Keadaan kacau yang terjadi di depan restoran itu, membuat beberapa orang yang keluar dan masuk ke restoran tersebut memandang ke arah Andrew, Reza dan seorang sekuriti yang mendengar penjelasan dari kedua belah pihak yang tengah berselisih paham atas seorang wanita yang berada dalam dekapan Andrew.
“Pak satpam, wanita ini anak dari bos saya. Tolong, tahan lelaki ini untuk nggak membawa wanita ini ke dalam mobilnya!” seru Reza menghalangi langkah Andrew yang akan membawa masuk Luna ke dalam mobilnya.“Maaf Pak, saya nggak bisa menahan Tuan ini untuk membawa wanita yang diakui sebagai istrinya. Karena mereka memang datang berdua ke restoran ini. Justru Bapak yang harusnya jangan menghalangi Tuan ini," jawab satpam kala melihat penampilan Reza yang sederhana dibandingkan Andrew yang terlihat necis.Melihat Luna yang dipaksa masuk ke mobil oleh Andrew, membuat Reza tak dapat berbuat apa-apa. Hingga ia berinisiatif menghubungi putranya untuk bisa menghalangi langkah Andrew membawa Luna yang dalam keadaan tidak sadarkan diri.“Devan! Cepat kamu ke lobby restoran. Bantu Papa!" pekiknya keras dan menutup panggilan telepon tersebut kala dilihat Andrew telah meletakkan tubuh Luna pada bagian belakang mobilnya. Lelaki tampan itu bergegas menuju pintu pada bagian setir mobil tersebut.“Tolong Pak! Jangan kasih mobil ini jalan. Tolong Pak!" teriak Reza menghalangi mobil Andrew usai melihat tubuh Luna dibaringkan di belakang mobil dengan menahan pintu bagian belakang mobil Andrew.Devan, putra Reza yang melihat papanya menghalangi sebuah mobil dengan menahan pintu bagian penumpang untuk tidak tertutup, tersadar atas situasi genting yang terjadi pada putri sang bos. Apalagi Devan juga mendengar apa yang menjadi perbincangan antara papanya dan Subroto. Maka dari itu, dengan sigap Devan meraih tubuh Luna yang ada di bagian bangku belakang mobil dengan membopongnya. Andrew yang tak menyangka lelaki yang menghalanginya membawa seorang pemuda untuk mengangkat tubuh Luna keluar dari mobilnya pun, mengejar Devan yang membopong tubuh Luna.“Hey! Brengsek...! Lepaskan istriku! Satpam! Tangkap lelaki itu!” teriak Andrew berlari mengejar Devan yang membopong tubuh Luna.Devan yang dikejar oleh Andrew pun, meletakkan tubuh Luna di sisi taman yang berisi rerumputan. Kemudian, tak dapat dielakkan kedua lelaki itu saling baku hantam. Devan yang lebih muda dan bertenaga dari Andrew mampu melakukan pukulan ke wajah Andrew hingga membuat lelaki tampan itu terjungkal.Bugh! Bugh!"Aduh! Satpam! Tahan lelaki ini!" teriak Andrew dalam posisi di tanah memegang wajahnya yang terkena bogem mentah.Melihat lelaki yang dipastikan melakukan kejahatan pada putri bos papanya, membuat Devan semakin garang dan menendang bagian perut Andrew hingga lelaki itu memegangi bagian perutnya."Aakh...! Tolong...!" jeritnya.Sampai akhirnya, dua orang satpam menghentikan perkelahian di antara mereka. Bersamaan dengan itu, Reza yang menghubungi Subroto saat Devan tengah terlibat baku hantam dengan Andrew menyalakan speaker pada ponselnya dan meminta kedua satpam yang memegang tubuh anaknya yang telah melakukan pemukulan pada Andrew untuk mendengarkan suara Subroto.“Malam Reza, apa terjadi sesuatu dengan putriku?” tanya Subroto cemas.“Maaf Pak, saat ini Nona Luna nggak sadarkan diri dan lelaki yang bersamanya akan membawanya pergi. Silakan Bapak bicara dengan satpam dan lelaki yang bersama Nona Luna,” ucap Reza dengan menyalakan speaker pada ponselnya dalam posisi satpam telah melerai perkelahian Andrew dan Devan.“Apa! Mana lelaki yang membawa putriku!” teriak Subroto panik atas kondisi putri semata wayangnya.Devan yang telah dilepas oleh kedua satpam pun, menghindari kerumunan pengunjung yang ingin tahu duduk masalahnya dengan kembali membopong tubuh Luna yang masih tak sadarkan diri ke dalam mobil, ketika Reza tengah berbicara dengan Subroto dalam sambungan telepon.Sementara Andrew yang tak menduga kalau aksinya ketahuan sebelum menjalankan rencananya, mau tak mau menerima telepon yang disodorkan oleh Reza."Ini bicara!" ucap Reza penuh emosi.