Share

Permintaan Maaf

"Diem, ah. Berisik! Nanti kalau tetangga denger, dikiranya saya KDRT."

Aku ditarik ke sofa, suruh duduk anteng kaya anak TK. sedang Om Bas jongkok sambil ngelap pipiku pakai tisu. Cuma pipi, hidungku disuruh ngelap sendiri. Segitu bencinya sama ingus.

"Makanya jangan jaad."

"Siapa yang jahat? Yakin, kamu dandan seperti ini hanya untuk menarik perhatian saya? Bukan laki-laki lain di luar sana? Coba ingat-ingat, sepanjang perjalanan dari mall ke rumah, ada berapa pasang mata laki-laki yang bebas menguliti penampilan kamu?"

Kali ini Om Bas ambil tisu basah di rak bawah meja kaca. Gak cuma air mata, polesan wajah juga dihapus sampai bersih. Ada yang polosan tapi bukan anu.

Iya juga, sih. Begitu wajah Sisy yang innocent disulap jadi cantik. Tiba-tiba banyak kaum pria yang nengok pas aku lagi jalan selesai pemotretan. Dari mulai mas-mas cleaning service, pramuniaga dan pengunjung. Kayaknya terlihat takjub gitu, persis kaya Jaka Tarub waktu ketemu bidadari. Di mana, Sy? Di drama musikal lah. Masa iya aku harus terbang dulu ke dunia legenda.

Satu lagi buaya darat temannya Om Bas tadi. Pantesan suamiku langsung pasang muka galak begitu tamunya pergi. Ternyata gak rela bagi-bagi. Ahiiiy! Ada yang beterbangan di dalam sini tapi bukan lalat.

"Jadi, Om Bas dikit-dikit udah mulai sayang sama Sisy?"

Kalau gak sayang, kenapa dia protes penampilanku dilihat laki-laki lain selain dirinya.

"Tanpa perlu menanyakan hal itu harusnya kamu sadar sendiri. Seorang istri yang telah bersuami kira-kira masih pantas, gak, tebar pesona di luaran?"

Siapa yang tebar pesona? Memang Sisy udah memesona dari sananya. Om Bas aja yang gak bisa lihat keindahan di depan mata.

"Itu kan, tuntutan kerja. Bukan tebar pesona."

"Apa bedanya? Toh pada akhirnya nanti foto kamu akan terpampang di mana-mana. Siapa bisa jamin setelah ini gak ada yang iseng modusin kamu."

Ish! Om Bas lebay. Baru mau balas omongannya, layar HP-ku berkedip-kedip. Panggilan dari nomor tak dikenal. Aku mengusap ikon hijau di pojok layar bawah.

"Hallo ini siapa?"

"(....)"

"Marjuki? Marjuki yang mana?"

Belum sempat dijawab sang penelepon, ponselku direbut Om Bas.

"Salah sambung!" ketusnya. Lalu memutus panggilan secara sepihak.

"Om! Kenapa dibilang salah sambung terus dimatiin?"

"Apa saya bilang, baru saja diingatkan sudah ada yang iseng nelpon-nelpon gak jelas."

"Itu bukan orang iseng. Sisy baru ingat kalau Babeh Marjuki itu teman baik Bapak sekaligus pebisnis jual beli burung dari Jakarta."

Om Bas langsung diam, tapi masih sempat ngeles. "Kenapa gak menghubungi Bapak secara langsung?"

"Om kan tahu sendiri, kalau Bapak udah elus-elus Love Bird kesayangannya. Jangankan HP, istri sama anak aja dilupain."

Ciyeee, ada yang salah tingkah terus kabur pura-pura sibuk sama laptop. Mana kebalik lagi, keyboard di atas layar di bawah. Pingin ketawa tapi takut dikutuk jadi Natasha Wilona.

***

Kata Amel Cs, jadi pengantin baru itu adalah masa-masa paling uwuw. Isinya cuma sayang-sayangan doang, hepi-hepi doang. Siapa bilang? Semua cuma hoax. Atau memang aku saja yang ketiban sial dapat suami Om-om gak normal.

Setidaknya, di antara pasangan genk gesrek. Cuma Om Bas aja yang gak pernah kasih kesan sweet tentang malam pengantin. Waktu teman se-genk tanya gimana rasanya, aku cuma bisa jawab dengan mengarang bebas. Kubilang rasanya seperti kue lapis, manis-manis legit. Karena kebetulan waktu itu ada sepiring kue lapis buatan Ibuk di depanku. Untung mereka ngakak dan gak tanya-tanya lagi.

