Share

Pelan-pelan Saja

Untung aja waktu itu belum sempat mewek aku udah keburu tidur. Jadi paginya pikiran udah fresh lagi, gak sempat sedih berlebihan dan larut bayangin yang iya-iya.

Penjelasan Om Bas tentang tugas seorang manajer kemarin ada yang nyangkut di otakku. Di mana dirinya dituntut untuk pandai berstrategi. Berarti bisa diterapkan juga, dong, untuk istri yang tersolimi karena belum pernah mencicipi yang emak-emak KBM bilang bernama nafkah batin.

Ya, Sisy harus pintar berstrategi buat taklukin Om Bas. Setelah beberapa kali gagal dengan sistem bar-bar, gimana kalau sekarang dijungkirbalik jadi kalem. Meskipun itu bukan aku banget, tapi demi urusan anuan aku gak boleh menyerah gitu aja.

Aku masih ingat alasan Om Bas yang pernah disampaikan ke mama. Dia gak tega sentuh aku karena selalu terbayang-bayang tingkah absurd waktu kecilku dulu. Nah, berarti sekarang aku harus bikin dia amnesia. Caranya? Jedotin aja kepalanya ke tembok. Hihihi ... sinetron banget, cuma kepentok batu aja bisa hilang ingatan. Gaklah, ya. Kalau Om Bas amnesia terus gak ingat kalau aku ini adalah istrinya kan tambah bahaya.

Sisy harus berubah jadi dewasa. Bukan dengan cara disulap make up kaya kemarin, tapi dari prilaku keseharian. Kurangi pecicilan, kurangi bertingkah kekanak-kanakan, terakhir kurangi minta-minta anuan.

Siapa tahu kalau dikalemin Om Bas jadi luluh. Terus tanpa perlu komando atau kode-kodean lagi dirinya punya inisiatif sendiri buat colek duluan.

Sisy yang mageran juga harus berubah jadi rajin. Rajin bangun pagi-pagi, beberes, belajar bikinin sarapan sehat untuk suami. Om Bas gak pernah paksa aku ngurusin kerjaan rumah. Dia sudah terbiasa membawa pakaian kotor ke laundry. Walaupun ada mesin cuci dan setrika, dia gak tega lihat tangan Sisy menderita. Big hoax! Alasan aslinya karena takut pakaian jadi hancur semua. Bukannya wangi dan rapi yang ada malah bolong-bolong semua karena pas nyetrika ditinggal scroll sosmed.

Soal beberes rumah, pernah juga Om Bas usulin buat cari asisten rumah tangga. Akunya gak mau, dong. Jadi ngeri kalau ingat judul-judul cerita bersambung emak-emak di platform kepenulisan.

Kutemukan Tali Kolor Suamiku di Kamar Pembantuku

Gak mau, gak mau! Aku gak rela Om Bas direbut pelakor. Baskara Abimana cuma milik Sisy, gak rela bagi-bagi.

Kesimpulannya, suami gantengku baik banget, kan! Gak pernah maksa aku ngapa-ngapain. Padahal aku mau banget, loh, dipaksa buat diapa-apain. Elah, kesitu lagi.

"Sy, mau ikut jogging, gak?" Om Bas keluar kamar, lengkap pakai baju sport.

"Gak suka lari-larian." Aku menggeleng dan meneruskan menyapu lantai. Sedari sekolah memang gak suka olahraga lari. Kalau disuruh lari-lari di pikiran Om Bas bolehlah dinegosiasi.

"Harus dibiasakan. Biar gak gampang lemes dan gak bertenaga kaya gitu."

Jiah. Aku lemes dan gak bertenaga itu gara-gara siapa coba?

Katanya jogging, tapi pas aku lagi ngelap jendela kaca bagian dalam, kulihat Om Bas cuma buka pagar rumah terus balik lagi. Dia melakukan pemanasan terlebih dulu, setelah itu mengambil beberapa peralatan fitness di garasi.

Mataku sedikit terganggu oleh beberapa ibu-ibu kompleks yang kebetulan lewat depan rumah. Kok ya sempat-sempatnya berhenti dulu buat menyapa Om Bas, bahkan beberapa di antaranya sengaja gak mau pergi. Malah terkagum-kagum lihat pria tampanku angkat barbel kanan kiri. Kaus hitam ketat tanpa lengan itu semakin memperlihatkan otot-otot bisep yang menonjol. Apalagi dada bidangnya, siapa coba yang gak mau nyender berlama-lama di sana. Gak bisa dibiarkan!

Kutinggalkan lap dan sapu terus lari ke dapur, ambil apa saja yang penting bisa dijadikan alasan buat samperin suamiku.

"Mas Bas Sayang ... pasti kamu haus, kan! Yuk, minum dulu, Sayang."

Tau, gak! Aku baca Bismillah sepuluh kali dulu untuk melancarkan aksi ini. Biar kelihatan natural sebagai pasangan romantis, bukan ngadi-ngadi.

