berwajah lugu itu sangat menyukaiku, aku bisa memanfaatkannya.Saat aku melihat dia memasuki toko lukisan, aku pura-pura berjalan di depan toko itu agar dia melihatku.“Kak Elena!” panggilnya. Benar saja, dia pasti melihatku.Mulai saat itu, kami berdua lebih sering bertemu, aku memulai akting menjadi istri teraniaya, lebih sering curhat tentang rumah tanggaku yang tak lagi harmonis, dan tentang suamiku yang menyimpan wanita lain di hidupnya. Aku menangis di depan pria lugu ini, dia mendengarkanku dengan sorot mata penuh dendam.“Oh, maaf. Aku hanya bercerita tentang diriku saja
“Anak-anakmu pasti rajin berlatih sampai membuatmu bangga seperti ini,” ucap seorang wanita disebelahku. Mungkin dia melihat aku tersenyum sambil menitikan air mata.“Bukan, ini karena suamiku.” Aku menjawab tanpa menoleh pada wanita itu. Bibirku melengkung sempurna melihat Mas Bastian bergegas lari ke pintu keluar stadion tempat dimana aku telah meletakkan kantong berisi sampah disana.Setelah melihat Mas Bastian sudah pergi ke dermaga, aku mengambil uang yang sudah dia letakkan di dalam tong sampah dan memasukkannya ke dalam termos besar. Aku memakai rambut palsu pendek sebahu dan berwarna sama dengan rambut Jessica.Permainan ini sangat menyenangkan, bibirku tak hentinya tersenyum menikmati keberhasilan dari rencanaku. Setelah itu, aku membeli kartu sekali pakai dan menelpon polisi untuk melaporkan bahwa malam itu suamiku telah menyuntikkan sesuatu ke dalam botol anggur yang baru dia beli, tepat di depan garasi sebelum masuk ke rumah. Tentunya aku menyamarkan suara supaya tidak dik
POV Bastian“Tadi aku melihat stop kontak itu miring, jadi aku berinisiatif untuk membenarkannya, tapi aku melihat benda ini di dalam,” wajah Elena tampak pias. aku mengira dirinya tidak berbohong. Dia memang sangat jeli memperhatikan seisi rumah, kurang satu centi saja pasti dia akan sibuk membenahi.Dua jam sebelumnya Elena pulang.Aku dan Bang Rozi memeriksa seisi rumah dengan sebuah alat yang dapat mendeteksi adanya penyadap. Saat berada di kamar, alat itu mengarah pada stop kontak dekat sudut ruangan.“Itu…” aku terkejut melihat alat pendeteksi berbunyi tepat di dekat stop kontak.“Ssstttt….” Bang Rozi menarikku untuk menjauh dari sana, “jangan bicara apa-apa, nanti dia bisa dengar,” bisik Bang Rozi.“Tapi siapa yang pasang alat penyadap disini…” akupun ikut berbisik.“Biarkan saja, kita jadikan itu sebagai umpan,” ujar Bang Rozi.“Siapa yang bisa melakukan ini….” Mataku melirik keatas sambil berpikir.“Jangan-jangan…..” ucapku dan Bang Rozi kompak.“Apa lo mikirin orang yang sam
“Sudah terpancing?” tanya Bang Rozi saat aku tiba di kantor usangnya. “Bukan istriku, Bang,” jawabku. “Gue gak pernah bilang itu istri lo,” Bang Rozi berdalih dengan wajahnya yang menyebalkan. Pria dengan rambut sedikit beruban itu menyeringai, aku malah terpancing dengan pertanyaannya dan mengaku bahwa aku mencurigai Elena. “Lo kesini mau minta bantuan gue kan? Apa yang bisa gue bantu buat mantan adik iparku tersayang ini?” Aku meringis melihat Bang Rozi cengengesan. Tampak jelas apa niat pria ini, dia hanya mengejar uang 10 Milyar itu. Otak cerdiknya pasti mencium bahwa pelakunya orang terdekatku. “Aku hanya ingin mengenal istriku lebih dalam, selama ini aku kurang mengenali dirinya,” ucapku. Secara tak langsung aku meminta Bang Rozi untuk menyelidiki latar belakang Elena secara mendalam dan juga mengawasi kegiatannya. Selama ini yang kutahu hanya, Elena itu anak pengusaha kaya dan pewaris tunggal. Tapi sialnya aku sama sekali tak mengecap manisnya kekayaan yang dimiliki oleh
