Aku sangat terkejut menyadari laki-laki itu adalah Mas Bayu. Dia menarik lenganku sambil berkata, "Bukankah aku sudah memperingatkanmu kemarin, mengapa kamu masih saja mendekati laki-laki lain?"
"Kita sudah bercerai. Mengapa kamu masih begitu peduli dengan urusanku? Bagaimana perasaan Sinta jika ia tahu kelakuan suaminya seperti ini?" tanyaku sembari melepaskan cengkeraman tanganannya di lenganku.
"Jangan bawa-bawa Sinta dalam masalah ini. Awas saja jika kamu masih saja mendekati Pak Hadrian, lihat apa yang akan aku lakukan," ancam Mas Bayu kepadaku.
"Kamu kira dengan kamu mengancamku, aku akan takut?" sergahku sembari tersenyum kecut.
"Aku akan memberitahukan pada Pak Hadrian siapa kamu sebenarnya. Kalau dia tahu wajah aslimu, mungkin dia tidak akan sudi melihatmu lagi,
"Kamu salah, aku sudah tahu siapa Naina dan aku tidak pernah menyesal," sanggah Pak Hadrian."Tapi Pak Hadrian tidak tahu wajah asli Naina kan?" tanya Mas Bayu."Aku bukan sepertimu yang semudah itu menceraikan seseorang. Aku ingin menikahi Naina bukan karena kecantikannya. Kau tau siapa aku, jika tujuanku menikahi seseorang hanya karena kecantikannya, aku tinggal memilih satu di antara para model peraga busana, mereka semua cantik," papar Pak Hadrian panjang lebar."Pak Hadrian akan menyesal …." Mas Bayu tidak menyerah untuk meyakinkan Pak Hadrian. Belum selesai dia berkata, lagi-lagi Pak Hadrian memotong perkataannya."Sudah selesai bicaranya? Pergilah atau aku akan memecatmu!" seru Pak Hadrian tidak sabar."Oh, jadi
Hampir setengah jam aku tidak mengacuhkan suara gaduh di luar kamar, tapi lama-lama aku tidak tahan juga. Aku berdiri untuk membuka pintu dan mendapati ibu dan Mas Bayu sudah ada di sana."Ibu, kenapa dia bisa masuk ke dalam rumah?" tanyaku sambil melirik Mas Bayu."Maafkan ibu, Naina," ucap ibu tidak berdaya. Aku tahu Mas Bayu pasti masuk dengan paksa."Kenapa kamu menghindariku? Bukankah kamu mencintaiku?" tanya Mas Bayu kepadaku dengan kepercayaan diri yang setinggi langit."Apa yang kamu bicarakan? Aku sudah melupakan masa lalu," tegasku sembari ke luar kamar dan menutup pintu."Itu tidak mungkin. Aku tahu kamu tidak mudah melupakan seseorang," ucap Mas Bayu masih dengan percaya diri.
"Kumohon jangan katakan padanya, tunggu sampai aku siap," pintaku kepada Hyuga. Aku tidak mau semua rencanaku berantakan. Mungkin semua orang menganggap aku bodoh. Wanita mana yang sanggup menolak laki-laki tampan dan kaya seperti Pak Hadrian? Namun, jika aku menerima Pak Hadrian urusannya akan semakin rumit.Aku dan Thalia baru saja baikan setelah sekian lama tidak bertegur sapa. Aku tidak ingin karena hubunganku dengan Pak Hadrian, Thalia kembali menjauhiku."Apa alasanmu tidak menerimanya?" tanya Hyuga penasaran."Aku tidak memiliki perasaan padanya," jawabku jujur. Aku memang mengagumi Pak Hadrian. Namun, perasaanku padanya hanya sebatas kagum sebagai bawahan pada atasannya, tidak lebih dari itu. Apalagi setelah perceraian dengan Mas Bayu, rasanya sulit untukku membuka hati kembali. Perceraian itu cukup me
"Kamu belum tahu? Seseorang telah membeli perusahaan ini dari Pak Hadrian," ucap Hanifah menjelaskan kebingunganku."Kamu serius, Fah? Kenapa terdengar begitu mendadak?" tanyaku terkejut."Sebenarnya sudah lama aku mendengar kabar ini. Sudah lama perusahaan ini akan dijual, Na."Penjelasan Hanifah masih menyisakan pertanyaan di hatiku. Apa alasan perusahaan ini dijual? Namun apa pun alasannya, aku senang mendengar kabar ini. Artinya aku tidak perlu resign, karena alasanku resign adalah untuk menghindari Pak Hadrian.Setelah ini aku akan membakar surat pengunduran diriku hingga hangus tak bersisa. Aku tersenyum lebar, nasib baik masih ada padaku. Aku tidak perlu susah-susah mencari pekerjaan baru, karena aku akan tetap bekerja di sini.
