DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH
"Sedang apa kalian berkumpul di sini?" tanya Oma berhasil menghentikan obrolan kami."Ini Nyonya, dari tadi Non Zahra nangis terus, tapi setelah digendong sama Non Alisha langsung terdiam, bahkan sampai tertidur." jawab Bi Imah lugas."Oh ya? Syukurlah, artinya bayi itu nyaman sama kamu Alisha. Sepertinya aku memang sudah menemukan pilihan yang tepat untuk mendampingi Rendi dan Zahra. Berhubung Zahra sudah tidur, ayo kamu ikut Oma ke bawah. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan!" Kata Oma sembari menatap ke arahku."Baik Oma," jawabku patuh seraya bangkit dan berjalan mengikutinya."Duduk!" Perintah Oma tegas.Aku sedikit takut mendengar suaranya itu, karena nada suaranya terdengar berbeda dari sebelumnya. Apakah aku telah berbuat kesalahan? Mungkinkah Mas Rendi telah mengadukanku yang tidak-tidak kepada Oma?"Alisha, dengarkan Oma baik-baik!""Iya Oma," jawabku patuh."Mulai hari ini dan selanjutnya, kamu akan tinggal di sini, karena kamu sudah sah menjadi bagian dari keluarga ini.Tugasmu sekarang adalah mengurus Rendi suamimu, dan juga Zahra cucu buyutku. Utamakan urus suamimu, karena untuk Zahra sudah ada Susi yang mengasuhnya.Mulai malam nanti, tidurlah di kamar bersama suamimu, agar kalian bisa lebih mengenal satu sama lain.Oma harap, kamu bisa memaklumi kondisi suamimu. Sebenarnya dia anak yang baik, hanya saja sedang dilanda depresi karena masalah yang menimpanya.Bantu Oma untuk memulihkan kondisi Rendi agar bisa kembali berjalan seperti semula. Namun yang paling utama, bantu Oma untuk menumbuhkan semangat hidupnya.Sejak Merry pergi meninggalkannya, kondisi Rendi semakin terpuruk. Apalagi dia pergi setelah mengetahui kalau kaki Rendi mengalami kelumpuhan. Dia tak mau direpotkan dengan mengurus suami cacat dan bayi mungil yang telah dilahirkannya."Mata Oma berkaca-kaca ketika menceritakan tentang cucunya itu. Kusodorkan tisu yang ada di hadapanku, dan diterima dengan senyum yang dipaksakan. Aku tahu Oma sangat terluka dengan kondisi Mas Rendi yang sekarang."Oh ya, baju dan perlengkapan yang ada di kamar itu semua milikmu. Oma tahu pasti kamu sangat membutuhkannya, jadi jangan sungkan untuk menggunakannya. Itu sebagai bentuk hadiah karena kamu telah bersedia menikah dengan cucuku." ujar Oma mengakhiri penjelasannya."Terima kasih bayak Oma, karena sudah begitu memperhatikan kebutuhanku. Saya akan berusaha semaksimal mungkin agar kondisi Mas Rendi kembali pulih" Jawabku tulus."Sama-sama Sayang, semoga kamu nyaman tinggal di rumah ini."Malam harinya, setelah memastikan Zahratidur dengan nyenyak, aku kembali ke kamar suamiku. Meski sedikit takut, namun aku berusaha untuk terlihat tenang.Sesampainya di kamar, kulihat suamiku itu sudah tertidur membelakangi pintu. Syukurlah malam ini aku tak perlu berdebat atau mendengarkan bentakannya.Seperti malam sebelumnya, aku mengambil bantal dan selimut untuk tidur di lantai. Untunglah di kamar ini sudah dilapisi karpet yang cukup tebal sehingga aku tak perlu repot-repot mencari alas tidur."Siapa yang suruh kamu tidur di situ!"Baru juga merebahkan badan, sudah terdengar saja bentakannya. Tak bisa apa, kalau sehari saja membiarkanku hidup tenang?"Lalu aku harus tidur di mana?" Tanyaku putus asa. Aku sudah sangat mengantuk, jadi malas untuk meladeninya."Tidur saja di sini, nanti kalau aku butuh apa-apa biar gak susah ngebanguninnya!"Jawabnya sembari menunjuk kasur di sebelahnya.Tanpa banyak tanya, langsung saja aku naik ke tempat tidur dan merebahkan tubuhku di sana. Mataku sudah tak bisa diajak kompromi. Begitu merebahkan tubuh di kasur, aku langsung terbang ke alam mimpi.