Share

Part 7

DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH

"Sedang apa kalian berkumpul di sini?" tanya Oma berhasil menghentikan obrolan kami.

"Ini Nyonya, dari tadi Non Zahra nangis terus, tapi setelah digendong sama Non Alisha langsung terdiam, bahkan sampai tertidur." jawab Bi Imah lugas.

"Oh ya? Syukurlah, artinya bayi itu nyaman sama kamu Alisha. Sepertinya aku memang sudah menemukan pilihan yang tepat untuk mendampingi Rendi dan Zahra. Berhubung Zahra sudah tidur, ayo kamu ikut Oma ke bawah. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan!" Kata Oma sembari menatap ke arahku.

"Baik Oma," jawabku patuh seraya bangkit dan berjalan mengikutinya.

"Duduk!" Perintah Oma tegas.

Aku sedikit takut mendengar suaranya itu, karena nada suaranya terdengar berbeda dari sebelumnya. Apakah aku telah berbuat kesalahan? Mungkinkah Mas Rendi telah mengadukanku yang tidak-tidak kepada Oma?

"Alisha, dengarkan Oma baik-baik!"

"Iya Oma," jawabku patuh.

"Mulai hari ini dan selanjutnya, kamu akan tinggal di sini, karena kamu sudah sah menjadi bagian dari keluarga ini.

Tugasmu sekarang adalah mengurus Rendi suamimu, dan juga Zahra cucu buyutku. Utamakan urus suamimu, karena untuk Zahra sudah ada Susi yang mengasuhnya.

Mulai malam nanti, tidurlah di kamar bersama suamimu, agar kalian bisa lebih mengenal satu sama lain.

Oma harap, kamu bisa memaklumi kondisi suamimu. Sebenarnya dia anak yang baik, hanya saja sedang dilanda depresi karena masalah yang menimpanya.

Bantu Oma untuk memulihkan kondisi Rendi agar bisa kembali berjalan seperti semula. Namun yang paling utama, bantu Oma untuk menumbuhkan semangat hidupnya.

Sejak Merry pergi meninggalkannya, kondisi Rendi semakin terpuruk. Apalagi dia pergi setelah mengetahui kalau kaki Rendi mengalami kelumpuhan. Dia tak mau direpotkan dengan mengurus suami cacat dan bayi mungil yang telah dilahirkannya."

Mata Oma berkaca-kaca ketika menceritakan tentang cucunya itu. Kusodorkan tisu yang ada di hadapanku, dan diterima dengan senyum yang dipaksakan. Aku tahu Oma sangat terluka dengan kondisi Mas Rendi yang sekarang.

"Oh ya, baju dan perlengkapan yang ada di kamar itu semua milikmu. Oma tahu pasti kamu sangat membutuhkannya, jadi jangan sungkan untuk menggunakannya. Itu sebagai bentuk hadiah karena kamu telah bersedia menikah dengan cucuku." ujar Oma mengakhiri penjelasannya.

"Terima kasih bayak Oma, karena sudah begitu memperhatikan kebutuhanku. Saya akan berusaha semaksimal mungkin agar kondisi Mas Rendi kembali pulih" Jawabku tulus.

"Sama-sama Sayang, semoga kamu nyaman tinggal di rumah ini."

Malam harinya, setelah memastikan Zahra

tidur dengan nyenyak, aku kembali ke kamar suamiku. Meski sedikit takut, namun aku berusaha untuk terlihat tenang.

Sesampainya di kamar, kulihat suamiku itu sudah tertidur membelakangi pintu. Syukurlah malam ini aku tak perlu berdebat atau mendengarkan bentakannya.

Seperti malam sebelumnya, aku mengambil bantal dan selimut untuk tidur di lantai. Untunglah di kamar ini sudah dilapisi karpet yang cukup tebal sehingga aku tak perlu repot-repot mencari alas tidur.

"Siapa yang suruh kamu tidur di situ!"

Baru juga merebahkan badan, sudah terdengar saja bentakannya. Tak bisa apa, kalau sehari saja membiarkanku hidup tenang?

"Lalu aku harus tidur di mana?" Tanyaku putus asa. Aku sudah sangat mengantuk, jadi malas untuk meladeninya.

"Tidur saja di sini, nanti kalau aku butuh apa-apa biar gak susah ngebanguninnya!"

Jawabnya sembari menunjuk kasur di sebelahnya.

Tanpa banyak tanya, langsung saja aku naik ke tempat tidur dan merebahkan tubuhku di sana. Mataku sudah tak bisa diajak kompromi. Begitu merebahkan tubuh di kasur, aku langsung terbang ke alam mimpi.

***

Pagi harinya ketika membuka mata, aku terkejut karena terasa ada yang melingkar di perutku. Rupanya sebuah tangan besar milik Mas Rendi.

Perlahan kusingkirkan tangan itu agar tak mengganggu tidurnya. Aku juga tak mau kalau sampai dia berpikiran macam-macam, mengira kalau aku mencari kesempatan.

"Ngapain kamu megang-megang tangan aku! Sengaja cari kesempatan ya?"

Nah kan, belum juga aku turun dari tempat tidur. Sudah terdengar saja bentakannya yang membuat moodku memburuk dipagi hari.

"Siapa juga yang cari kesempatan. Aku cuma mau ke kamar mandi kok." Jawabku apa adanya.

"Lalu ngapain kamu tidur di sebelahku, bukankah biasanya kamu tidur di bawah!"

Ya ampun, rupanya selain galak dia juga pelupa. Bukankah dia sendiri yang menyuruhku tidur di sini, 'dasar aneh'.

"Apa kamu bilang, aku orang aneh? Berani ya kamu ngatain aku seperti itu!"

Tanpa kuduga, Mas Rendi melemparkan gelas yang ada di sebelahnya.

"Pyar," gelas itu jatuh berkeping-keping.

Ya Allah, ternyata seperti ini ya rasanya menjadi istri yang tak diharapkan. Setiap hari seperti tak pernah lepas dari masalah.

Apa yang harus aku lakukan, haruskah aku menyerah?

Bersambung......

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Ardhya Rahma
Sabar ya Alisha
goodnovel comment avatar
Silver Girl
apa dia kdg lupa kadang ingat, penyakit apa namanya tu
goodnovel comment avatar
Goresan Pena93
next kakak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status