“Malam Om, maaf sebelumnya. Sepertinya ada salah paham antara saya dan orang kepercayaan Om. Begini Om..., Luna saat ini lagi mabuk berat. Maka dari itu, rencananya saya akan antar ke rumah," dalih Andrew.“Kamu nggak perlu antar putriku! Putriku nggak pernah sekalipun minum alkohol! Jadi nggak mungkin dia akan mabuk! Perlu kamu ingat! Kalau sampai terjadi sesuatu dengan putriku..., aku pastikan seluruh keluargamu akan menderita! Camkan itu!” ancam Subroto dengan suara menggelegar dan bergetar saat dirinya meyakini terjadi sesuatu dengan putri semata wayangnya.Beberapa orang yang mendengar suara pada ponsel yang dinyalakan speaker nya memandang curiga pada Andrew, begitu juga dengan satpam yang hampir saja membiarkan lelaki tampan itu membawa wanita yang bukan istrinya.“Baik Om," ucap Andrew lemas, seraya memberikan ponsel tersebut pada Reza dan bergegas masuk ke dalam mobilnya sebelum satpam dan beberapa orang mencurigainya sebagai penculik.Akhirnya, Luna yang sengaja diberikan obat bius oleh Andrew terselamatkan oleh aksi Reza dan putranya yang juga mendapatkan informasi dari orang kepercayaan Subroto lainnya yang menyelidiki latar belakang Andrew.Setelah itu, Reza bersama putranya membawa Luna ke rumah sakit swasta sesuai dengan perintah Subroto. Kemudian, mereka bertemu di rumah sakit tersebut saat jam menunjukkan pukul sembilan malam.Sekitar pukul sebelas malam, Luna yang telah terbebas dari obat bius membuka matanya perlahan dan memandang ke arah dinding pada bilik tindakan di ruang UGD pada rumah sakit tersebut.Subroto yang merasakan genggaman tangan putrinya pun, berkata lirih dengan rasa cemas yang masih tergambar pada raut wajahnya.“Luna sayang...,” ucap lirih Subroto memegang jemari putrinya.“Papa..., hikss...,” tangis Luna pecah saat dirinya mendengar suara Subroto yang berada di kursi roda pada sisi kanan dari tempat tidur di ruangan itu.“Sayang maafkan Papa..., hampir saja lelaki jahanam itu memperdayai kamu,” parau suara Subroto masih memegang jemari lentik putrinya dengan berurai air mata.“Papa jangan menangis..., Luna yang dibutakan oleh kelicikan lelaki jahat kiriman tante Jessica. Untung saja Allah melindungi Luna. Paa ... apa bisa Luna bicara dengan om Susetyo?”“Dicky!” panggil Subroto pada seorang ajudannya yang selalu menemaninya kemana pun dirinya pergi.Dicky masuk ke dalam bilik tindakan di UGD dan memberikan ponsel sang bos. Setelah itu, lelaki yang bernama Dicky kembali keluar.Dengan tangan gemetar Luna menghubungi adik bungsu papanya. Beberapa saat kemudian, terdengar sahutan dari panggilan teleponnya. “Malam Mas,” sapa Susetyo dalam sambungan telepon milik Subroto.“Om, ini Luna...,” ucapnya lirih menahan sakit hati dan kepiluan saat akan memberitahukan pamannya sendiri atas perselingkuhan yang terjadi pada istri dan lelaki yang dijodohkannya.“Luna, ada apa? Papa kamu baik-baik saja, kan?!” tanya Susetyo kuatir saat mendengar suara Luna lirih dan melihat panggilan dari ponsel Subroto.“Papa baik-baik saja Om. Maaf, bila berita ini mengejutkan Om. Luna hanya ingin memberitahukan, kalau lelaki yang dijodohkan tante Jessica hampir berbuat jahat sama Luna. Dia juga ternyata, Selingkuhan tante Jessica, Om!" tegas ucap Luna tanpa bisa menahan berita itu.“Apa! Nggak mungkin! Kamu jangan mengada-ngada Luna!” bentak Susetyo saat mendengar perselingkuhan istrinya secara langsung dari keponakannya.Setelah itu, terdengar suara seorang wanita disisi Susetyo. Sesaat kemudian, Jessica yang terbangun dari tidurnya pun, meraih ponsel suaminya dan menyerang Luna dengan kata-kata kasarnya.“Dasar perawan tua! Dijodohkan dengan lelaki baik-baik malah menuduh aku berselingkuh dengan keponakanku sendiri. Aku rasa kamu itu sudah sakit jiwa. Ingat! Jangan fitnah keluargaku kalau kamu nggak suka dengan lelaki pilihanku! Aku memang dekat dengan Andrew.Tapi..., itu sebatas Tante dan keponakannya! Paham kamu!”