Share

Hampir Saja

Jadi gitu ceritanya, Om Bas belum mau apa-apain aku gara-gara masih kebayang terus sama masa kecilku. Kalau sepuluh tahun lalu tahu, bahwa dia akan jadi suami di masa mendatang, pasti aku bakalan rajin mandi, gak mainan tanah dan petakilan. Biar yang diingat adalah Sisy yang cantik, manis, imut dan menggoda. 

Intinya, dia masih kesulitan menganggapku sebagai istri. Di matanya, aku tetaplah bocah ingusan yang belum tumbuh dewasa. Padahal sebagai wanita, fisikku sudah ideal, kok. Gak kalah sama supermodel atau finalis kontes kecantikan. Masa iya gak ada keinginan buat nyicipin dikit gitu. Belum juga tahu gimana rasanya. 

"Astaga, Bas. Jadi selama ini kamu belum--" Mama menyatukan dua jari telunjuk kanan dan kiri isyarat anu. 

"Iya, Ma. Gimana cara mengatasinya ya, Ma?" Om Bas menghela napas sambil mikir. 

Apa selama ini dia juga tersiksa gak bisa mengatasi sugestinya sendiri? Secara kasat mata aku cukup dewasa dan menarik. Namun, bagi Om Bas berbeda, yang dilihatnya adalah sosok Sisy kecil sepuluh tahun lalu. Jangan-jangan, ini adalah penyakit psikologis terbaru. 

"Mama juga gak tahu, Bas. Ada-ada saja kamu ini. Kalau begini terus, mama bakalan tambah lama nimang cucu." Mertua saja ikutan pusing, apalagi aku. 

"Bas ke kamar dulu, Ma!" 

Gawat! Cepat-cepat aku lari dan melompat ke ranjang pura-pura tidur, kasih nada ngorok  biar meyakinkan. 

Dari derap langkah yang kudengar, Om Bas seperti meletakkan sesuatu di meja laci, mungkin laptop tadi. Setelah itu ranjang sedikit berguncang karena salah satu empunya sudah berbaring dekatku. Aku membuka mata sedikit, mengintip apa yang dia lakukan sekarang. Lampu temaram memudahkanku mengamati tanpa takut ketahuan. 

Om Bas melamun menatap awang-awang. Gak tahu di situ ada siapa, kok betah banget dilihatin. Coba nengok kanan, pasti nemu bidadari. 

Ebuset! Tanpa kasih tahu, dia nengok beneran. Untung mata langsung terkatup otomatis. Wah, gak bisa ngintip lagi ini. Namun, gak lama ada sesuatu yang menutupi setengah tubuhku. Ada yang hangat, tapi bukan lingkaran lengannya, melainkan selimut tebal. Bukannya dibuka malah ditutup, padahal gak bakalan dilalerin juga biar polosan. 

Apa yang harus kulakukan untuk membuatmu takluk, Kisanak? 

***

[Om, aku boleh jalan sama temenku, gak?]

Tanyaku melalui chat W*.

'Teman yang mana? Memangnya di sini kamu punya teman?'

[Teman dari Malang juga, teman SMA]

'Perempuan atau laki-laki?' 

[Ibuk-ibuk] 

'Oke, tapi ingat waktu.'

[Iya] 

Setelah semingguan terkurung sepi di Surabaya, akhirnya bisa jalan-jalan juga. Om Bas sibuk melulu, Mama cuma dua hari menginap setelah itu pulang. Untung ada Amel yang sekarang sibuk jadi wanita karier. Menekuni bisnis konveksi kecil-kecilan, tetapi sudah kelihatan prospeknya. 

Seminggu sekali, Amel hunting kain di pasar Atom sekaligus refreshing. Biasanya akhir pekan malah warga Surabaya yang ngadem ke Malang. Ini si Amel malah kebalikannya. 

"Wih, sekarang kamu keren ya, Mel. Kemana-mana setir mobil sendiri." Aku kagum sama keahlian Amel yang sudah lihai bawa mobil. 

Di antara genk gesrek, bisa dibilang Amel yang paling dekat denganku. Banyak kesamaan yang bikin kita makin klop, termasuk pecinta Om-om. Dia berubah jadi elegan dan memesona begini karena berhasil gaet Om duda pengusaha furniture. 

"Ternyata diem aja di rumah itu bosenin ya, Sy. Dulu, kupikir kalau udah ada yang cariin nafkah, kita enak tinggal rebahan dan shopping doang. Sekarang lebih nyaman kalau ada kesibukan, bisa punya uang hasil usaha sendiri itu luar biasa nikmatnya." 