Malam kesekian kita berada dalam satu ranjang. Namun, Om Bas lebih tertarik dengan laptop di pangkuan ketimbang istrinya yang udah pasang aksi kaya duyung berjemur di pantai. Malam Minggu pun pemilik bewok tipis gumushin itu sibuk melulu. Asli sibuk kalau sekarang, soalnya laptop-nya udah gak kebalik lagi.

"Om di kantor kerjanya ngapain aja? Kenapa masih dibawa-bawa sampai rumah?" Gak cuma diduain sama pelakor yang bikin nyesek. Sama kerjaan lembur juga bikin kesel. Terus akunya kapan dilemburin?

"Dulu waktu SMA ambil jurusan apa?"

"IPS."

"Nah, harusnya paham, kan, kerjaan seorang manajer pemasaran itu apa saja?"

"Lupa."

"Iyalah, orang masih bocil pikirannya nikah melulu." Om Bas terkekeh. Kok bisa tebakannya bener.

"Gak lucu!"

"Tugas saya itu gak mudah. Dituntut untuk memiliki ide-ide kreatif yang mampu meningkatkan penjualan produk. Harus punya perencanaan dan strategi khusus dalam membaca target pasar. Mengikuti trend yang cepat sekali berubah-ubah, belum lagi riset demi mencapai target yang diinginkan. Apakah hanya cukup sampai di situ? Jawabannya enggak. Setelahnya, kita harus membuat laporan secara berkala dari awal hingga akhir pada atasan. Sampai di sini paham?"

"Enggak."

Om Bas menghela napas, pasrah.

Baru dijelaskan aja udah bikin kepalaku nyut-nyutan, apalagi yang berkecimpung di sana. Orang awam tahunya cuma kerja kantoran, jabatan oke dan gaji gede. Gak tahunya ada tanggung jawab besar yang diemban, dan itu gak mudah. Jadi merasa beruntung cita-cita punya suami CEO gak kesampaian. Om Bas yang baru menjabat manajer aja udah segitu pusingnya. Belum lagi harus menghadapi tingkah absurd istrinya.

"Gimana mau nyangkut di otak, kalau lingkup pertemanan kamu cuma bahas nikah muda melulu."

"Apa salahnya ngomongin nikah? Toh gak saru juga. Bab tentang pernikahan juga udah ada di salah satu mata pelajaran Agama sejak SMP. Dulu, Sisy juga pernah baca di buku pernikahan Bapak sama Ibuk tentang hak dan kewajiban suami istri itu apa aja."

Mendengar kata 'kewajiban', Om Bas langsung terdiam dan menghentikan tarian jari di atas keyboard. Ucapan Sisy ngena banget apa, ya? Gak tahu kenapa kalau bahas soal nikah kok lidahku gak bisa direm.

"Kok, Om diem? Sisy salah ngomong, ya. Atau salah nangkap pelajaran?"

Berasa o'on di depan Om Bas yang pintar dan berwawasan luas. Pasti dalam hati dia membatin yang iya-iya. Ini bocil satu sok tahu banget. Mungkin begitu suara hatinya andai bisa ngomong.

"Saya mengerti ke mana arah pembicaraan kamu. Maafkan saya untuk satu kewajiban yang belum bisa saya tunaikan sampai hari ini." Akhirnya Om Bas peka soal itu, padahal aku gak sengaja keceplosan tadi. Tahu gitu kenapa gak dari kemarin-kemarin aja keceplosannya.

"Kenapa?"

"Masalahnya gak sesederhana dengan apa yang kamu bayangkan."

Kalau itu alasannya, kenapa gak langsung dibahas aja sejak awal? Kalau kaya gini, kan, aku malah tambah penasaran.

Hening untuk beberapa saat. Malas bertanya-tanya lagi, aku berbalik memunggunginya. Daripada sakit hati terus nangis lagi, lebih baik pura-pura tidur saja.

"Saya janji, akan mengatasi semua ini secepatnya. Semoga kamu bisa mengerti," ucapnya lirih, dekat telingaku.

Gak lama ada usapan lembut di kepalaku. Cukup lama. Lumayan lah, ada kemajuan.

Tema malam ini,

Ke Lebak Bulus dulu, baru ke Kuningan

Dielus-elus dulu, diapa-apain kemudian.

Bersambung

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Elda Basri
astaga Sisy malu bnget dgn tingkahmu tp nga ap2 klo SM suami sndri ......
goodnovel comment avatar
Vhanna
astaga naga..malu sendiri dengan tingkah laku sisy...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status