Share

Bab 2 : Musang berbulu Domba

Sejak pertemuan pertama antara Luna dan Andrew sebulan lalu, hubungan keduanya semakin dekat. Luna yang selama ini mengambil jarak pada beberapa lelaki yang mendekatinya, mempunyai penilaian baik pada diri Andrew. Terlebih, selama satu bulan ini tak pernah sekali pun, Andrew lupa mengirimkan hadiah berupa bunga segar atau mengirimkan makanan kecil ke kantor Luna. Seperti hari ini, Andrew mengirimkan buket bunga segar dengan menyelipkan kata-kata cinta untuk Luna, hingga wanita cantik itu kian merasa yakin, kalau Andrew adalah lelaki yang selama ini dicarinya. Seorang lelaki yang nyaris sempurna dimatanya.

[Luna sayang, bunga yang aku kirim tidaklah secantik hatimu, namun aku yakin keindahan dirimu secantik bunga yang aku kirimkan padamu]

Luna telah ratusan kali membaca tulisan puitis Andrew yang memabukkan jiwanya.

"Baiklah, aku akan tetapkan hatiku untuk Andrew. Aku sudah merasa nyaman sama dia. Kalau satu atau dua bulan lagi dia melamarku, pasti akan aku terima," ucapnya bermonolog.

Saat dirinya tengah tersenyum sendiri dan membayangkan wajah tampan Andrew, terdengar ponselnya berdering. Dengan wajah sumeringah, Luna menjawab panggilan Andrew.

"Ya Andrew, makasih untuk bunganya. Aku suka sekali," ucap Luna sebelum Andrew bertanya atas bunga yang dikirimkannya.

"Benarkah? Aku bahagia sekali dengar kamu suka dengan bunga yang aku kirim. Uhm, Luna ... nanti malam aku akan mengajak kamu makan malam untuk merayakan satu bulan perkenalan kita. Apa kamu bisa? Soalnya kan, besok kamu harus kerja," ajak Andrew dalam sambungan telepon.

"Ya, ya ... bisa. Jam berapa?" tanya Luna antusias dengan intonasi bahagia.

"Aku akan jemput kamu sekitar pukul tujuh malam. Gimana ... bisa?" tanya Andrew kembali.

"Bisa!" seru Luna tak mampu menutupi kebahagiaan hatinya.

"Terima kasih Luna, baiklah nanti aku jemput. Sampaikan salam untuk papa ya. Byee..., sampai nanti," ujar Andrew menutup pembicaraan mereka.

Luna menutup pembicaraan itu dengan hati berbunga-bunga. Dilihatnya jam pada dinding ruang kerjanya. Kemudian, wanita cantik yang tengah jatuh cinta itu kembali bermonolog.

"Sekarang baru jam dua sore. Apa sebaiknya aku ke salon yaa? Setidaknya kalau Andrew sampai mencium rambutku, dia akan merasakan keharuman rambutku."

Usai memikirkan penampilannya kala merayakan satu bulan perkenalan dengan Andrew, wanita cantik yang tengah hatinya berbunga-bunga memutuskan pergi ke salon untuk mempercantik diri.

Sampai akhirnya saat jam menunjukkan pukul tujuh malam, Andrew yang sejak dua hari telah memesan tempat di restoran mewah, menjemput Luna tepat waktu dan sesuai dengan janjinya.

Luna yang hari ini akan memberikan jawaban atas keseriusan Andrew, berdandan sangat cantik. Namun, wanita cantik yang nyaris sempurna itu selalu merasa ada yang kurang pada dirinya, hingga membuatnya berdiri cukup lama di depan cermin meja hias.

Tok ... Tok ... Tok ...

“Nona Luna, Tuan muda Andrew sudah menunggu di ruang tamu,” ucap salah seorang pelayan di luar kamar Luna.

“Ya, tunggu sebentar! Aku akan segera menemuinya,” jawab Luna dari dalam kamar.

Dengan perasaan gugup ala remaja putri, Luna memandang tubuhnya yang dibalut oleh gaun malam berwarna pink pucat dengan sebuah tas tangan berwarna hitam dalam genggamannya.