Diam-diam kulangkahkan kakiku mengikuti Hyuga. Aku berhasil mengikutinya sampai depan ruangan Pak Hadrian, tetapi tiba-tiba seseorang menghentikanku dengan menepuk punggungku dari belakang. Aku menoleh untuk mengetahui siapa orang itu. Saat aku kembali menoleh ke arah Hyuga, dia sudah tidak ada di sana.Aku mendengkus kesal sembari melotot memandang Hanifah. Dialah orang yang menggagalkan rencanaku barusan. Aku jadi kehilangan jejak Hyuga."Mau ke mana, Na? Ini sudah jam kerja," ucapnya sembari menarik lenganku."Saat sedang tidak ada Pak Hadrian, haruskah kamu bersikap seakan-akan kamulah atasanku?" Aku bersungut-sungut kesal. Dengan berat hati aku berjalan mengikuti langkahnya."Seharusnya kamu berterima kasih. Apa kamu tidak tahu kalau bos baru kita lebih galak dari p
Hari ini rasanya berbeda. Aku merasa lebih bersemangat. Mungkin karena ini adalah hari terakhir masa iddahku. Akhirnya ikatanku dengan Mas Bayu benar-benar terlepas. Aku merasa, lembaran baru dalam hidupku akan segera dimulai. Mas Bayu tidak akan bisa menggangguku lagi. Aku bangun lebih pagi dan membantu ibu memasak sebelum berangkat ke kantor. Seorang pemilik nama berinisial H masih saja terus mengirimiku bunga. Aku tidak peduli lagi siapa dia. Bunga pemberiannya selalu aku berikan lagi kepada orang lain. Terkadang kuberikan untuk Hanifah, terkadang untuk ibu, atau bahkan untuk Laelia. "Kamu kenapa, Fah?" tanyaku ketika melihat Hanifah seperti sedang gelisah. Sebentar-sebentar dia selalu menengok jam dinding di atas pintu, lalu pandangannya turun ke daun pintu. "Aku
Saat masuk ke dalam rumah, netraku menangkap sosok Hyuga sedang duduk di sofa ruang tamu."Kamu sudah pulang, Na? Mandilah terlebih dulu, setelah itu cepatlah ke sini," titah Ibu kepadaku sambil menyuguhkan teh hangat untuk Hyuga.Aku tidak pernah menyangka Hyuga datang ke rumah ini. Hatiku bertanya-tanya, apa yang dilakukan Hyuga di sini. Secepat kilat aku mandi, berdandan, lalu ke ruang tamu untuk mengobati rasa penasaranku."Kedatanganku ke sini untuk meminta putri ibu untuk menjadi istriku," ucap Hyuga.Jantungku tiba-tiba berdetak kencang sekali, sampai-sampai serasa mau keluar dari tubuhku. Aku tidak bisa mempercayai ini. Hyuga melamarku hari ini."Ibu mengucapkan banyak terimakasih atas niat baik Nak Hyuga, tapi Ibu ti
"Akhirnya dia kena karma juga," ujar Hanifah sembari terkekeh.Dalam hati, aku bertanya, "Bukankah Mas Bayu di bagian produksi? Mengapa dia ada di sini dengan memakai baju Office Boy?""Apa kamu tidak merasa aneh, Na? Mengapa tiba-tiba dia menjadi Office Boy? Apa ini ulah Hyuga?" tanya Hanifah seakan bisa membaca pikiranku.Aku mencerna pertanyaan Hanifah. Bisa jadi apa yang diperkirakan Hanifah benar. Kemarin Mas Bayu membuat ulah di depan Hyuga, dan sekarang Mas Bayu tiba-tiba turun jabatan. Bukankah semua itu bisa saja menjadi sebab dan akibat?Aku menggelengkan kepala, cepat-cepat kutepis pikiran konyol itu. Hyuga hanya pegawai baru di sini. Tidak mungkin dia punya wewenang menurunkan jabatan pegawai di sini.Aku sedang mengisi botol kosong dengan air mineral dari dispenser saat mendengar Hanifah berkata kepada Mas Bayu, "Tolong buatkan dua gelas kopi dan antarkan di ruang kerjaku ya."Hanifah tertawa puas setelah keluar dari ruang pantr