“Aku yang akan memutuskan, apa yang akan dilakukan selanjutnya,” gumamku.Kenapa aku tiba-tiba jadi cemburu membayangkan Elena bersama Denis, padahal sama saja denganku. Aku tak memikirkan bagaimana perasaan Elena saat aku bersama Jessica.Pukul 10.00, aku pergi ke restoran, ketika akan memarkirkan mobil, tiba-tiba Jessica nyelonong masuk.“Kenapa kamu gak pernah nelpon aku lagi?” dia bertanya dengan wajah kesal.“Kita bicarakan ini lain kali saja,” jawabku tanpa menoleh sedikitpun padanya.“Hah? Apa masih ada lain kali untuk kita?” protesnya.Beberapa detik kami saling diam, Jessica menarik kerah bajuku dengan kasar, dia melihat bekas luka di leherku.“Jadi kamu benar-benar ingin mati demi istrimu?” wajah Jessica tampak sangat kecewa.“Kalau saat itu benar-benar mati, apakah aku sudah bisa tenang?”“Kamu juga menemukan sesuatu yang aneh kan?” Jessica mengernyit.“Aku menemukan ini, hanya satu orang yang bisa melakukan ini.” Jessica menunjukkan alat penyadap yang serupa seperti didala
“Ya Lord! Keributan apalagi yang akan terjadi,” gumamku sambil mengusap wajah kasar.Elena menghampiriku dengan senyum merekah dibibir merahnya.“Kenapa kamu datang kesini?” aku bertanya dengan napas sedikit tercekat.“Apa aku mengejutkanmu, sayang?” tanyanya.Tiba-tiba Jessica muncul dari belakang menyambar pertanyaan Elena seperti kilat, membuat jantungku hampir lompat dari posisinya.“Anda datang pada waktu yang tepat, Nyonya bos,” ucap Jessica sambil tersenyum getir.Aku memegang dadaku takut organ penting ini berdetak tak normal.“Aku mau pulang lebih cepat, jadi orangnya gak cukup, anda bisa menggantikanku kan?” tanya Jessica.Elena tersenyum, “baiklah, kamu tak perlu khawatir, cepatlah pulang dan istirahat saja!” ujar Elena.“Terima kasih, berkat anda juga pelanggan restoran jadi semakin banyak,” ucap Jessica dengan senyum sinisnya.Elena mendekati Jessica dan membisikkan sesuatu yang tak terdengar olehku. Membuat senyum yang terukir di bibir Jessica seketika meredup, wajahnya
“Apa kalian sedang mencurigai istriku?” ucapku terkejut.“Sebenarnya ada banyak hal aneh dalam kasus ini, ada seseorang yang melapor, bahwa dia melihat kamu menaruh racun ke dalam anggur, tapi hasil penyelidikkan menunjukkan tak ada racun di dalamnya.”Aku bergeming sesaat, mencerna ucapan detektif Toni.“Chef Bastian, kenapa kau membuang anggur di botol itu?”“Hah?” aku terkesiap dan salah tingkah.“Karena kau mengira ada racun di dalamnya..” tatapan detektif Toni semakin membuatku gugup.Aku menarik napas dalam, berharap supaya lebih tenang.“Bukannya sudah kubilang, aku tak tau soal racun itu!” aku menyanggah tuduhan detektif Toni.“Jadi, kenapa kau begitu senang saat di rumah sakit? Sampai kau seperti ini..” detektif Toni memperagakan selebrasiku saat itu.“Ah, sebenarnya aku melepaskan kepenatan dalam hatiku, setidaknya aku senang karena sudah hilang satu hal yang mungkin bisa membuatku disalahpahami.” Akhirnya aku mendapat jawaban cemerlang untuk kuutarakan.“Masih terlalu dini