“Apa dan bagaimana aku memperlakukan anak aku sendiri itu urusan aku! Kamu Cuma perlu nurutin apa yang aku perintahin!” Di tengah perdebatan mereka Kiara datang dan merengek.“Ma-Mama! Kia kapan sekolah? Kia bosen Ma di rumah terus!”“Kamu denger kan Mas? Kalau kamu kayak gini terus, kamu bukan cuma ngerugiin diri sendiri tapi juga aku dan anak aku!”“Alah, gitu aja repot! Kamu tinggal telpon gurunya bilang Kiara sakit kek atau pulang kampung atau apa gitu terserah kamu! Pokoknya Kiara belum boleh sekolah,” tegasnya memberi peringatan.“Mas, enak banget kamu ngomong ya. Ini masalah pendidikan bukan main-main, kalau Kiara ketinggalan pelajaran gimana?”“Ya elah, masih SD juga kan. Pelajarannya kan masih pelajaran dasar jadi masih bisa belajar di rumah, memangnya kamu mau polisi sampai melakukan penyelidikan dan mengetahui siapa saja yang punya hubungan dengan aku dan tiba-tiba dia ke sekolah Kiara gimana?” Bima berusaha menghasut Jihan.“Lancar ya kamu ngancem aku tiap hari
“Mas udah bosen dengerin ocehan, Mama! Pasti ada masalah sama rahim kamu!” “Mas … Mas kan udah tau sendiri hasil dari dokter. Aku sehat kok Mas,” ucap Aisyah membantah. “Kalau sehat mana buktinya? 4 tahun kita menikah kamu belum hamil juga!” jawab Bima kecewa. “Mama pasti ngerti kok, asal Mas bisa ngasi pengertian juga ke Mama.” “Aku kalau jadi Mama bakalan sama juga, kok. Kamu lihat di luar sana teman-teman Mama semuanya udah gendong cucu,” ucap Bima seraya menyindir. “Mas kok jadi banding-bandingin aku gini sih? Mas kira aku juga nggak pengen punya anak. Di kondisi kayak gini aku yang paling sedih harusnya Mas support aku,” sahut Aisyah sembari meneteskan air mata. “Aku harus support kayak gimana lagi? Kuping aku tuh panas tiap pulang kerja dengerin Mama minta cucu mulu, aku tuh capek punya istri kayak kamu!” ucap Bima lancang. Aisyah yang mendengar perkataan menyakitkan dari suaminya itu lantas menangis tersedu dan meninggalkan Bima di tengah percakapan yang sedang ber
“Mulai hari ini dan seterusnya kamu nggak usah buatin Mas bekel kerja lagi,” ujar Bima datar.“Emang kenapa, Mas?”“Kalau dibilang nggak usah ya nggak usah, lagian kan kasian kamu repot tiap pagi nyiapin bekel. Aku kan masih bisa beli di luar.”“Tapi, Mas aku nggak pernah ngerasa direpotin, kamu kan suami aku dan itu emang udah kewajiban aku sebagai istri kamu.”“Dan patuh sama perintah suami juga kan kewajiban seorang istri, bener nggak?” tanyanya menegaskan.Aisyah menarik napas dalam, “Iya, Mas.” Bima bergegas berangkat kerja sedangkan Aisyah segera bersiap-siap ke luar rumah sebelum teman-teman mertuanya datang.“Ma, semuanya sudah Aisyah siapin. Aku pamit ya.” Aisyah bersalaman lantas pergi Aisyah sudah lama diperlakukan menjadi orang asing hanya karena ia belum bisa memberikan keturunan untuk keluarga Bima meskipun demikian ia tak pernah menceritakan kepedihannya itu sedikit pun pada kedua orang tuanya. Perempuan malang itu berusaha sendiri mencari berbagai pe
Tepat pukul 10 malam handphone Bima berdering, namun Bima terlalu hanyut dalam tidurnya. Aisyah pun tersadar akan dering handphone Bima yang terus saja berbunyi.“Siapa sih?” gumam Aisyah.“Jihan (membaca nama kontak yang menelepon).”Mata Aisyah terbelalak ketika menyadari siapa gerangan yang menelepon suaminya sedaritadi, “Ngapain Jihan nelepon Mas Bima malam-malam? Hmm … mungkin karena hp aku matikali ya makanya Jihan nelepon ke Mas,” gumamnya dalam hati. Aisyah kembali meletakkan handphone Bima di meja dan membiarkannya karena sudah larut malam. Tak lama kemudian handphone Bima kembali berdering, kini Aisyah tak berusaha untuk mengangkatnya lagi dan beralih membiarkannya, namun hal yang tak disangka terjadi Bima beranjak dari tidurnya dan segera mengangkat telepon. Aisyah dengan perasaan penuh tanya hanya bisa memperhatikan suaminya itu dari tempat tidur dan berpura-pura tidak melihatnya. Bima merogoh jaket dari lemari, tampak berkemas-kemas kemudian beranjak pergi d