“Tante! Aku jelas mendengar apa yang dikatakan lelaki bajingan itu! Dia sengaja membiusku untuk menghancurkan hidupku. Untung saja, banyak orang baik di sekeliling kami. Jadi, mulai saat ini aku dan papa nggak akan menganggap kalian keluarga kami!” balas Luna dengan tegas seraya menutup sambungan telepon tersebut.Sesudah memberitahukan perselingkuhan yang tak diakui oleh Jessica dan tak dipercaya oleh Susetyo, Luna pun, menangis sesenggukan kala teringat kembali kejadian yang menimpanya.Dengan hati hancur, mereka berdua menangis bersama tanpa ada kata-kata yang mampu menjabarkan perasaan sedih bercampur sakit atas kejadian yang menimpanya. Sampai akhirnya, Reza yang melihat putranya sangat lelah tertidur di kursi panjang rumah sakit, meminta izin pada Subroto untuk pulang ke rumahnya.“Permisi Pak, saya izin untuk pulang,” izin Reza dari luar bilik tindakan pertama di UGD tersebut..“Reza ... Masuklah!” perintah Subroto padanya.Reza masuk dan menganggukkan kepalanya pada Luna yang masih terbaring lemah sebelum dipindahkan ke ruang perawatan.“Pak Reza, terima kasih sudah menyelamatkan saya,” ucap Luna lirih memandang Reza yang beberapa kali menganggukkan kepalanya.“Sama-sama Buu..., semoga Bu Luna cepat pulih. Semua yang saya lakukan atas perintah pak Subroto. Bukan karena saya, Buu. Saya hanya sebatas menjalankan perintah bapak,” ucap Reza menoleh ke arah Subroto.“Reza pulanglah ... Kasihan juga putramu belum pulang selepas kuliah. Sampaikan juga ucapan terima kasih kami pada putramu,” ujar Subroto.Setelah itu, Reza pulang ke rumahnya saat jam menunjukkan hampir pukul dua belas malam dengan rasa lelah yang teramat sangat bersama sang putra kesayangannya. Namun, hatinya begitu bahagia karena bisa membantu orang yang sudah berjasa kehidupan keluarganya dengan bekerja di perusahaan milik keluarga Subroto sebagai HRD.Amrita yang mendengar kelicikan Regina menunggu kedatangan Regina ke rumah. Tak disangka, kalau Regina pulang bersama Silvi dan Regina yang diberikan tumpangan oleh Silvi, mengajak mantan pacar Devan untuk mampir ke rumahnya.“Ayo masuk Kak Silvi, silakan duduk. Aku panggil Mama dulu,” ucap Regina.Tak berselang lama, Amrita muncul ke ruang tamu dan menyalami Silvi dan Regina menyuguhkan minuman serta duduk pula di ruang tamu.“Silakan diminum,” sambut ramah Amrita.“Iya Tante, terima kasih,” jawab Silvi tersenyum manis dan menikmati minuman yang telah disajikan Regina.Setelah itu, Regina bercerita panjang lebar tentang pertemuan tanpa sengaja dengan Silvi. Walaupun, Amrita sangat paham karakter Regina sang putri yang tidak menyukai Luna dan berharap Silvi menjadi iparnya, kelak.Namun, Amrita yang merasa berhutang budi dengan keluarga Luna dan mendengar bagaimana putranya, Devan mencintai Luna serta adanya calon bayi sebagai pengingat cinta mereka, langsung bertindak tegas atas kein
Bab 51 : Sentuhan Devan Devan yang merasa ada kejanggalan pada pertemuannya dengan Silvi langsung menarik tangan Regina adiknya. “Kamu yang sengaja minta Silvi ke sini kan?” “Apa sih maksud Kakak? Aku nggak ada hubungi kak Silvi. Memang nggak boleh kalau orang ke Mal dan ketemu sama Kakak?!” tanya Regina kesal.“Dengar! Kakak tahu kalau kamu nggak suka sama Luna. Tapi, bukan berarti kamu bertindak seperti ini!” bentak Devan pada adiknya.Silvi yang melihat Regina terus dibentak di muka umum langsung meraih tangan Regina dan memeluknya seraya berucap, “Devan..., kamu itu memfitnah adimu di depan umum. Memang salah kalau aku bertemu kamu di tempat umum? Jangan salahkan Gina dong.”Devan memandang tajam ke arah Silvi dan berkata, “Ya bisa jadi kamu yang minta adikku untuk melakukan pertemuan yang nggak jelas seperti ini. Karena adikku nggak punya pemikiran picik seperti kamu!” tuding Devan yang saat ini tengah stres menunggu keputusan Luna dan merasakan kerinduan pada diri Luna.“Kamu