“Luna ... bersiaplah. Sebentar lagi kamu akan segera melepas masa lajang. Kamu akan bahagia jika lelaki lelaki tampan nan cerdas itu meminangmu," ucapnya di depan cermin dengan tersenyum lebar dan tampak sangat bahagia.

Luna pun, keluar menemui Andrew yang tampak lebih tampan dengan setelan jas berwarna biru muda dipadu celana jeans biru tua. Kemudian mereka berpamitan dengan Subroto. Dan kedua pasangan muda mudi yang tidak muda lagi itu, masuk ke dalam mobil menuju tempat makan malam yang telah disiapkan oleh Andrew.

Di dalam mobil, beberapa kali Andrew melirik ke arah Luna yang terlihat sangat cantik, hingga lelaki tampan itu memuji kecantikan Luna.

"Luna, kamu cantik sekali dan aku lihat kamu lebih muda dari usiamu," puji Andrew di belakang setir.

"Kamu juga terlihat tampan sekali," balas Luna tersenyum memandang ke arah Andrew.

Tangan Andrew memegang lembut pipi Luna dan mencium jemari tangan Luna saat lampu lalu lintas berwarna merah dengan sesekali mengelus rambut panjang Luna. Hingga akhirnya, mobil kembali meluncur ke restoran yang dituju.

Sementara itu, Subroto yang berada di rumah menghubungi seorang staf kepercayaannya untuk mengikuti mobil yang membawa putri semata wayangnya.

“Reza, apa kamu sudah ikuti mobil yang membawa putriku?” tanya Subroto dalam sambungan telepon.

“Sudah Pak. Tapi, maaf Pak ... saat ini saya mengajak putra saya. Soalnya tadi pagi motor yang biasa dibawa putra saya rusak. Jadi, saya menjemputnya di kampus," jawab Reza dalam sambungan telepon.

"Ya, nggak apa-apa. Tolong titip Luna. Aku nggak mau terjadi sesuatu hal dengan putriku. Karena, aku dapat kabar dari orang yang bisa aku percaya, kalau lelaki yang bersama putriku, bukanlah lelaki baik," titah Subroto pada Reza yang telah mengikuti mobil Andrew.

Mobil yang mereka tumpangi pun, sampai pada sebuah restoran mewah yang berada di sisi kanan jalan raya. Andrew dan Luna keluar bersama dari mobil. Setelah itu, Andrew memberikan kunci mobilnya pada seorang lelaki yang khusus untuk memarkirkan beberapa mobil mewah pada restoran tersebut. Dengan mesra, Andrew meraih pinggang ramping Luna saat mereka masuk ke dalam restoran mewah.

"Selamat malam, Tuan ... Nyonya ... Atas nama siapa?" tanya seorang wanita membungkukkan tubuhnya.

“Atas nama Andrew Pratama untuk dua orang,” jawabnya.

"Silakan Tuan, Nyonya...."

Andrew dan Luna mengikuti langkah pramusaji yang mengantarnya menuju meja yang telah di pesan. Kemudian, mereka dipersilakan duduk. Selama menunggu makanan, jemari Andrew menggengam erat jemari Luna dengan sesekali memainkan setiap jemarinya.

Sekitar dua puluh menit kemudian, makanan yang telah dipesan oleh Andrew dan Luna, dihidangkan berikut sebotol Wine.

Pramusaji menuangkan Wine ke dalam dua gelas berkaki tinggi. Usai menuangkan minuman, pramusaji pun berlalu dari hadapan mereka dan mereka pun bersulang.

“Luna mari kita bersulang untuk kedekatan kita selama satu bulan ini,” ucap Andrew dengan menyentuh bagian gelas berkaki tinggi yang dipegang oleh Luna.

Usai menikmati santap malam, Andrew kembali meraih jemari Luna dan memasangkan satu cincin berlian di jari manis Luna seraya berkata, "Luna, Izinkan aku menikahi kamu."

"Andrew...!" pekik bahagia Luna yang tak menyangka Andrew akan melamarnya secepat ini.

Luna hanya mampu menganggukkan kepala dan memandang wajah Andrew, dengan raut wajah penuh bahagia.

Usai mereka saling memandang, dengan lembut Andrew mengecup kening Luna. Dan saat mereka saling berpegangan tangan, ponsel Andrew yang diletakkan diatas meja pun, bergetar.

