Alisha terkejut, buru-buru masuk lagi ke kamar Yeni. "Kamu kenapa?" tanya Yeni. Ia begitu heran saat melihat Alisha yang hampir tersandung saat memasuki kamarnya."Aku nggak sengaja ngelihatin orang di depan kamar ini. Dia marah." Ia melirik ke arah pintu untuk memastikan bahwa orang yang baru saja menegurnya tadi tidak mendatanginya."Mungkin kamu melihatnya tengah marahan sama suaminya. Dia sering begitu." "Aku nggak merasa melihat siapa pun. Bahkan perempuan yang marah tadi. Aneh aja dia bisa lihat aku." "Em, mungkin dia melihatmu di tempat yang kau nggak bisa jangkau," terkanya. Ia sempat berhenti mengemas pakaiannya ketika menjawab pertanyaan Alisha.Alisha memperhatikan pakaian Yeni yang berada di tas dan tas itu belum dikunci oleh Yeni. "Menurutmu ... Dani itu bagaimana?"Yeni menutup tasnya, kemudian meletakkan di lantai, siap untuk dibawa ke hotel. "Baik dan tegas. Kenapa kamu bertanya?" "Aku cuma mau tahu aja.""Loh, bukannya kalian saudara tiri, ya? Masa, nggak tahu?""
"Kamu nggak boleh bersikap begitu sama calon istrimu!" bentak ibunya Dani."Mama lebih bela dia daripada aku. Padahal aku juga belum setuju mau sama dia." "Tante, tolong bersabar. Banyak orang yang melihat kita," kata Melinda. "Ini semua karena kamu!" Dani membentak Melinda dan tegas menunjuk wajah perempuan itu sehingga kini banyak orang yang melihat ke arah Melinda. "Jangan bikin malu!" bentak ibunya sambil menepis tangan putranya.Dani menatap marah pada ibu dan calon istrinya. Setelah itu pergi. ***Dani tidak berbicara sama sekali pada ibunya semenjak terakhir kali mereka berdebat di restoran. Mereka telah tiba di rumahnya, tapi Dani sengaja mengabaikan kedua perempuan itu. Ia masih marah dan merasa tidak dianggap oleh ibunya.Lelaki ini termenung sendiri di dekat jendela kamarnya. Biasanya ia mendengar suara Alisha memanggil dirinya, kini justru Melinda yang datang dengan secangkir teh, berusaha untuk ramah padanya. Namun, Dani tidak peduli."Aku minta maaf karena sudah biki
"UPS, udah tersebar." Perempuan kejam ini tersenyum mengejek Alisha."Jahat!" teriaknya. Perempuan ini ingin mencakar wajah ibu tirinya, dan dengan derai air mata ia melupakan segala kekecewaannya."Alisha, tenanglah!" Dani segera memeluk Alisha. Alisha berusaha melepaskan tangan lelaki yang kini memeluknya. "Aku akan menghajar perempuan itu!" "Ingat kondisi bayimu," bisik Dani.Alisha sejenak terdiam, kemudian menangis. Ia membalas pelukan Dani. "Aku belum menyebarkan video itu, Lis," kata perempuan itu dengan nada jumawa. Alisha menatap tajam ibu tirinya. "Apa maumu, hah?" Perempuan penuh muslihat ini menatap lekat Alisha. "Aku ingin uang sebagai tutup mulut." Alisha yang telah dimakan kemarahan kini langsung menampar wajah ibu tirinya. Kini semua perhatian orang tertuju kepada perempuan itu. "Pergi kau!"Dani menatap puas. Ia memang ingin menampar wajah perempuan pembuat onar itu, tapi sebagai lelaki ia harus bisa menahan diri dari bertindak kekerasan terhadap wanita apalagi
Melinda duduk berhadapan dengan Dani di meja makan. Ia sesekali mencuri pandang pada lelaki itu. "Hari ini kamu harus mengajak Melinda berkeliling," kata Ibunya Dani.Dani segera menyudahi makannya. "Nggak bisa. Banyak urusan hari ini.""Kamu, kan bisa tunda dulu. Melinda baru datang dan kamu sudah sibuk dengan urusanmu sendiri."Dani mendesah jengkel. "Apa Mama nggak bisa ngajak dia jalan? Aku beneran sibuk, Ma.""Ish... sibuk apa, sih? Tunda dulu!" "Mama...," rengek Dani."Dia cuma sementara di sini." Ibunya melirik Melinda. Melinda tersenyum, tapi masih menundukkan kepalanya karena tidak ingin Dani menduga bahwa ia senang dengan pembelaan calon ibu mertuanya.Dani mendesah lagi. Kali ini ia juga menghembuskan napas kasar. "Oke. Kutunggu di mobil." Melinda tersenyum sambil memeluk ibu mertuanya. "Terima kasih, Ma.""Iya. Hati-hati di jalan, ya." Melinda menganggukkan kepalanya kemudian mendatangi Dani di mobil."Aku sibuk," kata Dani saat Melinda telah duduk di mobilnya."Oh, o