Pagi ini Aisyah mengepel lantai ruang tamu dan ia tak sengaja melihat suaminya dengan mertuanya di kamar tampak membicarakan hal yang serius. Bima menghampirinya, “Ya, selesai bersih-bersih kamu ke kamar ya. Ada hal penting yang Mas mau omongin ke kamu.” “Iya, Mas.” Aisyah bergegas menyelesaikan pekerjaan rumahnya. “Mas mau ngomong hal penting apa?” tanya Aisyah penasaran. “Pagi ini sebentar lagi Mas mau ke kantor, tapi ada hal penting yang Mas nggak bisa lakuin jadi kamu tolong bantu ya.” Aisyah tampak sumringah karena akhirnya suaminya mengeluarkan kalimat minta tolong lagi padanya setelah sekian lama, “Minta tolong apa, Mas?” Bima menyodorkan secarik kertas pada Aisyah yang berisikan beberapa catatan di dalamnya, “Tolong kamu siapin barang-barang yang ada di catatan itu, kalau bisa barangnya harus ada sore ini juga,” jelas Bima. “Mas, kamu nggak salah ngasi aku catatan?” tanya Aisyah kebingungan. “Kamu pikir saya ini bodoh apa, itu catatan saya yang tulis semuan
Aisyah dari kemarin tampak murung dan sesekali mengurung diri di kamar, ia bahkan seharian tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Hati wanita malang itu sudah benar-benar hancur sekarang, padahal ia masih mempunyai harapan yang sangat besar bahwa ia akan memiliki anak dari suaminya, namun seketika rasanya harapannya pupus dalam semalam kini suaminya justru memilih untuk menikahi wanita lain yang diharapkan bisa segera memberikan suaminya keturunan.“Bisa-bisanya kamu seharian malas-malasan, ya! Hari pernikahanku udah besok banget ini, bantuin dong,” ucap Bima dengan teganya.Aisyah masih mematung dan mengabaikan perkataan suaminya itu.“Yaya! TULI KAMU YA!” pekik Bima.“Belum puas juga kamu siksa aku, Mas! Setelah apa yang kamu lakukan ke aku selama pernikahan ini dan sekarang kamu masih mau siksa aku, dengan nyuruh aku buat ngurus pernikahan suaminya sendiri yang udah jelas-jelas aku masih hidup!”“Kamu mau jadi istri durhaka ya!” timpal mertua Aisyah.”Ha? Aku istri durhaka Ma? Nggak
Hari ini tibalah hari pernikahan Bima dan Jihan, sampai detik ini pun Aisyah si wanita malang itu masih terus menyembunyikan masalah rumah tangganya dengan kedua orang tuanya, tak sedikit pun ia bercerita tentang semua hal yang sudah terjadi. “Kasian ya Aisyah, padahal dia masih hidup tapi suaminya malah nikah lagi.” “Iya, kasian banget. Amit-amit deh bu, semoga suami-suami kita nggak ada ngelakuin aneh-aneh.” “Katanya sih, denger-denger Bima nikah lagi karena si Aisyah mandul.” Desas-desus sekumpulan ibu-ibu yang datang ke acara pernikahan itu sedang menggosipkan Aisyah tak sengaja terdengar oleh wanita malang itu dan tak terasa air mata Aisyah terjatuh, bukan karena suaminya menikah lagi melainkan karena berita ia belum bisa mempunyai seorang anak sudah sampai ke telinga tetangga. Meskipun demikian, Aisyah tetap menabahkan hatinya hingga hari ini, ia masih tampak tegar membantu persiapan pernikahan suaminya sendiri, padahal bagi seorang istri menerima kenyataan suamin
Satu minggu telah berlalu, setelah ia memutuskan untuk menyewa kontrakan sementara, akhirnya Aisyah menyudahi pikiran keras kepalanya untuk memberanikan diri pulang ke rumah orang tuanya, Aisyah bergegas mengemasi barang dan membulatkan tekad untuk segera beranjak dari Jakarta ke Surabaya. Aisyah lekas berangkat ke stasiun kereta api, sembari menunggu kedatangan kereta ia duduk sejenak dan mulutnya terus komat-kamit seperti sedang menghapalkan sesuatu. “Pak, Bu maafkan Aisyah baru cerita … ah bukan.” “Bu, Yaya tau Ibu pasti kecewa … nggak-nggak gitu!” Aisyah sibuk menghapalkan kata apa yang harus ia ucapkan untuk menjelaskan apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. “Huek … huek … huk (segera menutup mulutnya).” Aisyah tiba-tiba mual Wanita malang itu berlari ke toilet, “Duh, kenapa ya (sembari menyentuh keningnya) enggak anget kok, apa karena belum sarapan ya.” Aisyah tak terlalu memikirkan terlalu jauh tentang hal ini, karena ada hal lain yang s