Amel benar, dan aku bisa merasakannya sekarang. Kalau di rumah Ibuk, harus rayu-rayu sampai mewek buat beli kuota internet. Itu pun harus sabar dengar nyanyian dulu.  Sekarang di rumah Om Bas losdol pakai Wi Fi. Namun jiwaku ikutan sepi dan kosong kalau ditinggal kerja. 

"Jadi kepingin kaya kamu, Mel." 

Wanita yang lebih tua setahun dariku itu sudah punya anak satu hasil cocok tanam Om Duda eh Om Dedy. Sudah ada pengasuh yang siaga 24 jam. Jadi, kalau Amel kepingin me time begini tinggal cap cus. 

"Nikah sama duda?" Syalan. Dia ngakak. 

"Ish!" Ngapain sama duda kalau yang bujang karatan masih ada. 

"Oh ya, Sy. Kok, dari cara jalanmu kelihatan sama aja kaya dulu. Bentuk bodimu juga gak ada yang berubah." 

"Maksudnya?" 

Kata Amel, kalau segelan kita sudah dibongkar paksa, biasanya akan berpengaruh pada cara jalan kita. Termasuk perubahan bentuk tubuh. Masa iya? Yang semula jalan lurus bisa jadi bengkok gitu? Tau, ah. Pokoknya Amel gak boleh tahu kalau aku masih virgin sampai sekarang. Bisa heboh diinterogasi dan dikuliti genk gesrek. 

"Udahlah lupain aja, berarti Om Bas pinter banget tehniknya." 

Jangan tanya tehnik apaan, biasa si Amel paling demen bahas obrolan 21 plus. Harus dialihkan ini, sebelum aku sakit hati sendiri karena pura-pura polos. 

"Mel, gimana caranya biar aku punya muka boros kaya kamu?" 

Pletak! Ibuk ... kepala anakmu kena jitak. 

Maksudku, gimana caranya biar wajah kita bisa terlihat lebih dewasa dari usianya. Kaya Amel gitu. Ya, siapa tahu Om Bas gak kebayang-bayang terus sama Sisy kecil. 

Mengenang jaman sekolah yang hobi nongkrong di Matos dengan uang jajan pas-pasan. Cuma cukup buat beli es krim cone, tapi sok-sokan keliling tenant baju, pilih-pilih doang tapi gak beli. Hari ini kami bernostalgia di pusat perbelanjaan berbeda. Juga dengan isi dompet berbeda karena sudah ada yang kasih nafkah. Jadi bisa pilih baju sekaligus beli beneran. 

"Wah, Mbak cantik sekali pakai baju koleksi butik kami. Pas lagi dengan bentuk tubuh idealnya. Mau gak, Mbak, jadi model buat promo clothing line kami?" 

Keluar dari kamar pas buat cobain dress, terus muter-muter depan Amel minta pendapat, tiba-tiba ada wanita cantik samperin aku. Dari busana rapi dan elegan yang dikenakan, pasti dia orang berpengaruh di sini. 

"Mau banget, Mbak. Ya, kan, Sy?" Baru mangap mau jawab enggak, Amel main celetuk aja terus aku didorong-dorong buat ikutin si Mbak Cantik tadi. 

"Kamu apa-apaan, sih, Mel?" 

"Ini kesempatan emas, Sy. Katanya tadi mau jadi wanita karier. Nah, siapa tahu rejekimu berawal dari sini." 

Gak tahu kenapa, hari itu aku ho'oh-ho'oh saja diatur-atur Amel. Wajahku dipoles lama, rambut dikeritingin di bagian bawah. Sambil nunggu kelar make up, aku disuruh belajar meniru gerakan model yang lebih dulu melakukan pemotretan. Namanya juga model dadakan, terpaksa aku jadi bahan tertawaan pas jalan ala pinguin. Untung pengarah gayanya sabar banget, demi parasku yang fotogenik katanya. 

***

Pesan Om Bas, aku gak boleh lupa waktu. Namun, gara-gara dapat job dadakan tadi aku terlambat sampai rumah. Suami kesayangan sudah sampai duluan. 

"Aku pulang dulu, Bro!" Pamit seseorang. 

"Oke!" Om Bas mengantarkan sampai depan pintu. 

Pasti itu salah satu teman Om Bas yang kebetulan mampir. Dia papasan sama aku di teras. Gak lama menyapa dengan anggukan dan senyuman. Namun, aku tahu matanya jelalatan. Lihatin aku dari ujung sampai ujung. Ciri-ciri buaya darat banget, bahkan sampai masuk mobil masih aja lihatin. Kepingin colok matanya pakai sambel sesendok. 