"D--dengar?" Alisha tergagap, ia mulai menduga-duga. "Tentang kamu dan dia," katanya dengan suara mendesis penuh penekanan."Maaf, saya nggak paham dengan maksudmu." Ia mencoba untuk menghindar, tetapi pundak kirinya segera dicengkeram oleh Melinda. Rasanya sakit sekali hingga perempuan ini merintih. "Tolong biarkan saya pergi, Bu! Masih banyak yang ingin saja lakukan." "Kamu nggak bisa pergi gitu aja. Cepat bilang!""Saya tidak ada hubungan dengannya kecuali di kantor ini--auh, sakit, Bu!" Ia mencoba menepis tangan perempuan itu, tapi Melinda malah menekan pundaknya lebih parah."Kalau nggak ngomong kamu begi terus.""Melinda." Melinda terkejut, ia segera berbalik dan menatap panik Dani yang tadi memanggilnya. Dani telah berada di depan pintu. "Apa yang kalian bicarakan?" tanya Dani.Alisha menggunakan kesempatan itu untuk pergi dari sana, dan sambil menahan sakit di pundaknya.Dani menoleh pada Alisha yang semakin menjauh darinya. "Apa yang terjadi?" Melinda segera tersenyum d
Alisha baru saja kembali dari kantor. Seluruh tubuhnya terasa remuk, apalagi ia harus merasakan mual yang mesti ditahannya agar tidak menimbulkan kecurigaan mereka. "Kamu mau makan apa?" tanya Yeni sambil melepaskan kemeja kerjanya."Aku lagi mau makan jelly keknya," ucapnya ragu-ragu sambil merenggangkan pergelangan tangannya yang lelah. "Ais, capeknya hari ini." "Baru pertama kali kerja, nanti juga terbiasa," kata Yeni sambil meraih ponsel di tasnya kemudian duduk di tepi ranjang. Siap memesan makanan. "Aku pesanin makanan ringan aja, ya? Kayaknya kamu lagi pengen ngemil.""Tapi... uangku nggak cukup," keluhnya. Ia memang tidak memiliki uang selain yang diberikan oleh Dani padanya tempo hari. Itu pun hanya beberapa ratus saja, hanya cukup bertahan hingga dua pekan dan bila ia tidak pintar-pintar berhemat, maka ia akan kelaparan. Yeni tersenyum. "Itulah enaknya kalau nginap di hotel atas perintah bos. Tenang saja, semua sudah ditanggung sama Bos Dani." "Tapi nggak enak, ah. Masa,
Melinda bersama ibunya Dani kini tengah berada di mobil. Mereka menyusul Dani. Seolah telah mengetahui rencana mereka, mobil Dani justru melaju hampir meninggalkan mereka."Mama!" seru Melinda. "Anak itu sepertinya sudah tahu maksud kita, Melinda," kata Ibunya Dani."Gimana, dong, Ma? Apa kita nyerah aja?""Nggak perlu. Kita harus tetap menyusul." Ibunya Dani segera menambah kecepatan mobil. Dani sebenarnya tidak menyadari keberadaan mereka, ia hanya tengah terburu-buru karena ingin segera pergi ke WC umum yang ada di sekitar pom bensin. Setelah tiba di pom bensin ia segera berlari ke WC. Mobil berhenti tepat di sekitar pom bensin. Melinda celingukan mencari sosok Dani dengan tatapannya. "Ngapain dia di sini kalau nggak lagi ngisi bensin?" gumam Ibunya Dani."Apa aku keluar aja, nyari Kak Dani-nya?" Melinda melirik calon mertuanya."Itu dia," kata Ibunya Dani."Lekas, Ma, jangan sampai ketinggalan!" perintah Melinda saat mobil Dani akan pergi. Mobil yang dikendarai Ibunya Dani se
"Dani, mamamu!" jerit Melinda. Dani segera memangku kepala ibunya yang berdarah. Ia menyesal telah membuat ibunya terluka. " Mama, bangun!""Ayo, bawa mama ke rumah sakit!" ajak Melinda. Dani seketika tersadar dari kesedihannya, ia yang panik segera membawa ibunya ke rumah sakit Parikesit Tenggarong. "Aku ingin menjenguknya," kata Alisha, tetapi Yeni segera menarik lengan kanannya sambil menggelengkan kepalanya. "Why?" Ia mengerutkan kening, heran pada larangan perempuan itu."Akan tambah runyam lagi urusannya. Mending kita menunggu kabar saja."Alisha sejenak terdiam, lalu ia membenarkan nasihat teman barunya itu. "Sebenarnya ada hubungan apa kau dengan Pak bos? Kenapa ibunya bos nggak kenal kamu dan kamu malah dituduh sebagai orang ketiga?" tanya Yeni. Perempuan cantik ini menatap Alisha penuh selidik.Alisha kebingungan. "Aku ....""Jangan-jangan kamu sama bos ada hubungan lain?" Alisha membalik tubuhnya, tak sanggup mengatakan kebenarannya. "Maaf," katanya sambil menelan luda