***Pagi harinya ketika membuka mata, aku terkejut karena terasa ada yang melingkar di perutku. Rupanya sebuah tangan besar milik Mas Rendi.Perlahan kusingkirkan tangan itu agar tak mengganggu tidurnya. Aku juga tak mau kalau sampai dia berpikiran macam-macam, mengira kalau aku mencari kesempatan."Ngapain kamu megang-megang tangan aku! Sengaja cari kesempatan ya?"Nah kan, belum juga aku turun dari tempat tidur. Sudah terdengar saja bentakannya yang membuat moodku memburuk dipagi hari."Siapa juga yang cari kesempatan. Aku cuma mau ke kamar mandi kok." Jawabku apa adanya."Lalu ngapain kamu tidur di sebelahku, bukankah biasanya kamu tidur di bawah!"Ya ampun, rupanya selain galak dia juga pelupa. Bukankah dia sendiri yang menyuruhku tidur di sini, 'dasar aneh'."Apa kamu bilang, aku orang aneh? Berani ya kamu ngatain aku seperti itu!"Tanpa kuduga, Mas Rendi melemparkan gelas yang ada di sebelahnya."Pyar," gelas itu jatuh berkeping-keping.Ya Allah, ternyata seperti ini ya rasanya menjadi istri yang tak diharapkan. Setiap hari seperti tak pernah lepas dari masalah.Apa yang harus aku lakukan, haruskah aku menyerah?Bersambung......DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHBab 8. Pov RendiMendengar keributan dari dalam kamarku, Oma tergopoh-gopoh memasuki kamar. Raut kepanikan tergambar jelas dari wajahnya. "Ada Apa Ren__ , kenapa pagi-pagi sudah ribut saja?" Tanya Oma setelah melihat kekacauan di kamarku. Sementara gadis itu hanya menunduk diam sambil tangannya sibuk memunguti pecahan gelas yang berserakan di lantai. Aku memang sangat kesal dengannya, siapa suruh mau jadi istriku? "Tanya saja sama dia, Oma!" jawabku acuh."Kamu itu ya Ren, ditanya baik-baik malah jawabnya seperti itu. Awas ya kalau kamu berani menyakiti istrimu!"Oma berjalan ke arah gadis itu, kemudian menuntunnya keluar dari kamarku. Bukannya menghiburku, namun Oma justru meninggalkanku begitu saja, membuatku semkin kesal. Sebenarnya yang jadi cucunya itu aku atau dia sih? Kenapa Oma lebih perhatian sama dia daripada sama aku yang cucunya sendiri? Entah pelet apa yang telah digunakannya, hingga Oma bisa begitu menyayanginya, padahal baru bertemu kemar
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 9. Pov RendiHari ini adalah jadwal terapiku. Seperti biasa gadis itu juga menemaniku bersama Oma yang selalu setia. Ketika hendak keluar dari ruang terapi, aku melihat seorang dokter muda menyapa Alisha dengan ramah. Sepertinya mereka sudah kenal sebelumnya. Entah apa yang mereka bicarakan, namun sepertinya sangat seru karena kulihat Alisha bisa tertawa lepas bersama pria itu. Hal yang belum pernah aku lihat ketika dia sedang bersamaku. Melihat kedekatan mereka, entah mengapa aku merasa tak terima. Bagaimana bisa gadis itu mengabaikan perasaanku sebagai suaminya? Seperti inikah sifat asli dari seorang istri pilihan Oma?Apakah aku cemburu? Ah tapi tidak, mungkin aku hanya tak suka saja melihat istriku dekat dengan pria lain. Ah ya, sejak kapan aku mengakuinya sebagai istri? Bukankah aku sangat membencinya? Tidak, ini tidak boleh terjadi, aku harus menyingkirkannya. "Siapa Dia?" Tanyaku setelah dokter muda itu berlalu dari hadapanku."Oh dia, han