"Dari mana kamu? Kenapa pakai baju kaya gini? Terus, kenapa dandan menor begitu?" Seperti tatapan buaya darat tadi, Om Bas memindai penampilanku dari atas sampai bawah. Bedanya, ekspresi dia datar-datar aja. 

"Mmm, baju ini gak beli kok, Om. Jadi Om gak perlu khawatir saldonya Sisy habisin." 

"Bukan itu yang saya tanyakan." 

Waduh. Mode galak. Ya sudah, mending jujur saja tentang pengalaman hari ini yang luar biasa seru. Akhirnya seorang Sisy bisa cari uang sendiri. Pasti Ibuk sama Bapak bakalan bangga dengernya. 

"Kenapa gak izin dulu sama saya?" 

"Kan, udah." 

"Bukan tentang jalan-jalannya. Baru diperbolehkan keluar satu kali sudah berani pecicilan main terima job tanpa mikir. Kamu anggap saya ini apa? Dunia maya itu bisa sangat kejam jika disalahgunakan. Bagaimana kalau fotomu dipakai orang-orang gak bertanggung jawab dan dimasukkan ke situs-situs ilegal? Siapa yang rugi?" 

Ini beneran Om Bas? Bisa ngomel-ngomel panjang lebar begini. 

"M--maafin Sisy." Duh, jangan sampai bawa-bawa Amel. Bahaya kalau sampai kena omel juga. 

"Jangan diulangi!" 

"I--iya. Tapi Sisy cantik, kan, Om?" 

Aku dandan all out kaya gini juga buat menarik perhatian Om Bas, biar terlihat dewasa di matanya, tapi kenapa dia tetap cuek? Berasa percuma. 

"Enggak sama sekali!" tegasnya. 

"Om memang jahat, tetap aja gak berubah. Dulu aku rela jatuhin harga diriku sebagai bocah buat dapetin perhatian dari Om. Mondar-mandir depan Om, pura-pura bikin minuman, gelantungan di pohon jambu. Tapi sama sekali gak pernah dianggap sama Om. Gak lebih dari sekedar nyamuk pengganggu yang nguing-nguing di telinga Om. Sisy pikir, dengan dandan cantik gini Om bakalan suka. Bakalan nganggap aku wanita dewasa, sukur-sukur bisa jadi istri seutuhnya. Ternyata percuma, Om gak lebih dari tandan  pisang, punya jantung tapi gak punya hati." 

Aku mundur pelan-pelan, cari sandaran buat kuat-kuatin hati ini. Untung ketemu dinding, bukan ruang kosong, kan malu kalau sampai kejengkang. Setelah itu nangis sepuasnya. Bodo amat, Sisy terlanjur sakit hati. 

"Sy ... maaf." Dia mendekat dengan tangan terulur memegang kedua bahuku, hingga tercium aroma maskulinnya dari jarak sedekat ini. 

"Udahlah, Sisy capek." 

"Saya marah-marah seperti tadi karena sekarang kamu adalah tanggung jawab saya. Menjalankan amanah orang tua kamu untuk menjaga anak perempuannya dengan sebaik-baiknya. Jika terjadi sesuatu dengan kamu di luar kendali saya, pasti saya akan dicap sebagai suami yang tidak becus mengurus istri. Paham?" 

"Hmmm." 

"Kamu gak perlu seperti ini untuk menarik perhatian saya." 

Terus dengan cara apa lagi, Bambang?" 

Om Bas usap pipi basahku, gak lama angkat dagu ini sampai mataku ketemu sama matanya. 

Tunggu apa lagi, Om? Buruan cium Sisy sekarang juga. Jantungku mulai salto-salto. 

"Bisa, gak, kalau nangis itu matanya aja yang keluarin air. Hidungnya gak usah ikut-ikutan." 

Lah! Kenapa ini harus meler di waktu yang gak tepat? Dasar ingus lucknut! 

Hwaaa ... bibirku gagal dinodai. Hiks. 

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Siti Zulaikah
Si masa sekolah tongkronganmu di matos lha masa aku sekolah di situ masih banyak ternak, digiring mahasiswa di sekitar sakri wkwkwkwk
goodnovel comment avatar
Sri Lestari Asrie
sll tertawa tiap babnya.. suka bgt genre begini
goodnovel comment avatar
rumiati tampi
awalnya lucu lama lama mulai kurang greget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status