Perkataan yang keluar dari mulut Kiara sudah sangat keterlaluan. Tubuhku mendadak gemetar, takut jika harus berpisah dengannya."Kamu tidak boleh begitu, Kiara. Della masih membutuhkan kasih sayang orang tua yang utuh," ucapku mencoba untuk menenangkannya.Melihat penampilannya yang berantakan, aku bisa mengambil kesimpulan kalau dia sedang tidak baik-baik saja."Membutuhkan kamu bilang, Mas? Terus selama ini dimana kamu dimana, Mas?" teriaknya."Kamu bahkan sudah tidak pulang berhari-hari. Jangankan hanya sekedar menanyakan kabar, melihat Della saja kamu tidak pernah!" lanjutnya memaki.Ya, itu benar. Aku memang salah. Tapi bukan ini yang kuinginkan."Maafkan Mas, Kiara, maaf," lirihku memohon. Aku hanya berharap dia akan memaafkan aku dan kita kembali menjalani kehidupan seperti dulu lagi.Meksipun sekarang sudah ada kehadiran Sukma, tapi kau tetap istriku Kiara."Kau nikahi wanita yang bernama Sukma itu saja, Mas. Aku tidak berhak ada di Antara kalian. Ya, aku memang tidak seharusn
"Assalamu'alaikum."Suara salam kembali terdengar setelah Kiara dan Jasmin pergi. Kali ini tubuhku langsung bercucuran keringat.Tentu saja karena aku tahu siapa yang baru saja mengucapkan salam itu.Mama.Bagaimana jika dia bertanya tentang Kiara Della? Apa yang harus aku katakan? Kupikir semuanya akan berjalan dengan mudah. Tapi ternyata tidak seperti jalan tol."Bukannya jawab salam, kamu malah nyelonong begitu saja. Enggak sopan!" kesalnya ketika aku malah berjalan semakin cepat ketika mendengar koper Mama memasuki rumah."Em, enggak, Mah.""Kamu kenapa, sakit?" tanyanya sambil mengeluarkan beberapa paper bag dari dalam koper."Ini semua hadiah untuk anak perempuan Mama tercinta dan yang besar ini untuk cucu Mama yang paling cantik!" serunya sambil bernyanyi-nyanyi kecil.Baru saja beberapa detik, Mama pun langsung berjalan ke arah tangga. Sudah kupastikan kalau Mama pasti bermaksud untuk bertemu dengan dua orang yang baru saja disebutnya.Bagaimana jika Mama tahu Kiara, gadis yan
Mama menatapku dengan tajam setelah beberapa hari kepergiannya. Kini kita duduk berhadapan, benar-benar membuat diri ini canggung. Sekaligus merasa bersalah, takut kalau Mama akan segera mengetahuinya."Jelaskan apa ini!" ucap Mama tegas, sama sekali tidak ada tanda-tanda marah. Namun, jantungku malah berdetak tidak menentu."Apa, Ma?" tanyaku pura-pura tidak mengerti.Mama mengerahkan ponselnya yang berisikan deretan pesan di aplikasi chatting berwarna hijau.'Asslamu'alaikum, Ma. Maaf kalau Kiara baru bisa menghubungi Mama. Kejadian baru-baru ini sangat membuat Kiara terpukul, Ma. Kiara minta maaf kalau selama ini tidak bisa menjadi menantu Mama yang baik dan terima kasih atas segala yang sudah Mama berikan untuk Kiara. Termasuk segenap kasih sayang dan cinta Mama.''Ma, ternyata Kiara tidak bisa menjaga cucu Mama dengan baik. Karena Della sudah meninggalkan kita semua tepat ketika Mama pergi dari rumah karena urusan pekerjaan, tapi Mama tidak perlu khawatir, ya. Karena Della di mak
"Pulanglah, Mas dan jangan lupa untuk membawakan aku dan Della makanan," ucapnya lirih.Selama pernikahan, sifatnya baru-baru ini berubah. Padahal sebelum kehadiran Della, dia masih tetap normal. Meskipun kami baru menikah tiga tahun, ini adalah tahun terberat yang aku hadapi.Yaitu ketika harus menghadapi seorang istri yang hanya bilang 'ya' atau 'tidak'.Tapi setiap aku sedang bekerja, dering ponsel terus saja berbunyi. Siapa lagi kalau bukan Kiara. Bahkan rekan kerjaku mengatai kalau istriku punya sifat yang pencemburu.Berbeda dengan Sultan, bos sekaligus temanku. Dia paling mengatakan kalau mungkin istriku sedang membutuhkan bantuan. Tapi aku hanya menanggapinya dengan seulas senyum."Aku masih mau meeting. Kamu beli makanan saja diluar atau memasak."Meneleponku hanya untuk membawakan makanan? Tidak mungkin."Mas, aku mohon kamu pulang secepatnya, aku dan Della kelaparan," ucapnya yang terdengar sesenggukan.Apa aku percaya? Tidak.Aku memberikan uang yang banyak untuk ibu, tida
