Share

DIKEJAR CINTA MANTAN SUAMI
DIKEJAR CINTA MANTAN SUAMI
Author: Leend Syahidah

Bab. 1

“Kamu aja lagi yang jadi nyonya di rumah kita Rin,” Damar mengejar langkah Arina yang akan pulang sore itu.

“Maaf mas, aku bukan selera, kamu!” Arina berlari menuju halte menghindari gerimis yang mulai turun di awal Januari tahun ini.

“Kita punya Davian kan, ayo kita  jalin kisah kita kembali Rin, saya mohon.”

Arina berbalik lalu tersenyum ke arah Damar Ganendra.

“Davian nggak tahu kalau punya papa, Mas. Di akte kelahirannya juga Cuma ada namaku sebagai orang tuanya.”

“Rin biarkan Davian merasakan keluarga yang utuh, punya papa dan mama!”

Rinai hujan mulai mengamuk, memerangkap dua sejoli yang dulu pernah menjadi mempelai dadakan.

“Ada ibu dan bapak yang jagain di rumah, beliau juga orang tua Davian Mas.”

Mendung semakin gelap diiringi gemuruh yang bertalu di langit yang tak lagi jingga.

“Beri saya kesempatan Arina!” Damar memaksa dengan wajah memelas.

Arina bergeming dengan netra yang mulai berkaca.

Hujan yang tak ramah sore itu menjadi saksi kisah dua insan yang dulu pernah satu namun terpisah karna orang ketiga, atau mungkin Arina lah yang orang ketiga itu.

Disini, di halte bis diiringi hujan yang nyaris badai, kisah cinta Arina dan Damar kembali dimulai setelah perpisahan mereka tiga tahun yang lalu.

Bab. 1

Davi, udah maem belum?” Arina berjalan ke kantor sambil menjepit ponsel diantara telinga dan bahunya. Di teleponnya bapak dan ibunya pagi ini untuk memastikan keadaan anaknya yang semalam terkena demam dan batuk. Musim penghujan sekarang membuat anak – anak banyak yang sakit.

“Udah Ma. Mama kapan datang?” suara khas anak laki – laki terdengar menggelitik telinga Arina. Dia sudah rindu ingin mendekap anaknya itu. Tiap habis gajian Arina akan pulang ke kabupaten tempat orang tuanya berdomisili, menjaga dan membersamai anak lelakinya yang dulu lahir tanpa diketahui papanya.

“InsyaAllah hari sabtu mama pulang ya sayang, Davi mau dibelikan apa?” Arina menuju tempat absen karyawan.

“Pizza macam waktu itu Mama sama mainan robot.” Suara Davi kembali mengalu merdu

“Mainan robot yang mana, Sayang?,” Arina coba mengingat mainan robot anaknya itu, seingatnya baru dua kali Arina membelikan mainan itu pada pedagang asongan di pasar yang dilewati bila hendak pulang.

“Yang macam om Alan bawa kemarin Ma, Davi mau warna birunya, om Alan kemarin bawain warna hitam.” Perkataan Davi mengingatkan Arina pada pria berprofesi sebagai PNS itu di salah satu OPD di kabupaten tempat mereka tinggal.

Sudah setahun ini Alan gencar mendekati Arina, pria 31 tahun itu berniat serius menjalin hubungan dengannya dan akan menerima Davian sebagai anaknya sendiri.

Namun status Arina yang seperti ini tentu saja membuatnya menjadi pribadi yang tertutup dan tak mudah menerima pria dalam hidupnya.

“Ya udah, Davi nanti tunggu mama ya, mama kerja dulu, buat ...?” Arina menggantung ucapannya.

“Buat beliin Davi susu sama mainan terus buat beliin kakek obat.” Begitulah Davian yang akan menyambung bila Arina sudah menggantung ucapan yang sudah jadi kebiasaan antara ibu dan anak itu.

“Pinter anak mama, kemarin bilang makasih nggak sama om Alan?,”

“Bilang, Mama.”

“Oke, Davi anak pinter, anak baik tunggu mama datang ya Nak, mama kerja dulu sayang. Daah.”

“Daah mama.”

“Assalamualaikum,”

“Waalaikumsalam Mama.”

Arina meletakkan ponsel dan memutuskan membuat segelas teh hangat, akan dibawanya ke ruang kerjanya.

Arina ini bekerja di perusahaan consumer goods sebagai staf administrasi yang akan mencatat stok barang dan menginfokan ke bagian purchasing.

Namun Arina tak menyangka bila ternyata perusahaan ini adalah bagian dari perusahaan dari mantan mertuanya dulu.

Lebih tak menyangka lagi bahwa manager purchasing dan pemasaran adalah mantan suaminya.

Namun Arina tetap berusaha profesional, seolah -olah tak mengenal manajer ini. Entah mengapa Damar memilih menjadi manager di kota kecil ini, bukankah dulu dia bekerja di ibukota provinsi pada perusahaan yang lebih besar.

Hawa dingin semakin menyeruak, kalau bukan karna tuntuan pekerjaan Arina sebenarnya ingin bergelung saja dibalik selimut.

“Bikin satu lagi buat saya Rin!” Damar muncul dari belakang Arina dan membuat Arina terjengkit kaget.

“Astagfirullah, Pak, ngagetin!” Pekik Arina.

Damar tersenyum tanpa rasa bersalah.

“Tolong bawain sekalian ke ruangan saya Arina.” Suara pelan Damar membuat Arina gugup sesaat.

Tanpa menunggu persetujuan Arina, Damar berlalu kembali ke ruangannya karna karyawan lain sudah mulai berdatangan.

Kenapa pula harus menyuruh Arina, sedangkan ada OB khusus untuk membuatkan minum bagi para bos di kantor ini dan ruangan Damar yang terletak di lantai tiga sedangkan Arina di lantai dasar.

“Dasar mantan rese’.” gumam Arina jengkel namun tetap dibuatkannya teh untuk pak Damar dengan takaran gula seperempat sendok, tentu Arina masih ingat dengan takaran itu.

“Permisi, Pak, ini tehnya!” Arina masuk ke ruangan Damar dengan nampan the ditangannya. Sebisa mungkin dicobanya bersikap biasa saja. Namun begitu tetap saja tak bisa. Bagaimana pun profesionalnya bila dimasa lalu pernah ada hubungan, apalagi tentang hati maka kepingan kenangan itu tetap akan tertinggal.

Dinginnya cuaca diluar ditambah pendingin ruangan membuat Arina ingin segera berlalu dari hadapan Damar, namun saat berbalik Damar telah mengunci pintu dengan gerakan yang cepat tubuh mungil Arina telah terperangkap antara dinding dan tubuh besar Damar.

“Ba-Bapak mau ngapain?”

Bersambung...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Adelia Zakia Putri
mantab bner niech
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status