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 10. Pov Alisha"Nyonya, Non Alisha sudah bangun!"Samar-samar kudengar teriakan Bi Imah memanggil Oma. Setelah itu kulihat Oma terengah-engah memasuki kamarku."Kamu sudah sadar Sayang?" Tanya Oma sembari mengelus kepalaku. "Iya Oma, memangnya aku kenapa?" Tanyaku bingung dengan apa yang terjadi. "Kamu baru saja pingsan, tapi kata dokter tak ada masalah serius di kepalamu, jadi kamu tak perlu khawatir." Jawab Oma lagi. Aku baru ingat kalau tadi melihat tangan Mas Rendi berdarah, hal itulah yang membuatku pingsan. Sejak kecil aku memang takut darah, trauma lebih tepatnya. Setiap melihat darah, seakan mengingatkanku tentang kematian ibu. Hari itu, seperti biasa ibu menjemputku di SD tempatku sekolah. Kebetulan kelasku pulang lebih awal sehingga ibu telat menjemput. Melihatku sudah menunggu di seberang jalan, ibu berniat untuk menghampiriku.Mungkin karena terburu-buru, ibu tak melihat kalau ada motor yang sedang melaju kencang. Ibu yang terkejut tak
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH Par 11Dengan berat hati, akhirnya aku menyetujui keinginan ayah. Seketika raut bahagia terpancar jelas dari wajahnya. Rupanya janda beranak satu itu benar-benar telah memikat hati ayahku. Pernikahan sederhanapun digelar untuk meresmikan hubungan keduanya. Setelah pernikahan dilaksanakan, Bu Rosma dan Rista mulai tinggal bersama kami. Rista juga sekolah di sekolah yang sama denganku. Usia kami hanya terpaut dua tahun, karena itu ayah berharap kami bisa menjadi teman. Namun kenyataannya, jangankan berteman, bertegur sapapun jarang. Bahkan ketika di sekolah, dia enggan mengakuiku sebagai saudara tirinya.Merasa sudah ada yang mengurusku, ayah dengan leluasa bisa bekerja ke luar kota hingga berminggu-minggu. Ayahku bekerja sebagai mandor bangunan di sebuah perusahaan terkenal di kota kami. Terbiasa bersama ayah, hidupku terasa semakin berat ketika ayah harus meninggalkanku. Apalagi ibu tiriku sepertinya sangat pandai bermain peran.Ketika ada di depan aya
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 12"Rendi, kenapa kamu malah di situ? Lihat, istrimu sudah siuman!" Kata Oma kepada Mas Rendi yang hanya terdiam sambil melihat ke arahku. Mungkin dia sedang bingung dengan apa yang membuatku pingsan. Sementara luka di tangannya terlihat sudah di balut perban. Semoga saja lukanya tidak parah, karena tadi kulihat darahnya cukup banyak. Perlahan dia mengayuh kursi rodanya untuk mendekatiku. Meski tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya, namun aku merasa bahagia karena dia masih mau peduli kepadaku, setidaknya untuk melihat kondisiku. Setelah semuanya terlihat baik-baik saja, Oma dan Bi Imah keluar dari kamar kami. "Jangan manja, ayo bangun! Aku mau makan nasi goreng, sana bikinin!"Baru saja aku merasa bahagia dengan perhatiannya, sudah terdengar lagi bentakannya. Sebenarnya terbuat dari apa sih hati orang ini? Apa aku yang terlalu kepedean mengharap perhatiannya? Bukankah hal itu wajar saja, aku kan istrinya? Hah, istri? Apa mungkin selama ini dia