Om Bas mengernyit dan segera meletakkan barbel ke lantai. Mungkin batinnya lagi teriak-teriak, Sisy kesambet apa pagi-pagi begini?

Please, Om! Tolong connect dan jangan tanya kamu kenapa. Aku sengaja kasih kode mata kedip-kedip biar gak dipermalukan dengan ibu-ibu genit di sana. Sudah punya suami sendiri-sendiri, masih aja tebar pesona sama suami orang.

Untung Om Bas langsung menyambar botol air mineral dari tanganku. Huh, lega.

"Aku elapin keringatnya, ya!" Bodo amat dia menatap terheran-heran. Aku menyapukan handuk kecil ke area wajah dan lehernya, meskipun harus sedikit berjinjit.

"Ooh, jadi sudah punya istri."

"Yah, ganteng-ganteng sudah punya pasangan."

"Jiwa pelakorku meronta-ronta."

"Ayo, bubar-bubar! Bikin nganan lihat keromantisan mereka."

Aku melirik luar pagar, sepi. Yes! Massa berhasil dibubarkan.

"Hush, hush ... pulang sana! Urus suami masing-masing. Dasar genit!"

Om Bas terkekeh lihat gerakan tangan ini, persis kaya orang lagi ngusir ayam.

"Kamu kenapa, Sy? Sedang kerasukan jin? Mau saya panggilkan Pak Ustadz biar diruqyah."

"Paan, sih. Siapa juga yang kerasukan?"

"Oke, kalau memang gak kesambet. Coba ulangi, tadi kamu panggil saya apa?"

"Om Bas."

"Bukan, tadi bukan itu. Pendengaran saya masih sangat baik. Ayo ulangi!" Duh, kok malah direkam pas aku panggil dia 'mas.'

"Gak mau!" Aku berlari masuk menahan malu. Iya, tumben punya malu. Eh lupa, kan lagi mode kalem.

Aku mengiris tipis kol, lalu memanaskan minyak goreng untuk memanggang daging asap hingga matang. Gak lupa bikin telur orak-arik juga. Tinggal ditambah mayones pedas, susu kental manis, terus aduk rata. Yes, isian sudah jadi. Terakhir, siapin roti panggang berbentuk segitiga.

Sandwich ala Sisy sudah jadi. Selamat mencoba!

"Enak kan, Om?" Aku meminta pendapat seseorang yang duduk anteng di meja makan sambil menikmati sarapannya.

"Ya, not bad, lah."

"Yay!" Aku keprok-keprok tangan sendirian. Bangga dan merasa gak sia-sia tengah malam telepon Mama mertua buat tanya resepnya.

"Nanti siang, Om Bas mau dimasakin apa?"

Bukannya jawab, si dia malah mengerutkan kening. Awas aja sampai ngomong kalau aku kerasukan jin lagi!

"Oh, emm, gak usah. Mumpung ini hari Minggu dan masih pagi, saya mau ajak kamu ke Car Free Day di Taman Bungkul. Makan siang gampang lah, nanti bisa beli di luar."

Sumpah demi apa? Aku mau diajak jalan-jalan? Yes!

"Serius, Om?"

"Cepat ganti baju, sebelum saya berubah pikiran."

"Meluncur!"

***

Dulu aku pernah ke taman ini sama Bapak, sekaligus piknik ke KBS. Dulu banget pas aku masih SD. Pantesan sekarang udah berubah jadi cantik begini. Gak cuma buat duduk-duduk neduh di bawah pohon, tapi dipakai juga untuk event-event tertentu. Fasilitas-fasilitasnya pun juga makin oke, bikin betah pengunjung.

Gak ada mobil dan motor lalu lalang di beberapa titik jalan. Jadi kita bebas jalan-jalan di sekitar tanpa kesemrawutan lalu lintas.

Hari libur begini jelas lebih ramai dari biasanya. Banyak pertunjukan kecil-kecilan, juga bisa kulineran aneka jajanan di sekitarnya.

Gini aja Sisy udah seneng, Om. Bisa lupa sejenak tentang anuan. Om Bas ada waktu buat Sisy aja udah sesuatu banget.

Gara-gara ngelamun kemana-mana saking hepinya. Aku hampir terhuyung jatuh pas ada yang nyenggol bahuku dari arah depan.

"Fokus matanya, lagi ngelamunin apa, sih?" Om Bas sedikit kesal.

Yaelah. Tentu aja ngelamunin dirimu, Bambang!

Gak lama, Om Bas menarik tanganku, dipegang erat-erat sambil meneruskan langkah mengitari taman. Ada yang gandengan, tapi bukan truk. Haseeek!

Gak papa, Sy. Semua butuh proses, step by step. Nanti juga akan anuan pada waktunya.

Kemarin-kemarin elus kepala, sekarang pegang tangan, siapa tahu besok pegang yang lain. Eh! Maksudku cium pipi atau kening. Setelah itu ....

Terusin sendiri.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Elda Basri
hbs2 dipegang tngn mana kelanjutannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status