Terlihat oleh Luna, seseorang mengirimkan pesan singkat pada ponsel lelaki yang melamarnya. Kemudian, Andrew membaca pesan singkat itu dan minta izin pada Luna untuk menghubungi seseorang.

"Sayang ... aku akan hubungi kolegaku. Ada hal penting yang harus kami bicarakan. Aku permisi keluar sebentar," izin Andrew pada Luna.

“Bicara aja disini, untuk apa juga keluar restoran?" ungkap Luna tanpa ada rasa curiga.

"Biar aku bicara diluar saja, nggak enak sama pengunjung lainnya. Aku permisi dulu yaa," izin Andrew yang langsung melangkah panjang saat mendengar nada getar pada ponselnya dengan raut wajah yang terlihat gugup.

Luna hanya mampu memandang punggung lelaki yang baru saja menyatakan ingin menikahinya. Terlihat Andrew melangkah panjang meninggalkan meja tempat mereka makan menuju ke pintu keluar restoran. Luna yang sebenarnya punya karakter tidak mudah percaya pada orang lain, mulai merasakan kecurigaan atas sikap Andrew yang tiba-tiba meninggalkannya usai membaca pesan dan menerima panggilan telepon dengan wajah gugup.

Kemudian, Luna memutuskan untuk mengintai Andrew yang keluar restoran dengan melambaikan tangan pada seorang pramusaji.

“Mbak, saya akan ke toilet. Apakah makanan ini sudah dibayar?" tanya Luna saat instingnya menyatakan ada kebohongan yang disembunyikan Andrew.

"Sudah Nyonya," jawab pramusaji tersebut.

Setelah itu dengan langkah panjang, Luna keluar restoran dan mencari Andrew yang tak terlihat di depan lobby restoran. Ia memandang ke bagian halaman restoran yang berisi beberapa pohon besar. Terlihat Andrew tengah berbicara di dekat sebuah pohon Kamboja yang cukup besar.

"Kenapa Andrew nggak berbicara disini?" tanyanya pada diri sendiri.

Dengan mengendap-endap di antara pepohonan yang ada disana, akhirnya Luna bisa mendekati pohon Kamboja yang menjadi tempat Andrew berbicara dengan seseorang.

Luna yang kini berada persis di belakang pohon Kamboja tempat Andrew berbicara dapat dengan jelas mendengar pembicaraan di antara mereka.

“Tante sayang, maaf ... aku nggak bisa menaruh obat tidur di minuman Luna. Tapi ... Aku yakin, selepas kami makan malam, dia bakal mau aku ajak ke hotel. Pokoknya, Tante tenang saja. Semua foto seksi Luna akan aku kirimkan ke Tante. Tapi, Tante janji yaa, kasih tambahan uang bulanan plus jatah begituan juga. Aku ingin sekali kita bisa menginap dua malam di Vila seperti waktu itu," pinta Andrew dengan wajah tersenyum saat berbicara lewat ponselnya.

Deg!

Jantung Luna seakan loncat dari tempatnya, kala mendengar kata-kata Andrew yang ingin mencelakai dirinya dengan obat tidur. Apalagi, Andrew dengan nakal meminta hal yang menjijikkan pada seorang wanita yang disebut dengan panggilan "Tante".

Sejenak tak ada suara dari balik pohon Kamboja yang jadi tempat bersembunyi Luna. Namun, tak lama kemudian, terdengar kembali suara Andrew yang menimpali ucapan seseorang yang tak dapat di dengar Luna. Kembali ia bisa mendengar kata-kata yang diucapkan Andrew sebagai jawaban atas lawan bicaranya.

Dengan tertawa kecil penuh bahagia, Andrew kembali berbicara dengan seseorang diujung ponselnya.

“Serius Tante sayang.. Walau kelak aku sudah menikahi Luna. Aku tetap minta jatah juga ke Tante. Pokoknya goyangan Tante Jessica buat aku nggak bisa beralih ke wanita lain. Aku sungguh tergila-gila sama Tante."