"Dari siapa ini?"Kutatap wajahnya dengan penuh rasa benci."Katakan!"Kiara masih tetap diam. Dengan keras, aku mencengkram kedua bahunya. "Cepat katakan?""Warung depan, Mas," jawabnya lirih."Kenapa kau bisa punya hutang sebanyak ini? Bukankah aku seringkali memberikanmu uang yang banyak?"Aku benar-benar hilang kendali, bagaimana bisa Kiara punya hutang sebanyak ini ke warung depan. Bikin malu."Aku hanya pesan perlengkapan Della, Mas," lirihnya tidak masuk akal."Apa katamu? Perlengkapan Della?""Iya, Mas.""Kau pikir aku akan percaya setelah beberapa hari aku kasih uang sebanyak sepuluh juta?"Suaraku menggema di ruangan ini.Emosiku memuncak."Kau tahu aku kerja keras bahkan tidak kenal lelah untuk memberikan uang yang banyak padamu, hah? Apa kau tahu?” "Tapi apa yang kudapatkan?"Kiara hanya terdiam sambil terisak. Air mata yang jatuh buliran, kini sudah tumpah. Tapi aku tidak peduli."Maafkan aku, Mas," lirihnya.Hanya itu kata-kata maaf yang bisa aku dengar, tidak ada kata
"Mama itu sama sekali enggak faham bagaimana cara kamu mengatur uang, Kiara. Padahal semua uang yang dititipkan Raksa sudah Mama kasih semuanya sama kamu."Aku yang sudah berdiri di depan pintu terkaget mendengar suara Mama dengan nada yang lumayan tinggi pada Kiara.Padahal sebelumnya belum pernah.Tapi syukurlah, ternyata Mamaku bukan mertua yang jahat seperti di novel-novel ataupun serial drama yang sedang ramai."Maafkan Kiara, Ma. Kiara tidak bisa menjadi istri yang baik."Kiara duduk bersimpuh di kaki Mama, dia mungkin tidak enak hati atas sikapnya belakangan ini. Apalagi tadi Mbak Eri juga menanyakan perihal hutang padaku.Sejak kapan Kiara berubah seperti ini?"Lalu kamu kemanakah uang-uang yang Mama kasihkan?""Padahal Mama malah suka memberikan uang lebih padamu, Kiara. Karena Mama tahu kalau susu Della sangat mahal."Kini Mama mulai mengontrol emosinya lagi."Maafkan aku, Ma," lirihnya lagi.Mama membuang napas kasar. Sepertinya kali ini sudah tidak bisa berbuat apapun. Apa
Kiara terlihat sangat kaget ketika melihatku sedang duduk tenang di samping Della, tapi aku harus kembali membuat dia tenang. Sebagai suami, tanggung jawabku tentu sangat besar terhadapnya."Kenapa Sayang? Apa kau lelah selama ini merawat rumah dan Della?" tanyaku baik-baik dan lembut.Aku mohon ya Allah, jangan biarkan emosi menguasai diri ini dan membuatku kehilangan kendali. Karena kutahu, tidak ada perbuatan yang baik jika diawali dengan yang tidak baik. Hanya uang yang ia hilangkan, menurutku masih berada dalam tingkat wajar. Ya, meskipun jumlahnya akan membuat orang-orang menggelengkan kepala.Kiara hanya menggeleng. Wajahnya dipenuhi dengan rasa ketakutan.Kudekati tubuhnya yang masih basah dan memeluknya dalam tubuhku. Tapi dia sama sekali tidak merespon. Hanya diam. Tapi getaran tubuhnya masih berasa.Tubuh yang dulu sangat enak untuk dipeluk, kini aku bagaikan memeluk sebuah tiang. Keras dan tidak ada reaksi."Kamu bisa memberitakan apapun yang kamu rasakan, Ara. Aku suamim
Aku mendekat ke arah wanita itu, tapi dia lebih dulu tersadar dan berjalan menjauhiku. Sekilas tadi aku melihat wajahnya. Tidak kenal, tapi terasa tidak asing.Segera aku berlari ke arah mobil dan mengejar wanita itu sampai ke jalan yang ramai. Dalam beberapa menit, dia berlari ke arah gang yang sempit yang membuat mobil tidak bisa mengikutinya.Dengan kecewa, aku kembali memutar arah dan pulang ke rumah."Aku butuh uang, Mbak Diyah. Untuk saat ini hanya sama Mbak aku berani pinjam."Terdengar suara panik Kiara dari dalam yang berhasil membuatku ikut panik juga. Untuk apa dia selalu meminjam uang?"Iya, Mbak. Aku mohon, Mbak. Aku yakin uang segitu bagi Mbak Diyah kecil. Tapi bagi saya sangat besar," ucapnya lagi.Sementara aku masih setia menjadi pendengar yang baik walaupun hatiku sudah panas dan ingin merebut ponsel itu untuk menghentikan aksi gila Kiara."Hanya lima juta saja, Mbak," lirih Kiara.Aku benar-benar tidak habis pikir. Baru saja malam kemarin aku memberinya lima juta. T