Regina yang punya rencana untuk mempertemukan Devan dan Silvi, tampak telah berdandan rapi. Regina keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu Devan. Tok ... Tok ... Tok ... “Kak Devan ... Kak, jadi kita keluar kan? Kak...,” panggil Regina diluar kamar Devan. Tidak mendapat tanggapan dari sang kakak, membuat Regina membuka pintu kamar Devan dan mendapati sang kakak tertidur pulas hingga Regina pun membangunkan Devan. “Kakak! Bangun...! Gimana sih..., ngomongnya mau jalan keluar,” rajuk Regina mengguncang-guncangkan tubuh Devan. Dengan memicingkan matanya dan menggeliat kan tubuhnya Devan memandang ke arah sang adik yang duduk disisi tempat tidurnya dan bertanya padanya. “Ada apa sih, Gina...” “Tadi Kakak ngomong mau jalan keluar. Ayolah Kak..., sekarang udah jam 6 sore. Cepatlah Kak...,” ujar Regina memandang wajah tampan sang kakak yang sesekali menguap. “Udahlah besok aja Gina..., Kakak lagi malas nih,” jawab Devan menolak ajakan adiknya. Mendengar jawaban Devan jelas mem
Devan yang pulang ke rumahnya, disambut oleh Amrita dan diberondong oleh banyak pertanyaan perihal hubungan putranya dengan Luna yang kini telah hamil. “Gimana kondisi Luna, Devan...? Apa dia baik-baik aja? Apa dia muntah-muntah?” Tanya Amrita ketika melihat Devan dan duduk di meja makan. “Luna baik Ma. Dia sudah pulang ke rumahnya. Hmmm..., sepertinya dia ingin tenang dan katanya Dev nggak usah ke rumahnya. Kalau ada apa-apa nanti dia yang akan hubungi Devan,” ucap Devan terdengar sedih. “Kok begitu? Apa dia marah sama kamu? Bukankah selama ini kamu terus yang menjaga dia?” tanya Amrita. “Dia nggak marah. Mungkin ingin lagi sendiri aja...,” jawab Devan kembali. Amrita menganggukkan kepalanya sementara adik Devan yang bernama Regina, menyambut kedatangan sang kakak ke rumah dengan bahagia karena, Regina yang sejak awal tidak setuju sang kakak menikahi Luna, diam-diam mencuri nomor telepon Silvi dan beberapa kali bertemu di luar dengan teman kampus kakaknya. Bagi Regina, Luna
Luna berjalan menuju kamar Subroto. Perlahan ia membuka pintu kamar sang papa. Terlihat Dicky sang ajudan duduk pada sebuah kursi di sebelah tempat tidur Subroto. Dengan langkah pelan, Luna menghampiri Dicky yang terlihat tertidur dalam duduknya. Namun, saat Luna kian mendekati tempat tidur Subroto, secara refleks Dicky langsung berdiri dan sigap memandang ke arah langkah Luna yang perlahan. “Maaf Non Luna, saya pikir siapa,” tutur Dicky mengangguk kecil dan menarik kursi yang tadi didudukinya saat berada di sisi Subroto. “Gimana kondisi Papa, Pak?” tanya Luna menatap lurus pada Subroto yang menggunakan selang oksigen dan terlelap dalam tidurnya. “Dua hari ini Tuan agak sesak napas. Sepertinya Tuan terlalu berpikir keras atas diri Nona. Semalam sama sekali Tuan tidak bisa tidur. Karena itu, mengalami sesak napas.” Dicky melaporkan kondisi Subroto. Luna yang melihat kondisi Subroto kian melemah duduk di sisi tempat tidur sang papa dan memegang jemari tangan yang kian tak berisi
Hari ini adalah hari terakhir, Luna berada di rumah sakit. Wanita cantik yang tengah hamil muda itu telah pulih dan sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Devan dengan keluguannya bertanya pada Luna.“Luna, lebih baik kamu jangan turun dari tempat tidur. Aku takut terjadi sesuatu hal dengan dirimu,” pinta Devan.“Dev, santai aja. Kalau infus ditangan sudah dilepas berarti aku udah bisa jalan dan semua akan baik-baik saja,” ucap Luna yang bangun dari tempat tidur.Namun saat kaki jenjangnya akan menyentuh tanah, Devan lalu mencegahnya, “Stop. Kamu mau kemana? Luna ... Serius aku nggak akan membiarkan kamu jalan kemana pun.”“Ya ampun Dev. Aku mau ke kamar mandi. Aku udah diperbolehkan jalan. Udah, kamu tenang aja,” jawab Luna tetap menurunkan kakinya.Namun, tiba-tiba Devan meraih tubuh Luna dan membawanya ke kamar mandi di rumah sakit tersebut dan meletakkan wanita cantik tersebut tepat di depan kloset kamar mandi.“Dev! Kamu ini terlalu lebay!” sungut Luna saat Devan telah menurunkann