Luna yang mendengar nama Jessica disebut oleh Andrew, membuat kedua kakinya seketika lemas. Kemudian, Luna yang sudah tidak sanggup mendengar perbincangan yang membuat di telinganya, berpikir untuk keluar dari persembunyiannya. Tanpa menunggu waktu lama, Luna pun, keluar dari pohon Kamboja dan marah besar atas persekongkolan antara Andrew dan Jessica yang sengaja menjodohkannya. Andrew terkejut bukan kepalang kala melihat Luna keluar dari balik pohon Kamboja. Wajah lelaki tampan itu seketika pucat seperti kapas. Sementara Wajah cantik Luna merah padam penuh amarah yang membara.

“Cuih! Makan ini cincin yang kamu berikan padaku! Dasar lelaki brengsek!” teriak Luna sembari meludah dan melempar cincin berlian ke wajah Andrew dengan emosi tingkat dewa.

“Luna..., ada apa ini?” tanyanya seolah ingin menutupi hal yang ia pikir tidak diketahui oleh Luna dan mengambil cincin berlian yang dilempar Luna.

"Ada apa? Dasar brengsek! Untung saja ... aku tahu kebusukan kamu dengan istri om Susetyo. Akan aku laporkan perselingkuhan kalian! Dasar manusia laknat!" ancam Luna dengan mata memerah penuh amarah.

“Luna, kamu jangan salah paham. Memang apa yang kamu dengar sayang?" tanya Andrew seraya melangkah mendekati Luna yang berdiri dua langkah dari posisinya berdiri.

“Stop! Jangan coba mendekati aku bajingan!” umpat Luna dengan hati yang terluka karena kebohongan lelaki yang selama satu bulan telah melambungkan angannya atas keromantisan yang dibuat oleh Andrew.

Setelah itu, Luna membalikkan tubuhnya dan melangkah panjang untuk meninggalkan Andrew. Namun, tanpa disadari Luna, lelaki tampan nan picik itu melangkah cepat dari belakang tubuh Luna dengan sebuah rencana keji diotaknya. Tepat saat berada di belakang tubuh Luna, Lelaki picik itu membekap mulut Luna serta menutupi hidung mancung wanita cantik itu dengan sapu tangan yang telah berisi obat bius. Seketika tubuh Luna limbung dan terkulai lemas dalam pelukan lelaki tampan nan licik.

Andrew pun, memapah tubuh Luna yang tak sadarkan diri menuju lobby depan restoran untuk mengambil mobil yang diparkir oleh salah seorang staf bagian parkir.

“Kenapa ceweknya Pak?” tanya seorang wanita yang melihat Luna dipapah tak sadarkan diri ketika wanita itu dan Andrew sedang menunggu mobilnya di lobby restoran.

“Oh ... Tadi dia kebanyakan minum,” dalih Andrew.

Namun, Reza yang diminta memantau keadaan Luna oleh Subroto dari jarak lima meter dari lobby, melihat ada kejanggalan yang terjadi pada putri bosnya. Kemudian Reza bergerak cepat menuju lobby dan mendekati Andrew.

“Apa yang terjadi dengan Bu Luna?!” tanya Reza tegas, saat melihat Luna terkulai tak berdaya disisi lelaki yang dicurigai Subroto.

“Anda siapa? Ini istri saya!” tolak Andrew saat Reza mendekat dan memperhatikan wajah Luna.

“Pak Satpam! Tolong Pak!" panggil Reza melambaikan tangan pada seorang satpam.

"Hey! Siapa kamu? Pakai panggil satpam segala. Kamu tahu siapa saya?!" sungut Andrew.

"Saya nggak peduli siapa kamu! Ibu Luna adalah atasanku di kantor. Kamu pasti lakukan kejahatan padanya hingga buat dia nggak sadarkan diri. Ya, kan?!" cerca Reza.

“Anda jangan mengaku-ngaku kenal dengan istri saya. Minggir!” dorong Andrew pada Reza yang berniat merebut tubuh Luna.

“Pak satpam! Tahan orang ini..., wanita yang bersamanya jelas bos saya dan dia juga belum menikah! Apa yang sebenarnya kamu lakukan pada Bu Luna? Jawab!" bentak Reza panik saat melihat Luna hampir terjatuh dari tangan lelaki yang memapahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status