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH Part 13Setelah selesai sarapan dan memandikan Mas Rendi, aku berniat untuk mengunjungi kamar Zahra. Sepertinya lebih seru kalau aku bermain bersama bayi itu, daripada pusing menghadapi bayi besarku yang selalu membuat ulah.Sayangnya ketika aku sampai di kamar Zahra, bayi mungil itu tampak tertidur lelap di dalam boxnya. Bibir mungilnya, tampak tersenyum, membuatku semakin gemas dan ingin berlama-lama berada di dekatnya. Berbeda 180 derajat dengan ayahnya yang sangat menyebalkan itu. Baru beberapa menit aku di kamar Zahra, tiba-tiba ponselku bergetar. Rupanya Mas Rendi yang menelepon. Tak ingin mengganggu Zahra, aku segera keluar dari kamar untuk mengangkat telepon dari Mas Rendi. Ada apa lagi ini, pasti mau bikin ulah lagi deh. "Alisha, buatin aku jus mangga. Gulanya sedikit saja dan satu lagi, gak pakai lama!"Tanpa basa-basi dan memberiku kesempatan untuk menjawab, Mas Rendi langsung mematikan ponselnya. Dasar tukang perintah! Baru juga makan roti
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 14Hari ini adalah jadwal terapi Mas Rendi. Sebagai istri, aku harus siap menemani dan mendukungnya, meski kehadiranku sering tak dihiraukannya. Setelah beberapa kali terapi, kondisinya semakin membaik. Jari-jari kakinya perlahan mulai bisa digerakkan. Oma adalah orang yang paling bahagia mengetahui kabar tersebut.Menurut Oma, kondisi psikologisnya juga semakin membaik, karena sekarang sudah tak pernah berteriak-teriak dan menyakiti dirinya sendiri lagi. Padahal sekarang saja menurutku masih galak, karena sering memperlakukanku dengan kasar. Kalau seperti ini saja sudah dikatakan membaik, lalu seperti apa kondisi sebelumnya, pasti lebih menyeramkan, batinku. Hal itu mungkin wajar, karena disaat Mas Rendi sedang terpuruk, justru sang istri mengajukan gugatan cerai demi bisa menikah dengan pria lain yang lebih segalanya dan tidak cacat tentunya. Sejak saat itu Mas Rendi berubah menjadi sosok yang kasar dan pemarah. Hanya kepada Oma saja dia mau menu
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 15Berbagai cara sudah Mbak Susi lakukan namun Zahra tetap ingin ikut denganku. Tak tega melihatnya menangis, aku putuskan mengajak Zahra bersamaku. "Biar kuajak saja Mbak, nanti kalau kira-kira aku kerepotan, akan kuantarkan balik sama Mbak." Kataku pada Mbak Susi yang dijawab dengan anggukan. Setelah aku gendong, seperti biasa Zahra langsung diam dan berceloteh manja kepadaku. Sesampainya di kamar, kulihat Mas Rendi sedang menonton televisi. Melihat kedatanganku, segera dimatikannya televisi itu. Pandangannya tajam ke arahku dan Zahra secara bergantian. Sikapnya hari ini cukup aneh menurutku, namun aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, aku harus waspada mengingat emosinya yang belum stabil. Apalagi saat ini aku sedang bersama Zahra."Mas memanggilku? Ada apa?" tanyaku hati-hati. Pria itu tak menjawab pertanyaanku, dan justru menepuk kasur di sebelahnya sebagai isyarat agar aku mendekat. Akupun mendekat meski dengan perasaan w